Thursday, July 02, 2009

Program RSBI Dipaksakan

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Sekolah negeri di Lampung memaksakan diri membuka kelas rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) meskipun fasilitas yang tersedia belum memadai.

Sesuai amanat Pasal 50 Ayat (3) UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah dan pemda menyelenggarakan minimal satu satuan pendidikan di semua jenjang untuk dikembangkan menjadi bertaraf internasional. "Syaratnya minimal satu di setiap daerah. Tetapi sekarang makin banyak RSBI di Lampung meskipun fasilitasnya tidak memadai. Kesannya dipaksakan," kata Sekretaris Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) Lampung, Gino Vannolie, Rabu (1-7).

Gino melihat kompetensi guru di kelas RSBI masih rendah dan sarananya pun terbatas. "Ujung-ujungnya masyarakat yang dibebani biaya mahal untuk menutupi berbagai keterbatasan itu," kata dia.

Dampaknya, lanjut Gino, RSBI menutup akses siswa pintar dari keluarga miskin. Padahal, dalam UU Sisdiknas dijelaskan SBI menjadi tanggung jawab pemerintah pusat bersama pemerintah daerah baik infrastruktur maupun rekrutmen guru berkompeten.

Secara terpisah, Kepala SMPN 2 Bandar Lampung Sartono mengakui masih banyak standar RSBI yang harus dibenahi, terutama kompetensi kepala sekolah dan guru (kriteria RSBI selengkapnya dalam tabel). Menurut Sartono, seharusnya minimal 20% guru sekolah berpendidikan S-2. Namun saat ini dari 53 guru di SMPN 2 baru dua orang yang bergelar S-2. "Tiga orang sedang dalam pendidikan. Ini menjadi tantangan besar kami memotivasi guru untuk meningkatkan kompetensi, terutama di bidang teknologi informasi dan bahasa Inggris. Syarat TOEFL guru minimal 500 juga belum ada yang terpenuhi. Rata-rata dalam kisaran 400-an," kata dia.

Selain kompetensi guru dan kepala sekolah, SMPN 2 juga menghadapi kendala luas lahan minimal 1 hektare. Lahan SMPN 2 di pinggir Jalan Sudirman itu tidak memungkinkan untuk menambah laboratorium, perpustakaan, dan ruangan penunjang lainnya. Menurut Sartono, SMPN 2 sudah memiliki laboratorium multimedia, jaringan internet, dan laboratorium. "Tapi semua masih ketinggalan," kata dia.

Bahkan, beberapa ruangan kelas SBI masih konvensional sehingga orang tua siswa turut menyumbang Rp1,5 juta untuk merehabilitasi.

Namun, Sartono membantah SBI SMPN 2 terkesan dipaksakan karena semua wewenang pemerintah pusat. "Kami hanya pelaksana, soal kelayakan itu wewenang pusat," kata dia.

Kendala serupa juga dihadapi SMAN Bandar Lampung, mulai dari rendahnya kompetensi guru, penguasaan standar isi, serta minimnya sarana dan prasarana. Untuk itu, tahun ini SMAN 2 merenovasi 9 kelas RSBI agar memenuhi standar. "Tetapi, kami belum menentukan besar sumbangan dari wali murid. Semua akan dimusyawarahkan di rapat komite," kata Kepala SMAN 2 Bandar Lampung Sudarto.

Sama dengan Sartono, Sudarto membantah RSBI dipaksakan. Menurut dia, RSBI adalah implementasi UU Sisdiknas untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. "Di Jawa banyak SBI. Masak kita Lampung baru lima sekolah tapi tidak didukung penuh," ujarnya.

Siswa Tidak Mampu

Menanggapi mahalnya biaya di RSBI, Dekan FKIP Unila Prof. Dr. Sudjarwo mengatakan RSBI tidak hanya untuk anak berpunya. "Pendidikan berkualitas memang mahal, namun RSBI harus tetap memberikan peluang bagi siswa miskin melalui subsidi silang atau beasiswa," kata Sudjarwo.

Hal sama disampaikan Kabid Pendidikan Menengah dan Tinggi Dinas Pendidikan Lampung Ria Andari dan Kadis Pendidikan Bandar Lampung Idrus Efendi. "Sekolah harus mengutamakan siswa miskin di daerah masing-masing," kata Idrus Efendi.

Wakil Wali Kota Bandar Lampung Kherlani mengakui Pemkot berkewajiban membantu pendanaan RSBI dan hal itu belum dilakukan. "Belum ada keseriusan pemda," kata dia.

Kherlani berjanji memprioritaskan bantuan RSBI dalam APBD Perubahan "Akan dialokasikan bantuan untuk semua RSBI di Bandar Lampung," kata dia. n UNI/RIN/MG2/U-1

Syarat RSBI
1. Terakreditasi A
2. Memiliki dana yang cukup
3. Lahan minimal 10 ribu meter persegi
4. Akses jalan mobil ke sekolah
5. Kompetensi kepala sekolah
6. Kompetensi guru bidang studi serta menguasai ICT dan bahasa Inggris
7. Pendidikan guru S2/S3 minimal 10% untuk SD, 20% untuk SMP, dan 30% untuk SMA
7. Tersedia sarana memadai berupa
 Laboratorium IPA
 Laboratorium komputer
 Perpustakaan
 Internet
 Web sekolah
 Kultur sekolah kondusif (bersih, bebas asap rokok dan kekerasan, indah, dan rindang)
8. Standar kelulusan lebih tinggi
9. Menjalin hubungan dengan sekolah di luar negeri

Sumber: Lampung Post, Kamis, 2 Juli 2009

No comments: