Jakarta, Kompas - Sulit mengandalkan pemerintah pusat dalam pemeliharaan dan pengembangan seni budaya. Karena itu, pemerintah daerah, berdasarkan informasi yang dihimpun, Selasa (1/9), memilih untuk mengembangkan seni budaya berdasarkan kemampuan sendiri.
Pemerintah Kota Solo, misalnya, dalam tiga tahun terakhir menggelar berbagai seni pertunjukan untuk mengukuhkan Kota Solo sebagai Kota Budaya.
Tahun 2007 dan 2008, misalnya, Kota Solo menggelar Solo International Ethnic Music (SIEM), yang mempertunjukkan musik etnik dari berbagai daerah di Nusantara. Pertunjukan kelas internasional ini juga diramaikan kelompok musik etnik dari sejumlah negara.
Untuk melestarikan dan mempromosikan batik, selama dua tahun terakhir (2008-2009) digelar Solo Batik Carnival (SBC). Pada tahun 2008 Kota Solo juga menggelar Festival Keroncong Internasional.
Adapun pada tahun 2009 Kota Solo dipercaya Departemen Kebudayaan dan Pariwisaya sebagai tuan rumah Indonesia Performing Arts Mart (IPAM) V serta Solo International Performing Arts (SIPA). ”Semua kegiatan ini bisa terlaksana berkat dukungan semua pihak,” kata Wali Kota Solo Joko Widodo.
Joko mengusulkan agar pemerintah pusat secara periodik menampilkan kesenian daerah secara bergantian.
Tjetjep Suparman, Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Budaya Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, mengatakan, pemerintah setiap tahun sudah menyelenggarakan berbagai kesenian daerah. Meski demikian, ia mengakui promosi kegiatan tersebut masih kurang gencar.
Dana terbatas
Di Jawa Tengah, untuk mengembangkan seni budaya daerah, bantuan diberikan untuk pengelola sanggar kesenian sebesar Rp 10 juta per tahun untuk 100 organisasi kesenian di 35 kabupaten dan kota.
”Karena keterbatasan dana, baru sebagian kecil sanggar yang mendapat bantuan. Padahal, sanggar kesenian ribuan jumlahnya di Jateng,” kata Kepala Seksi Kesenian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jateng Sugiri.
Sementara itu, untuk mengembangkan kesenian daerah, Pemprov DI Yogyakarta memberikan stimulan dana dan bantuan berupa perangkat kesenian kepada kelompok-kelompok kesenian dan desa-desa budaya.
”Tahun ini, misalnya, kami memberikan dana rangsangan Rp 10 juta per desa untuk 41 desa budaya dalam program Festival Desa Budaya,” kata Kepala Dinas Kebudayaan DIY Djoko Dwiyanto. Namun, jumlah ini belum memadai karena berdasarkan pendataan tahun 2008, di DIY terdapat 5.264 kelompok kesenian.
Selain persoalan dana, sejumlah daerah juga mengeluhkan belum terintegrasinya pemeliharaan dan pengembangan seni budaya daerah dengan kebijakan pemerintah pusat. (SON/UTI/RWN/INK/JON)
Sumber: Kompas, Rabu, 2 September 2009
No comments:
Post a Comment