Judul Buku : Room to Read
Penulis : John Wood
Penerbit : Bentang, Jogjakarta
Cetakan : I, April 2009
Tebal : x + 368 halaman
JIKA Anda seorang pekerja sosial, atau tertarik untuk bekerja di sektor nirlaba, buku peraih Academy for Educational Development ''Breakthrough Ideas in Education" Award 2007 yang sarat inspirasi ini dapat menjadi panduan berharga. Selain bisa dijadikan cermin dalam perjalanan menemukan kebahagiaan dan makna hidup, buku ini juga memuat pelajaran-pelajaran bernilai tentang bagaimana mengelola organisasi nirlaba kelas dunia.
Room to Read, judul buku ini, sesungguhnya adalah nama organisasi nirlaba yang didirikan oleh penulisnya, John Wood, pada 1999. Berdasarkan update terbaru www.roomtoread.org hingga 31 Desember 2008, Room to Read telah membangun 765 sekolah, mendirikan 7.160 perpustakaan, menerbitkan 333 judul buku anak dalam bahasa lokal dengan jumlah buku melebihi 2,8 juta kopi, mendonasikan lebih dari 2,8 juta buku anak berbahasa Inggris, mendanai 7.132 beasiswa jangka panjang bagi anak-anak perempuan, dan mendirikan 179 laboratorium komputer dan bahasa di Nepal, Vietnam, Kamboja, India, Sri Lanka, Laos, Afrika Selatan, Zambia, dan Bangladesh.
Sebelum mendirikan organisasi ini, John Wood berposisi sebagai seorang eksekutif senior di perusahaan Microsoft. Tersentuh oleh kehangatan dan semangat belajar para siswa dan guru di sekolah-sekolah yang ia lalui dalam perjalanan liburannya di Nepal, sekaligus merasa terenyuh dan shock menyaksikan begitu minimnya sumber daya yang mereka miliki, John memutuskan untuk meninggalkan keglamoran hidup gaya ekspatriatnya di Microsoft Beijing, dan mendedikasikan diri sepenuhnya untuk terjun langsung membantu pendidikan anak-anak di belahan dunia ketiga.
Berikut sekelumit perenungannya kala itu, ''Apakah sungguh-sungguh penting berapa banyak salinan Windows yang kami jual di Taiwan bulan ini ketika jutaan anak tak memiliki akses pada buku? Bagaimana saya bisa siap mengenai proyek e-commerce kami di Hongkong, atau usaha antipembajakan di Cina, saat tujuh dari sepuluh anak di Nepal menghadapi kondisi buta huruf seumur hidup? Apakah pekerjaan saya sungguh-sungguh penting? Satu tahun yang sukses hanya akan membantu sebuah perusahaan kaya menjadi semakin kaya. Saya hanya akan menambahkan sejumlah uang pada rekening bank yang telah melebihi apa pun yang mungkin saya impikan pada usia 35. ... Lihat, kamu seharusnya mengakui kepada dirimu sendiri bahwa Microsoft akan kehilangan kamu selama satu atau dua bulan saja. Seseorang akan dengan cepat mengisi tempat kosong itu. Itu berarti seakan-akan kamu tidak pernah bekerja di sana. Tanyakan kepada dirimu sendiri apakah ada ribuan orang yang mengantre untuk membantu desa-desa miskin membangun sekolah dan perpustakaan? Tak ada yang melakukan pekerjaan itu. Kamu harus bangkit menghadapi tantangan ini!'' (hlm. 50)
Bergerak dari nol dan dimulai dari sekadar mengirimkan e-mail tentang rencana pengadaan buku untuk sebuah sekolah di Nepal kepada koleganya, dengan harapan mereka akan turut berpartisipasi, kini Room to Read telah berkembang menjadi organisai nirlaba yang mendunia dan menempati posisi terhormat di kalangan internasional. Rahasia kesuksesannya menahkodai Room to Read --yang ternyata banyak yang berasal dari pengalamannya bekerja di Microsoft-- ia bagikan melalui buku ini.
Salah satu resep kesuksesan Room to Read adalah karena berhasil membangun jaringan donatur di seluruh dunia. Bagi John, ''Andrew Carnegie (seorang filantropis yang membangun dan membiayai 2.000 perpustakaan di Amerika Utara pada zamannya) abad ke-21 bukanlah seorang laki-laki kulit putih yang kaya. Ia berupa jaringan warga negara yang memiliki kepedulian'' (hlm. 219). Dalam model ini, setiap orang yang ingin mengubah dunia tidak harus berhenti dari pekerjaan mereka. Siapa pun, apakah mereka seorang bankir investasi, konsultan, atau guru sekolah, dapat membantu Room to Read mengumpulkan dana sehingga organisasi ini bisa membangun lebih banyak sekolah dan perpustakaan.
''Mereka semua dapat menyelinap satu jam selama hari kerja mereka atau bekerja pada malam hari atau akhir pekan untuk merencanakan acara atau kampanye pengumpulan dana'' (hlm. 115).
Kesuksesan membangun jaringan donatur di seluruh dunia ini bersandar pada beberapa prinsip kunci. Pertama, kemampuan menjual visi, model bisnis, dan program-program yang dijalankan kepada donatur-donatur potensial (hlm. 121). John telah berpikir besar sejak hari pertama ia memulai proyeknya. Tidak tanggung-tanggung, ketika Room to Read baru berdiri, John menyatakan dengan segera bahwa tujuannya adalah membantu sepuluh juta anak untuk mendapatkan hadiah pendidikan selama hidup. Meskipun pada mulanya banyak orang yang menyangsikan, prinsip berpikir besar John terbukti membenarkan asas self-fulfilling prophecy (ramalan yang menggenapi dirinya sendiri).
Dalam menggalang dana, John menghindari satu teknik yang kerap dipakai organisasi lainnya, yakni menggunakan rasa kasihan untuk meminta donasi. Bagi John, penggambaran seperti ini menegasi martabat yang melekat dalam diri setiap manusia. Alih-alih memperlihatkan foto-foto seorang anak yang dikerubungi lalat atau keluarga kurang gizi yang berbaring dalam debu, John lebih memilih untuk menunjukkan harapan dan optimisme. Energi positif seperti ini pada gilirannya mampu menggerakkan ribuan orang di seluruh dunia untuk menjadi bagian dari solusi yang ia tawarkan.
''Orang-orang sedang mencari lebih banyak makna dalam hidup mereka. Mendanai pendidikan akan memberi perasaan puas bahwa Anda telah membantu mengubah dunia menjadi lebih baik'' (hlm. 133).
Prinsip kunci kedua yang John pegang teguh adalah selalu memperbaharui laporan kemajuan Room to Read. John selalu melaporkan hasil-hasil yang telah dicapai organisasinya pada para donatur dan sukarelawan. John menghindari keluhan donatur yang tidak tahu untuk apa uang mereka dipergunakan. Ia selalu berusaha menunjukkan kepada para donatur hubungan langsung antara apa yang mereka berikan dan apa yang dicapai sebagai hasilnya. (*)
Eka Kurnia Hikmat, Guru Sekolah Cikal, aktif di Yayasan Martabat, Jakarta Barat
Sumber: Jawa Pos, Minggu, 13 September 2009
No comments:
Post a Comment