Sunday, September 13, 2009

[Buku] Berguru pada Room to Read

Judul Buku : Room to Read
Penulis : John Wood
Penerbit : Bentang, Jogjakarta
Cetakan : I, April 2009
Tebal : x + 368 halaman

JIKA Anda seorang pekerja so­sial, atau tertarik untuk bekerja di sek­tor nirlaba, buku peraih Acade­my for Educational Development ''Break­through Ideas in Education" Award 2007 yang sarat inspi­rasi ini dapat menjadi panduan ber­harga. Selain bisa dijadikan cer­min dalam perjalanan menemu­kan kebahagiaan dan makna hi­dup, buku ini juga memuat pelaja­ran-pelajaran bernilai tentang ba­gaimana mengelola organi­sasi nirlaba kelas dunia.

Room to Read, judul buku ini, se­sungguhnya adalah nama or­ga­ni­sa­si nirlaba yang didirikan oleh pe­nulisnya, John Wood, pada 1999. Berdasarkan update terbaru www.roomtoread.org hingga 31 De­sember 2008, Room to Read te­lah membangun 765 sekolah, men­dirikan 7.160 perpustakaan, me­nerbitkan 333 judul buku anak da­lam bahasa lokal dengan jumlah bu­ku melebihi 2,8 juta kopi, men­do­nasikan lebih dari 2,8 juta buku anak berbahasa Inggris, mendanai 7.132 beasiswa jangka panjang ba­gi anak-anak perempuan, dan men­dirikan 179 laboratorium kom­puter dan bahasa di Nepal, Vi­et­nam, Kamboja, India, Sri Lan­ka, Laos, Afrika Selatan, Zambia, dan Bangladesh.

Sebelum mendirikan organisasi ini, John Wood berposisi sebagai se­orang eksekutif senior di perusahaan Microsoft. Tersentuh oleh ke­hangatan dan semangat belajar pa­ra siswa dan guru di sekolah-se­kolah yang ia lalui dalam perja­la­nan liburannya di Nepal, sekaligus merasa terenyuh dan shock me­nyaksikan begitu minimnya sum­ber daya yang mereka miliki, John memutuskan untuk me­ning­gal­kan keglamoran hidup gaya eks­patriatnya di Microsoft Beijing, dan mendedikasikan diri se­penuhnya untuk terjun langsung membantu pendidikan anak-anak di belahan dunia ketiga.

Berikut sekelumit perenungannya kala itu, ''Apakah sungguh-sung­guh penting berapa banyak sa­linan Windows yang kami jual di Taiwan bulan ini ketika jutaan anak tak memiliki akses pada bu­ku? Bagaimana saya bisa siap me­ngenai proyek e-commerce ka­mi di Hongkong, atau usaha an­tip­embajakan di Cina, saat tujuh dari sepuluh anak di Nepal meng­ha­dapi kondisi buta huruf se­umur hidup? Apakah pekerjaan saya sungguh-sungguh penting? Satu ta­hun yang sukses hanya akan mem­bantu sebuah perusahaan ka­ya menjadi semakin kaya. Saya ha­nya akan menambahkan sejumlah uang pada rekening bank yang te­lah melebihi apa pun yang mung­kin saya impikan pada usia 35. ... Lihat, kamu seharusnya me­ngakui kepada dirimu sendiri bah­wa Microsoft akan kehilangan ka­mu selama satu atau dua bulan saja. Seseorang akan dengan cepat me­ngisi tempat kosong itu. Itu ber­arti seakan-akan kamu tidak per­nah bekerja di sana. Tanyakan ke­pada dirimu sendiri apakah ada ribuan orang yang mengantre un­tuk membantu desa-desa miskin membangun sekolah dan perpusta­kaan? Tak ada yang melakukan pe­kerjaan itu. Kamu harus bangkit meng­hadapi tantangan ini!'' (hlm. 50)

Bergerak dari nol dan dimulai da­ri sekadar mengirimkan e-mail ten­­tang rencana pengadaan buku untuk sebuah sekolah di Nepal ke­pada koleganya, dengan harapan mereka akan turut berpartisipasi, kini Room to Read telah ber­­kembang menjadi organisai nir­­laba yang mendunia dan me­nem­­pati posisi terhormat di kala­ngan internasional. Rahasia ke­suk­sesannya menahkodai Room to Read --yang ternyata banyak yang berasal dari pengalamannya be­­kerja di Microsoft-- ia bagikan me­lalui buku ini.

Salah satu resep kesuksesan Room to Read adalah karena ber­ha­sil membangun jaringan do­na­tur di seluruh dunia. Bagi John, ''Andrew Carnegie (seorang fi­lan­tro­­pis yang membangun dan mem­­biayai 2.000 perpustakaan di Ame­rika Utara pada zamannya) abad ke-21 bukanlah seorang laki-la­ki kulit putih yang kaya. Ia be­rupa jaringan warga negara yang me­miliki kepedulian'' (hlm. 219). Da­lam model ini, setiap orang yang ingin mengubah dunia tidak ha­rus berhenti dari pekerjaan me­reka. Siapa pun, apakah mereka se­orang bankir investasi, konsultan, atau guru sekolah, dapat mem­­bantu Room to Read me­ngum­­pulkan dana sehingga organi­sasi ini bisa membangun lebih ba­nyak sekolah dan perpustakaan.

''Mereka semua dapat menyelinap satu jam selama hari kerja me­reka atau bekerja pada malam hari atau akhir pekan untuk meren­ca­­nakan acara atau kampanye pe­­ngumpulan dana'' (hlm. 115).

Kesuksesan membangun jari­ngan donatur di seluruh dunia ini ber­sandar pada beberapa prinsip kun­ci. Pertama, kemampuan menjual visi, model bisnis, dan program-program yang dijalankan ke­pada donatur-donatur potensial (hlm. 121). John telah berpikir besar sejak hari pertama ia memulai proyeknya. Tidak tanggung-tang­gung, ketika Room to Read baru berdiri, John menyata­kan de­ngan segera bahwa tujuannya ada­lah membantu sepuluh juta anak untuk mendapatkan hadiah pen­didikan selama hidup. Meski­pun pada mulanya banyak orang yang menyangsikan, prinsip berpi­kir besar John terbukti membenarkan asas self-fulfilling prophecy (ra­ma­lan yang menggenapi dirinya sendiri).

Dalam menggalang dana, John meng­hindari satu teknik yang ke­rap dipakai organisasi lainnya, yak­ni menggunakan rasa kasihan un­tuk meminta donasi. Bagi John, penggambaran seperti ini menega­si martabat yang melekat dalam di­ri setiap manusia. Alih-alih mem­perlihatkan foto-foto seorang anak yang dikerubungi lalat atau ke­luarga kurang gizi yang berbaring dalam debu, John lebih memilih untuk menunjukkan harapan dan optimisme. Energi positif se­perti ini pada gilirannya mampu meng­gerakkan ribuan orang di se­luruh dunia untuk menjadi ba­gi­an dari solusi yang ia tawarkan.

''Orang-orang sedang mencari lebih banyak makna dalam hidup mereka. Mendanai pendidikan akan memberi perasaan puas bahwa Anda telah membantu mengubah dunia menjadi lebih baik'' (hlm. 133).

Prinsip kunci kedua yang John pegang teguh adalah selalu memperbaharui laporan kemajuan Room to Read. John selalu mela­por­kan hasil-hasil yang telah dicapai organisasinya pada para dona­tur dan sukarelawan. John meng­hin­dari keluhan donatur yang tidak tahu untuk apa uang mereka dipergu­nakan. Ia selalu berusaha me­nunjukkan kepada para donatur hubungan langsung antara apa yang mereka berikan dan apa yang dicapai sebagai hasilnya. (*)

Eka Kurnia Hikmat, Guru Sekolah Cikal, aktif di Yayasan Martabat, Jakarta Barat

Sumber: Jawa Pos, Minggu, 13 September 2009

No comments: