[JAKARTA] Persoalan kebudayaan di Indonesia cukup kompleks. Ada banyak hal yang harus dikelola. Kebudayaan tidak sekadar urusan mencatat, tapi ada juga upaya untuk melindungi, mengembangkan, serta melestarikannya secara konsisten dari generasi ke generasi. Karena posisinya yang membutuhkan banyak koordinasi lintas sektoral maka level menteri akan lebih efektif, daripada pejabat setingkat eselon satu yang mengurusi kebudayaan.
Edy Sedyawati (Istimewa)
Hal tersebut dikatakan mantan Direktur Jenderal Kebudayaan, Edy Sedyawati kepada SP di Jakarta, Senin (14/9), menanggapi perlu tidaknya departemen kebudayaan berdiri sendiri dalam kabinet SBY mendatang.
"Jadi, urusan kebudayaan itu membutuhkan suatu koordinasi lintas sektor yang macam-macam. Paling tidak, kebudayaan dengan pendidikan, informasi, industri, dan hukum. Belum lagi kalau budaya nasional mau dipromosikan ke luar negeri itu, membutuhkan kerja sama dengan departemen luar negeri. Jadi perlu ditingkatkan pada level menteri," ujarnya.
Menurut dia, dalam membangun 'kerukunan' budaya lintas suku bangsa, dibutuhkan pemahaman yang sama dalam pemerintahan di semua level. Karena itu, diharapkan, pemerintahan mendatang menaruh perhatian serius dalam mengurus kebudayaan.
Disinggung jika kebudayaan dikembalikan ke Departemen Pendidikan Nasional, menurut Edy tidak menjadi masalah. "Itu akan lebih baik, ketimbang digabung seperti sekarang ini, dalam Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Karena baik budaya dan pendidikan, sama-sama mengisi dari karakter bangsa dan jati diri bangsa. Tapi perlu diingat, amanat dari satu Kongres Kebudayaan ke Kongres Kebudayaan lainnya, sebenarnya sudah menganjurkan agar kebudayaan mempunyai kementerian sendiri," katanya.
Dia melanjutkan, alasan merampingkan anggaran bukan alasan yang tepat untuk meniadakan kementerian kebudayaan. Dengan anggaran yang ada seperti sekarang ini, penanganan kebudayaan tetap bisa berjalan. "Masalahnya sekarang ini, adalah masalah kewenangan, bukan pada anggaran," tandasnya.
Mengenai figur calon menteri kebudayaan, dia menyebutkan bahwa orang tersebut harus paham dan pengalaman tentang kesenian, sejarah, purbakala, nilai budaya, dan permuseuman. [M-17]
Sumber: Suara Pembaruan, Kamis, 17 September 2009
No comments:
Post a Comment