Sunday, September 27, 2009

[Buku] Oh Timor Leste

Judul: Timor Target
Penulis: Kristio Wahyono
Penerbit: Krueng Aceh
Tahun: Juli 2009
Tebal: 371 halaman

INTEGRITAS Timor Portugis 1975 telah membawa bencana yang tak terperikan. AS menyebutkan angka korban 60.000-100.000. Berdasarkan data Deplu AS dan Australia, keterlibatan dua negara itu ada. Sedangkan, Deplu RI tidak memiliki informasi apapun terhadap diambilnya keputusan penyerbuan. Serbuan 7 Desember 1975 dengan nama sandi Operasi Seroja menjadi keputusan RI di bawah kepemimpinan Soeharto yang tak terelakkan.

Dua puluh empat tahun kemudian, tepatnya tahun 1999, pemberian opsi kemerdekaan oleh Presiden Habibie, ternyata juga membawa tragedi kemanusiaan yang dahsyat. Salahkah Habibie? Lihat kemudian, sesudah kemerdekaan 20 Mei 2002, kondisi Timor Leste di bawah misi internasional bukannya semakin membaik. Pertumbuhan memang meroket 18%, namun hanya sekejap, setelah itu menukik tajam menembus angka 0%. Bentrokan polisi, tentara, politisi, sukar dikendalikan sehingga mengundang pasukan asing kembali, sekaligus untuk tujuan/agenda lain.

Akhirnya, Timor Leste diikat dalam perjanjian eksplorasi migas di lepas pantai di Laut Timor yang dibagi secara "kurang pas" berdasarkan CMATS 2006.

Jika harga integrasi dibayar dengan nyawa dan anggaran yang sangat membebani, maka ongkos kemerdekaan harus diperhitungkan dengan kekayaan sumber alam di Laut Timor. Negeri itu dijadikan sarang korupsi semua pihak, ajang pamer mesin-mesin perang, oportunis para personel asing, dan yang pasti Timor Leste tetap sebagai negara miskin. Ini semua luput dari antisipasi negara-negara terkait karena targetnya memang bukan itu.

Tahun 2008, PBB telah menandatangi perjanjian dengan Timor Leste mengenai bantuan kepada Kejagung negeri itu terkait dengan akses untuk memeriksa kembali dokumen pelanggaran berat HAM 1999, yang menyebut-nyebut nama Jenderal Wiranto.

15 Juli 2008, Presiden Yudhoyono dan Presiden Ramos Horta menyampaikan rasa penyesalan dan permintaan maaf atas tragedi yang lalu, dan pertemuan itu dianggap sebagai langkah rekonsiliasi. [G. Leonard, pencinta buku]

Sumber: Suara Pembaruan, Minggu, 27 September 2009

No comments: