Friday, September 25, 2009

Ubah Definisi Sekolah Gratis

[JAKARTA] Pakar Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Said Hamid Hasan mengatakan, pengertian sekolah atau pendidikan gratis yang selama ini diklaim pemerintah harus diganti. Pasalnya, pengertian tersebut bisa menyesatkan dan membohongi publik, karena kenyataannya di lapangan, masyarakat masih dikenakan sejumlah uang pungutan.

Sejumlah siswa SD tanpa menggunakan alas kaki berfoto bersama saat pulang sekolah di Jalan Jatinegara, Jakarta Timur. (SP/Ignatius Liliek)

"Pemerintah jangan bermain-main dengan istilah pendidikan gratis. Kalau memang belum mampu menggratiskan pendidikan untuk semua kalangan, istilah pendidikan gratis yang selama ini diklaim pemerintah, harus segera diganti," tegasnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (23/9).

Dikatakan, pengertian pendidikan gratis antara pemerintah dan masyarakat harus sama. Selama ini, katanya, ada pemahaman yang berbeda antara pemerintah dan masyarakat mengenai pendidikan gratis. Masyarakat, katanya, tidak bisa disalahkan, karena mempertanyakan atau menuntut kebijakan tersebut.

Sebab, definisi pendidikan gratis yang digembar-gemborkan pemerintah apabila mengacu pada kamus besar bahasa Indonesia adalah pendidikan yang tidak dipungut biaya apa pun. Karena itu, pemerintah harus menjelaskan secara gamblang sejauh mana pendidikan dianggap gratis dan menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya, sehingga tidak terjadi kerancuan seperti sekarang ini.

"Jika pemerintah memang belum mampu memberikan pendidikan gratis sepenuhnya kepada masyarakat, sebaiknya pemerintah jujur dan tidak usah malu. Jangan malah membuat istilah-istilah gratis yang malah menyesatkan," ujarnya

Dia menjelaskan, UU 20/3003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebenarnya telah mengamanatkan bahwa bagi masyarakat yang tidak mampu, mereka digratiskan atau tidak dikenakan pungutan biaya sampai mencapai usia wajib belajar 9 tahun. Pemerintah pun juga harus menyediakan beasiswa bagi masyarakat miskin, namun memiliki kemampuan intelektual yang baik untuk belajar di perguruan tinggi.

"Pemerintah juga punya amanah untuk mendidik semua anak bangsa tanpa suatu diskriminasi sehingga pendidikan nasional benar-benar menghasilkan anak-anak didik yang berkualitas," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sekolah, Roder Nababan kepada SP di Medan, Sumatera Utara, Rabu menegaskan, pembohongan publik oleh pemerintah melalui iklan pendidikan gratis yang dikeluarkan Depdiknas ke masyarakat hingga saat ini, merupakan indikasi bukti tidak adanya komitmen pemerintah dalam menciptakan kecerdasan bangsa. Upaya pembohongan ini pun harus dilawan.

"Bukan memberikan pendidikan yang baik, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional justru mengajarkan kebohongan. Pembohongan ini merupakan tindakan yang mengajarkan pembodohan," tegas Roder Nababan.

Tidak Berjalan

Roder mengungkapkan, program pendidikan oleh pemerintah dengan mengatasnamakan BOS, selama ini pun tidak berjalan dengan baik. Sebab, masih banyak ditemukan pemotongan - pemotongan oleh instansi yang menyalurkan kepada setiap sekolah.

"Dari awalnya, LBH Sekolah menentang keras sistem penyaluran program dana BOS untuk seluruh sekolah di Indonesia. Sebab, tidak ada komisi atau lembaga tertentu sebagai pengawas yang dilibatkan untuk mengawasi penyaluran secara khusus. Akibatnya, penyimpangan sangat banyak ditemukan di setiap daerah," katanya.

Menurutnya, penyimpangan tersebut merupakan kegagalan menteri pendidikan sekarang ini, yang harus diganti untuk periode akan datang. Belum lagi dengan iklan pendidikan sekolah gratis oleh pemerintah yang dikeluarkan oleh Depdiknas, tidak dapat ditoleransi lagi, bila faktanya tidak ada di lapangan.

Di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal Depdiknas Dodi Nandika mengatakan, mempersilakan sekolah menghimpun dana masyarakat, terutama bagi siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang selama ini sudah dibantu dana BOS untuk operasionalnya. "Silakan saja kalau sekolah mau menarik dana masyarakat, namun sifatnya adalah sumbangan sukarela. Jika ada yang sudah ditentukan besarannya, lalu tiap bulan harus bayar, itu jelas pungutan dan dilarang keras. Masyarakat harus berani melaporkan ke Dinas Pendidikan," tegasnya.

Dia menegaskan, program sekolah gratis tidak mencakup seluruh kebutuhan siswa. Dana BOS yang tahun ini sebesar Rp 14 triliun hanya menutup biaya nonpersonal. [M-17/155/W-12]

Sumber: Suara Pembaruan, Jumat, 25 September 2009

No comments: