Judul Buku : The Science & Miracle of Zona Ikhlas
Penulis : Erbe Sentanu
Penerbit : Elek Media Komputindo, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2009
Tebal : lxxvi + 492 halaman
KESADARAN adalah aset manusia yang sangat penting. Namun, karena sering kalah promosi oleh kepintaran, ia menjadi modal yang jarang dibangun. Yang membedakan keduanya adalah kepintaran merupakan hasil pengolahan informasi di kepala, sedangkan kesadaran diolah di kepala informasi itu dan prosesor di hatinya. Hasilnya adalah suatu kesadaran yang berkadar oktan tinggi. Ketika mesin kesadaran yang bertenaga besar itu dinyalakan untuk menyelesaikan urusan hidup, output-nya tentu berbeda.
Buku The Science & Miracle of Zona Ikhlas, Aplikasi Teknologi Kekuatan Hati (2009) yang ditulis Erbe Sentanu ini adalah sekuel dari buku pertamanya, Quantum Ikhlas: Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati (2007). Tujuannya, membuat akselerasi hati dari buku Quantum Ikhlas (QI) sebelumnya. Buku tersebut juga dilengkapi dengan DVD penjelasan konsep QI dan petunjuk penggunaan CD audio brainwave digital player yang dimaksudkan untuk mengaktivasi tombol ikhlas di otak agar lebih memahami penjelasan dan kisah para pejuang ikhlas. Karya seorang spiritual motivation coach ini juga menjawab kerinduan bagi mereka yang membutuhkan suatu petunjuk operasional ''berserah diri'' yang sudah begitu sering kita dengar lewat berbagai tuntutan bijak seperti: ''Kita harus ikhlas. Sudahlah ikhlaskan saja...'' dan berbagai varian lainnya.
Buku ini terbagi atas dua bagian besar. Bagian pertama berisi tentang The Science of Zona Ikhlas yang mengulas berbagai pandangan sains yang menyebut bahwa ilmu ikhlas adalah ilmiah dan kebenarannya bisa dibuktikan. Bagian kedua berisi The Miracle of Zona Ikhlas yang menggambarkan kumpulan kisah-kisah inspiratif sarat makna para pejuang ikhlas dalam meraih sukses paripurna melalui jalan ikhlas.
Sukses paripurna menurut Mas Nunu -panggilan akrab Erbe Sentanu- berisi lima aspek. Yakni, kesuksesan finansial, kesuksesan mental, kesuksesan fisikal, kesuksesan relasional, dan kesuksesan spiritual. Cerita keajaiban lima aspek kesuksesan paripurna itu dijelaskan secara memikat dan menyentuh di bagian kedua.
Menurut Mas Nunu, zona ikhlas adalah sebuah wilayah di hati manusia yang bersifat kuantum dan dirindukan para pencari kebahagiaan maupun pencinta ilmu pengetahuan. Zona ini diyakini berisi segala kebutuhan hidup manusia bagai mata air sumber kecukupan alam semesta. Para ahli dan ilmuwan menyebut wilayah ini dengan berbagai nama. Misalnya, zero point field, a field, unified field, morphogenetic field, akashic field, collective unconscious, super consciousness, dan divine matrix atau alam murakabah.
Jika kita tengok kondisi bangsa kita saat ini, terlihat jelas betapa karut-marutnya masalah kian membuat banyak orang frustrasi. Masalah demi masalah tak kunjung dapat solusinya, bencana demi bencana datang silih berganti, sehingga pesimisme akan masa depan bangsa ini semakin tampak nyata kita rasakan. Di sinilah dibutuhkan revolusi hati. Sebuah revolusi sikap yang bergerak dan digerakkan oleh fitrah kesempurnaan Ilahi.
Di dalam hati yang terdalam, hanya niat mulia yang akan lahir. Niat yang menginginkan kebaikan dan rahmat bagi sekalian alam. Ada keinginan menjaga dan memperbaiki keadaan, niat kesetaraan dan kebersamaan, kesediaan memberi dan menerima, kemauan membantu dan kesediaan dibantu, niat kerelaan menjadi atau tidak menjadi, niat mencari kemudahan dan memudahkan urusan setiap makhluk. Inilah intisari perwujudan nasionalisme. Dengan bahasa lain, revolusi hati adalah bahan dasar menuju terwujudnya nasionalisme. Inilah yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini.
Senada dengan hal tersebut, Jakob Oetama dalam kata pengantarnya mengajak pembaca untuk terus berlomba berbuat kebaikan. Ini sesuai dengan firman-Nya dalam Alquran surat Al-Maidah ayat 48 yang berbunyi: fastabiqul khairat (berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan). Kebaikan di sini bermakna universal. Berbuat baik akan melahirkan ketenangan batin, kebahagiaan hati, dan kesempurnaan iman. Untuk itu, berbuat baik tidak saja dilakukan saat mendapat masalah, tapi setiap saat dengan memudahkan urusan orang lain. Jika kemudian bonusnya adalah berbagai kemudahan yang mampir dalam kehidupan kita, itu merupakan print out dari rekening tabungan spiritual kita.
Tragedi Manohara, Ambalat, TKI, bantuan asing, dan tragedi-tragedi lain bisa direduksi jika bangsa ini memiliki hati, jiwa, dan roh nasionalisme yang kuat seperti yang dipesankan The Founding Father Bung Karno di awal tadi. Di sinilah kita semestinya menyadari betapa bangsa ini membutuhkan orang-orang yang ikhlas berjuang dan berkorban untuk kemajuan bangsa. Jika para pahlawan dahulu mati di medan perang mengusir penjajah, saat ini kita harus berani mati melawan musuh-musuh kita seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, pengangguran, ketakutan, kemalasan, korupsi, kolusi, nepotisme, dan mafia peradilan. Tanpa revolusi hati, bangsa ini akan sangat sulit bangkit.
Dibandingkan dengan buku pertama, buku ini tampak lebih tebal dengan balutan hard cover dan desain warna yang memikat. Pilihan kertas art paper (AP) semakin menunjukkan bahwa buku ini bukan buku murah. Di sinilah perlunya penerbit cetak ulang edisi soft cover agar harganya lebih terjangkau sehingga banyak orang bisa memilikinya. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah hasil penjualan buku ini seratus persen akan disumbangkan kepada para pejuang ikhlas di bidang kesadaran lingkungan hidup dan pendidikan yang memerlukan dukungan.
Nah, konteks Hari Raya Idul Fitri 1430 H saat ini menemukan momentum bagi kita untuk senantiasa memelihara hati agar tetap dalam track yang istikamah. Artinya, fitrah manusia takwa harus mampu mewarnai sebelas bulan berikutnya.
Kita tidak bisa mengharapkan jawabannya lewat kecerdasan pikiran dan otak kita yang cenderung sibuk mempertanyakan kemungkinan kegagalan. Semua itu hanya akan kita temukan lewat hati yang kita biarkan terbuka untuk bicara, lewat kebesaran hati kita, lewat kelapangan dada kita, dan lewat revolusi hati yang ikhlas. (*)
Rohmah Maulidia, Dosen STAIN dan IAIRM Pesantren Walisongo Ngabar, Ponorogo
Sumber: Jawa Pos, Minggu, 27 September 2009
No comments:
Post a Comment