* Malaysia Lebih Dulu Dapat Pengakuan dari UNESCO
Jakarta, Kompas - Indonesia dan Malaysia masing-masing sedang mempersiapkan dokumentasi seni teater tradisional Melayu, mak yong, untuk diusulkan sebagai Memory of the World atau Kenangan Dunia. Kedua negara sama-sama memiliki jenis kesenian ini dengan sedikit perbedaan.
Pada seni mak yong Malaysia yang sering dipentaskan di Negara Bagian Kelantan, Kedah, dan Trengganu, biasanya pemain tidak memakai topeng dan alat musiknya terbatas. Adapun pada mak yong yang sering dipentaskan di Riau, para pemain biasanya memakai topeng dan alat musiknya ditambah gedomba sehingga lebih lengkap.
Meski demikian, Malaysia selangkah lebih maju karena mak yong berciri Malaysia telah diterima badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) sebagai warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage) tahun 2005 lalu.
”Namun, untuk dicanangkan sebagai Memory of the World (MoW), peluang Indonesia sangat besar,” kata Pudentia, peneliti dan pakar budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Dia mengatakan hal itu pada seminar Memory of the World bertajuk ”Peduli Budaya dan Warisan Dokumenter untuk Meningkatkan Jati Diri dan Harga Diri Bangsa” di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, Senin (14/9). ”Mak yong yang sudah ada sejak 150 tahun lalu sudah masuk nominasi sebagai Memory of the World, tetapi masih perlu dilengkapi,” ujar Pudentia.
MoW adalah program UNESCO yang memberikan perhatian kepada ingatan kolektif manusia berupa warisan dokumenter yang secara sah dapat menjadi bukti kejadian penting dalam sejarah umat manusia.
Usul Indonesia tentang Nagarakrtagama sebagai Kenangan Dunia telah diterima tahun 2008 lalu. Indonesia juga mengusulkan dokumentasi mak yong dan I La Galigo dalam Kenangan Dunia.
Peneliti dan pakar budaya Mukhlis PaEni mengatakan, I La Galigo diusulkan karena merupakan salah satu karya sastra besar dunia. Di dalamnya ada cerita berbingkai ibarat cerita bersambung yang tak pernah habisnya. ”Naskah aslinya ada 6.000 halaman, per halaman ada 50 baris, atau lebih kurang 300.000 baris panjangnya. Sekitar 1,5 lebih panjang dari epos Mahabrata,” ujarnya. (NAL)
Sumber: Kompas, Rabu, 16 September 2009
No comments:
Post a Comment