Jakarta, Kompas - Media massa adalah sarana pembinaan bahasa Indonesia karena memiliki jangkauan khalayak yang luas. Setiap kata atau istilah yang disajikan media massa semestinya dapat dijadikan acuan bagi masyarakat. Namun, pada kenyataannya masih banyak media massa yang menyajikan kata atau istilah yang tidak mengikuti kaidah yang baku.
Penilaian itu disampaikan Abdul Gaffar Ruskhan dari Pusat Bahasa dalam diskusi terkait serapan bahasa Arab di media massa di Universitas Tarumanagara (Untar), Jakarta, Selasa (8/9). Narasumber lain pada diskusi yang digelar Fakultas Ilmu Komunikasi Untar dan Forum Bahasa Media Massa (FBMM) itu adalah Martin Moentadhim SM (wartawan senior).
Bahkan, lanjut Gaffar, tidak jarang kata yang sama ditulis tidak konsisten pada media massa yang sama. Dari pengamatannya, banyak media massa yang menulis istilah agama yang keliru.
Terkait kata yang berasal dari bahasa Arab, ia menemukan ada media massa yang menulis bulan puasa dengan ramadan dan ramadhan. Padahal, harus dibedakan antara transliterasi dan serapan. Transliterasi hanya digunakan untuk mengalihhurufkan tulisan Arab ke tulisan latin (Indonesia) dan pada umumnya disesuaikan dengan kaidah organisasi atau media massa.
Kaidah transliterasi tak digunakan untuk menuliskan kata/istilah yang terserap dalam bahasa Indonesia. ”Kata subuh, asar, zuhur, syawal, ramadan, misal, taat, dan hadir tidak lagi kita pandang sebagai bahasa Arab karena sudah terserap dalam bahasa Indonesia,” kata Gaffar.
Martin berharap, media massa memiliki ketaatan pada Pusat Bahasa sebagai institusi yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kata yang benar. (tra)
Sumber: Kompas, Rabu, 9 September 2009
No comments:
Post a Comment