Monday, September 28, 2009

Cabut Iklan Sekolah Gratis

[JAKARTA] Ketua Klub Guru Ahmad Rizali menegaskan, Depdiknas harus segera mencabut iklan sekolah gratis karena tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Kalau mau sekolah digratiskan, tidak perlu digembor-gemborkan melalui iklan.

Rizali kepada SP di Jakarta, Minggu (27/9) menegaskan, kalaupun sekolah gratis direalisasikan, seharusnya dilakukan dengan pengawasan ketat. Dikatakan, daripada mengiklankan sekolah gratis yang tidak jelas maknanya lebih baik pemerintah mengimbau guru atau masyarakat untuk lebih peduli kepada anak-anak yang belum atau tidak mengenyam pendidikan untuk disekolahkan.

"Guru harus proaktif, jika melihat anak-anak di sekitar sekolah mereka yang tidak sekolah karena ketidakmampuan orangtuanya. Sekolah atau guru harus menarik anak-anak itu untuk bersekolah. Bukankah tunjangan guru sudah besar. Itu lebih bijaksana," katanya.

Korupsi Dana BOS

Sementara itu, peneliti bidang pendidikan Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri, secara terpisah di Jakarta, Minggu menyatakan, penyelewengan dana bantuan operasional sekolah (BOS) merupakan ironi sekolah gratis. Sebab, sekitar 60 persen sekolah menyelewengkan dana BOS dan pungutan malah marak di sekolah.

Disebutkan, dana BOS yang ditilap mencapai Rp 13,7 juta per sekolah. Buktinya, berdasarkan audit (Badan Pengawas Keuangan (BPK) diketahui bahwa terdapat 6 dari 10 sekolah menyimpangkan dana BOS. Selain itu, katanya, ICW juga menemukan beberapa dinas kabupaten/kota mengarahkan pengelolaan dana alokasi khusus (DAK) kepada pihak ketiga.

Temuan ICW, terdapat pula dana sekitar Rp 852,7 miliar yang berpotensi diselewengkan dalam pengelolaan anggaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Dia mengemukakan, Depdiknas juga dinilai gagal dalam mengelola anggaran pendidikan yang besar, karena laporan keuangan Depdiknas hanya bisa mendapat status opini Wajar Dengan Pengecualian pada tahun 2008 dari BPK.

Dikatakan, tingginya dana yang berpotensi untuk diselewengkan tersebut merupakan ironi di tengah meningkatnya anggaran pendidikan dan anggaran Depdiknas. "Depdiknas saat ini merupakan penyandang alokasi anggaran yang paling besar," katanya.

Dia mengingatkan, Depdiknas periode 2004-2009 mengelola anggaran 115 persen lebih besar dari periode sebelumnya. ICW juga menyatakan penindakan kasus korupsi di sektor pendidikan masih sangat rendah, antara lain karena penegak hukum terkesan tidak terlalu serius dalam mengurus jenis kasus korupsi bidang pendidikan.

"Penindakan kasus korupsi pendidikan masih sangat rendah dibandingkan dengan besaran alokasi pendidikan dan potensi korupsi pendidikan berdasarkan audit BPK," katanya.

Menurutnya, penindakan kasus korupsi pendidikan hanya menjerat pelaku di tingkat dinas pendidikan dan sekolah. Sementara banyak pelaku di tingkat departemen dan DPR masih bebas. Sejauh ini, sebanyak 287 pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka yang sebagian besarnya berasal dari dinas pendidikan sebanyak 42 orang dan jajarannya sebanyak 67 orang.

"Penindakan kasus korupsi pendidikan masih sangat rendah dibandingkan dengan besaran alokasi pendidikan dan potensi korupsi pendidikan berdasarkan audit BPK," katanya.

Koordinator Koalisi Pendidikan Lody Paat mengemukakan, korupsi sangat menghambat kemajuan pendidikan. "Korupsi di sekolah akan meninggalkan jejak kepada anak-anak dan bisa mengganggu perkembangan moral mereka," katanya. [W-12]

Sumber: Suara Pembaruan, Senin, 28 September 2009

No comments: