Tuesday, April 08, 2008

UU Menentukan Pengembangan Bahasa

[JAKARTA] Perangkat undang-undang (UU) yang kuat untuk mengatur kebahasaan menjadi faktor penting meningkatkan dan mengembangkan bahasa nasional seperti bahasa Indonesia. Pemerintah maupun DPR sebagai pembentuk UU negara dapat menggunakan perangkat regulasi tersebut untuk mendukung penerapan strategi peningkatan bahasa Indonesia.

Pakar bahasa dari Indonesia, Jan Hoesada di seminar Bahasa dan Sastra Majelis Bahasa Malaysia, Brunai dan Indonesia (Mabbin) dan Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera), Selasa (8/4) di Jakarta mengatakan, strategi-strategi peningkatan bahasa seperti strategi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berhampiran kebahasaan dapat digunakan oleh pemerintah dan Depdiknas untuk meningkatkan fungsi bahasa Indonesia. UU tentang bahasa tersebut menurutnya harus memberikan ruang kedinamisan kepada masyarakat dalam menggunakan bahasa.

Tetapi diingatkan, peraturan itu jangan sampai memasung kebebasan penggunaan bahasa, terutama penggunaan bahasa daerah yang merupakan bahasa ibu atau bunda dari masyarakat di suatu negara. "Jadi istilah-istilah bidang iptek yang baru dapat diterapkan dalam bahasa Indonesia," katanya.

Hal senada juga diungkapkan pakar bahasa Brunei Darussalam Azmi bin Abdullah yang mengatakan, dengan berkembangnya dunia iptek dan cyber di era globalisasi ini membutuhkan suatu usaha yang konsisten untuk meningkatkan fungsi bahasa.

Jembatani Perbedaan

Sehari sebelumnya, Kepala Pusat Bahasa Departemen Dendy Sugono, Senin (7/4) mengatakan, pengembangan dan perumusan kosa kata bahasa Indonesia-Melayu merupakan tindak lanjut dari Mabbim untuk menjembatani perbedaan perkembangan bahasa Melayu di tiga negara tersebut. Sampai saat ini, para ahli bahasa dari Pusat Pengembangan Bahasa Melayu dari negara-negara yang tergabung dalam Mabbim mampu mengembangkan dan merumuskan 410.000 istilah baru.

Istilah baru yang nantinya akan digunakan dalam kehidupan berbahasa di masing-masing negara yang berada dalam satu rumpun itu. Masyarakat dari tiga negara itu, akan menggunakan istilah yang telah dikembangkan dan disepakati oleh para ahli bahasa Mabbim.

Misalnya, kata-kata seperti television, information, dan communication, akan berubah mengikuti kaidah istilah Indonesia menjadi televisi, informasi, dan komunikasi. Pada akhirnya, masyarakat dari Brunei Darussalam dan Malaysia dapat mengetahui dan memahami istilah-istilah itu.

Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo dalam kata sambutannya mengingatkan, dengan terjadinya interaksi yang intens dalam peradaban dunia era globalisasi, mengakibatkan terganggunya warna budaya nasional suatu negara karena pengaruh kebudayaan asing. Kebudayaan asing, katanya, akan menginfiltrasi kebudayaan suatu bangsa dengan menempatkan berbagai istilah asing dalam kosa kata bahasa nasional. [RRS/M-15]

Sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 8 April 2008

No comments: