Saturday, April 05, 2008

Sastra: Keburukan Kampung di Mata Penyair

SEMARANG-Siapa pun tidak akan menduga Aan Mansyur (26), penyair kelahiran Bone Sulawesi Selatan, akan membedah hasil pengamatannya atas berbagai kerusuhan dan keburukan kampung halamannya. ”Televisilah yang menjadi sumber kerusakan di Makassar,” ujarnya lirih.

Tapi betapapun kalem dan tanpa tekanan sedikitpun, kalimatnya itu telah membuat siapapun terhenyak, terutama para wartawan yang Kamis (3/4) malam itu, bersama puluhan hadirin, menyambangi acara Temu Penyair Muda di Galeri Rumah Seni Yaitu, Kampung Jambe 280.

Di tengah cerita pengalamanannya bermain kata dalam puisi, mereka-reka metafora hingga kerja kerasnya di Komunitas Ininnawa, Bibliholic, dan Panyingkul, kalimat ”hujatan” itu muncul.

”Tayangan televisi telah mengonstruksi kekerasan di Makassar, menciptakan image keburukan dari segala keburukan,” tambahnya dalam acara yang digagas oleh Komunitasku tersebut.

Penyair muda yang baru saja meluncurkan buku puisinya Aku Hendak Pindah Rumah itu mengkritisi bagaimana Makassar berubah setelah menjamurnya televisi swasta.

Kendati diselenggarakan secara sederhana, acara yang dipandu oleh Aditia Armitrianto tersebut, cukup banyak direspons para penikmat sastra di Semarang. Tampak hadir penyair senior Semarang seperti Timur Sinar Suprabana, Triyanto Triwikromo, Teguh Wage Wiyono, dan Sitok Srengenge. (H30-45)

Sumber: Suara Merdeka, Minggu, 5 April 2008

No comments: