Friday, April 25, 2008

Teropong: Pelurusan Sejarah Boedi Oetomo

-- Ki Supriyoko*

MESKIPUN peringatan 100 tahun kelahiran Boedi Oetomo atau BO yang dijadikan Hari Kebangkitan Nasional masih beberapa minggu lagi, di Yogyakarta telah terjadi ”Hari Kebangkitan Keluarga”. Sejumlah anak cucu pendiri BO yang bergabung dalam Paguyuban Keluarga Besar Pendiri Boedi Oetomo menyatakan bahwa dr Wahidin Soedirohoesodo bukanlah pendiri BO. Mereka menuntut dilakukan pelurusan sejarah.

Pernyataan tersebut barangkali saja sedikit mengejutkan kita. Pasalnya banyak anggota masyarakat, khususnya para pelajar, yang telanjur tahu dan meyakini bahwa Wahidin (bersama Soetomo, dkk) merupakan pendiri BO. Apalagi Wahidin pernah memimpin BO.

Para guru sejarah banyak yang telanjur mengajarkan bahwa Wahidin sebagai pendiri BO. Para kepala sekolah dalam memberi sambutan memperingati Hari Kebangkitan Nasional banyak yang sudah telanjur menyebut Wahidin sebagai pendiri BO. Hal yang sama juga dilakukan oleh sementara pejabat di tingkat desa, kecamatan, dan bahkan kabupaten/kota. Sebagian buku dan situs internet pun ada yang menyebut Wahidin sebagai pendiri BO.

Pendapat ahli sejarah

Tuntutan pelurusan sejarah tersebut mendapat respons yang beragam dari masyarakat, baik di dalam maupun luar negeri. Ada yang merespons positif, negatif, dan ada pula yang tak acuh. Bahkan ada yang bertanya ada kepentingan politik apa di balik tuntutan tersebut. Yang lebih menarik ternyata pendapat ahli sejarah berkelas dunia pun tidak sama.

Adalah Djoko Suryo. Guru besar pada Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta alumnus Department of History, Monash University, Australia, ini berpendapat bahwa untuk menyatakan Wahidin bukanlah pendiri BO harus didukung dengan bukti yang kuat. Implikasinya, keluarga pendiri BO harus mampu menyampaikan bukti-bukti yang mendukung pernyataan mereka tersebut. Tidak cukup satu bukti, tetapi banyak bukti.

Pernyataan Mas Djoko tersebut kiranya bersifat normatif dan berada dalam jalur akademis. Memang demikianlah seharusnya; untuk menyatakan Wahidin bukan pendiri BO harus didukung bukti yang kuat; sama halnya untuk menyatakan Wahidin adalah pendiri BO pun juga perlu bukti yang kuat. Analoginya, untuk menyatakan Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, dan lain-lain sebagai pendiri BO pun harus didukung bukti yang kuat.

Merle C Ricklefs, guru besar pada Department of History, National University of Singapore (NUS) Singapura, mempunyai pendapat yang langsung menukik ke permasalahan. Ahli sejarah kelas dunia yang minggu lalu mengunjungi saya di Yogyakarta tersebut menyatakan bahwa tuntutan keluarga itu betul. Pak Ricklefs menyatakan bahwa memang benar Wahidin itu mengilhami berdirinya BO, namun sebenarnya bukan Wahidin yang mendirikan BO.

Penekun ilmu sejarah Indonesia tentu sudah membaca buku karya MC Ricklefs, A History of Modern Indonesia, yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi Sejarah Indonesia Modern. Di dalam buku tersebut Ricklefs menyatakan bahwa pada tahun 1907 Wahidin telah berkunjung ke STOVIA, mendapat tanggapan sangat antusias dari pelajar di sana sebelum akhirnya para pengajar tersebut mendirikan BO pada Mei 1908.

”In 1907 Wahidin visited STOVIA and there ... he encountered an enthusiastic response from the students. It was decided to create a student organisation to further the interests of the lesser priyayi and in May 1908 a meeting was held at which Budi Utomo was born”; demikianlah tulisnya.

Pandangan Pak Ricklefs tersebut sama dengan informasi dalam situs Wikipedia Indonesia dalam ”Wahidin Sudirohusodo”. Di dalam situs ini secara eksplisit diinformasikan bahwa Wahidin Sudirohusodo, dr (Melati, Yogyakarta, 7 Januari 1852-26 Mei 1917) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia. Namanya selalu dikaitkan dengan Budi Utomo karena walau pun ia bukan pendiri organisasi kebangkitan nasional itu, dialah penggagas berdirinya organisasi yang didirikan oleh para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen Jakarta itu.

Harus hati-hati

Muatan politik (praktis) dalam tuntutan pelurusan sejarah tersebut kiranya sangat kecil, untuk menyatakan tidak ada. Namun, pemerintah hendaknya hati-hati dalam menyikapinya.

BO adalah organisasi besar dan monumental bagi bangsa Indonesia. BO adalah organisasi modern pertama yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, meski ketika itu terminologi Indonesia itu sendiri masih bersifat embrional. Itulah sebabnya hari lahir BO, 20 Mei, ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Bukan itu saja, ketika kita bicara sejarah Indonesia modern, maka titik awalnya adalah momentum lahirnya BO.

Di sisi yang lain, kalaupun nanti terdapat bukti-bukti yang kuat bahwa Wahidin bukan pendiri BO, janganlah menimbulkan sikap antipati masyarakat terhadap Wahidin. Bagaimanapun, Wahidin adalah inspirator sekaligus penggagas berdirinya BO; di samping dalam Kongres Ke-2 terpilih sebagai Ketua BO. Belum lagi jasanya berkeliling ke kota-kota besar di Pulau Jawa untuk menyosialisasikan pemikiran perlunya pengumpulan ”dana pelajar”; yaitu dana untuk menyekolahkan pemuda-pemuda Indonesia yang mempunyai keterbatasan ekonomi agar menjadi kaum cerdik-pandai guna memerdekakan bangsanya.

Pelurusan sejarah memang penting, namun menghormati jasa pahlawan kiranya jauh lebih penting!!!

* Ki Supriyoko, Pamong Tamansiswa; Mantan Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan (BPPN); Wakil Presiden PAPE, Tokyo, Jepang

Sumber: Kompas, Jumat, 25 April 2008

No comments: