Monday, April 21, 2008

Seni Tradisi: Dari Wayang Orang hingga Tapak Tilas Sejarah

GEDUNG Wayang Orang Bharata yang berlokasi di kawasan Senen, Jakarta Pusat, belakangan pada sore hari terdengar riuh rendah. Suara perempuan yang giat berlatih wayang orang terdengar sangat jelas. Ketika menengok ke dalam, tampak di antaranya, penyanyi Memes, peragawati Nana Krit, mantan peragawati Ratih Dardo Subroto, penari Linda Karim, perancang busana Citra, dan puluhan perempuan lainnya.

Mereka tentu bukan 'pasukan' dari wayang orang Bharata, melainkan dari paguyuban wayang orang Kunti Nalibroto. Para penari itu sedang mempersiapkan pementasan wayang dengan lakon Maharesi Bisma yang rencananya digelar di Balai Kartini, Jakarta, 29 April mendatang.

Penampilan paguyuban Kunti Nalibroto di depan publik nanti adalah yang keempat kalinya. Namun, penampilan mereka dalam memperingati Hari Kartini sangat istimewa. Selain ingin menghibur penonton, pementasan mereka pun ingin memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (Muri).

Pementasan mereka akan dicatat dalam Muri. Pasalnya, seluruh pemain dan pendukung pementasan tersebut adalah kaum perempuan. "Ini benar-benar pertama kali dilakukan. Tercatat sebagai yang pertama di Indonesia dengan menampilkan seluruh pemain dan pendukung acaranya perempuan," kata Ratih Dardo Subroto, Ketua Umum Paguyuban Wayang Orang Putri Kunti Nalibroto di Jakarta, beberapa hari lalu.

Menurut istri dari mantan Menteri Pertambangan dan Energi Subroto itu, para perempuan yang terlibat dalam lakon kali ini terdiri dari penari, pengrawit, sutradara, pelatih, dalang, produser, direktur kreatif, dan manajer panggung. "Pokoknya semua serbaperempuan," ungkapnya.

Ratih menambahkan, paguyuban itu sendiri sudah terbentuk empat tahun silam. Bermula dari kumpul-kumpul beberapa ibu rumah tangga yang merasa cemas melihat anak-anaknya lebih mengenal kebudayaan Barat. Anak-anak mereka juga lebih mengidolakan tokoh dari luar negeri ketimbang dari negerinya sendiri.

''Kami khawatir kalau anak-anak tidak lagi mengenal budaya bangsa sendiri. Bisa-bisa kebudayaan kita punah,'' ujarnya. Karena itu, para ibu tadi sepakat untuk membentuk paguyuban yang akan memberikan pengenalan kebudayaan lokal kepada anak-anak mereka.

''Nah, salah satunya dengan memainkan wayang orang ini. Selain kami yang bermain, kami juga mengajak anak-anak kami. Jadi, mereka dapat mengenal budaya sendiri,'' tambah Ida Soeseno yang membidangi publikasi paguyuban tersebut.

Saat ini, paguyuban itu sudah menghimpun lebih dari 100 orang. ''Sekarang sudah sekitar 100 orang lebih yang bergabung di sini. Ada yang masih kuliah, bahkan juga ada yang sudah berusia 60 tahun. Kami bergabung di sini karena kesadaran untuk melestarikan kebudayaan tradisional,'' ungkapnya.

Namun, ia menambahkan, untuk pementasan itu hanya 80 orang yang terlibat. Pementasan itu sendiri, menurut Ratih, akan menggunakan bahasa Jawa. "Karena memang kita ingin benar-benar mengenalkan wayang orang kepada masyarakat luas," ungkapnya.

Lalu bagaimana kalau penontonnya bukan orang Jawa? "Kami akan memberikan narasi di sela-sela babak pertunjukan dengan bahasa Indonesia. Selain itu, di layar besar juga akan dituliskan dialog dalam bahasa Inggris jadi orang bule yang menonton bakal mengerti," ungkapnya.

Sementara itu, juga dalam rangka Hari Kartini, sekelompok perempuan yang tergabung dalam Yayasan Warna-Warni Indonesia akan mengadakan kegiatan wisata sejarah dan budaya bertema The cities of Kartini's passion. Yakni, kegiatan tapak tilas tempat-tempat bersejarah yang pernah diceritakan Kartini dalam surat-suratnya kepada Abendanon (1902-1905).

Kegiatan tersebut dilaksanakan pada 25-27 April 2008. Tempat yang akan dikunjungi antara lain Kampung Ukir yang terletak di belakang gunung dekat rumah Kartini di Kabupaten Jepara. Ada juga Klenteng di Kampung Welahan yang menginspirasi Kartini menjadi seorang vegetarian dan mengaku sebagai 'penganut' Buddha.

Menurut Ketua Yayasan Warna-Warni Indonesia (YWWI) Krisnina Maharani Akbar Tandjung, kegiatan itu bertujuan menggugah masyarakat agar semakin mencintai budaya dan sejarah bangsa. "Kami berharap, kegiatan-kegiatan itu akan membangkitkan rasa percaya diri daerah akan sejarah lokal dan potensi yang dihasilkannya, seperti kerajinan batik Laseman Rembang, kain tenun Troso Jepara, ukiran, dan tentu saja kulinernya," ujar ketua yayasan yang akrab disapa Nina Akbar Tandjung itu.

Sebagai bagian dari misi untuk memberdayakan sejarah Kartini, Yayasan Warna-Warni Indonesia juga akan menyumbangkan buku-buku Kartini untuk koleksi Museum Kartini dan beberapa sekolah di Jepara dan Rembang, Jawa Tengah.

Sementara itu, sekelompok perempuan lainnya membentuk organisasi nirlaba Ikatan Pembauran Perempuan Pengusaha Indonesia (IPPI) yang berupaya mewujudkan perempuan pengusaha yang profesional, cerdas, tangguh, dan berbudi pekerti mandiri untuk dapat go international.

Ketua Umum IPPI Belina Andra mengatakan pihaknya berusaha mewujudkan pembauran bagi perempuan pengusaha yang tidak membedakan suku, agama, dan profesi.(Eri Anugerah/H-2)

Sumber: Media Indonesia, Senin, 21 April 2008

1 comment:

Unknown said...

Salam,

Swargaloka Art Department mengharapkan kehadiran Ibu dan Bapak sekalian untuk menyaksikan :

Acara : Pagelaran Drama Wayang Orang berbahasa Indonesia dengan lakon : “Rahwana Lahir"
(Sutradara : Dra. Dewi Sulastri, Pemain : Teguh Kenthus Ampiranto, Nanang Ruswandi, Ali Marsudi SSn, Agus Prasetyo SSn)

Hari / tanggal : Minggu, 13 Juli 2008

Waktu : 15.00 – 17.30 WIB


Tempat : Gedung Pewayangan Kautaman Taman Mini Indonesia Indah

Harga Tiket Rp.100.000,- , Rp.150.000,- dan Rp. 250.000,- (VIP)


untuk reservasi dapat menghubungi Mita di 0816 1172236 atau email : mita@andhika.co.id atau YM :loveu24everdear@yahoo.com