Sunday, April 13, 2008

Profil Minggu Ini: Dakwah lewat Karya Sastra

Habiburrahman El Shirazy
Novelis Muda


JALAN yang dipilih Habiburrahman El Shirazy untuk berkarya lewat sastra sekaligus berdakwah telah membuahkan hasil. Lewat karyanya, bisa menjadi bukti ia sudah mengajak orang berbuat baik.

Novelis muda Indonesia kelahiran 30 September 1976, yang biasa disapa Kang Abik ini, adalah penulis novel Ayat-Ayat Cinta (AAC). Sejak 2004, novel ini menjadi booming. Bahkan, kisahnya diangkat menjadi film, yang sudah disaksikan 3,5 juta pasang mata. Novelis yang pernah menimba ilmu di Mesir pada 1995 hingga 2002, sudah menulis sepuluh lebih novel, yang banyak menjadi best seller.

Totalitas waktu dan konsentrasi penuh dalam berkarya, mengantarkan novel Kang Abik menjadi karya sastra yang banyak diminati. "Dengan energi luar biasa, saya kerjakan AAC ini hanya dalam sebulan, siang dan malam. Hasilnya lebih baik," ujar Abik, yang banyak disebut-sebut The Young of Hamka di beberapa portal.

Penyuka traveling ini, justru selalu merindukan memiliki waktu sebulan penuh khusus untuk menulis. "Ingin seperti ibu yang mengandung bayinya, malah dalam 9 bulan menjaga bayi dalam kandungannya," ucapnya.

Tidak heran, nama pengajar Bahasa Arab dan Fikih MAN 1 Yogyakarta ini pun melejit di dalam negeri sampai negeri Jiran seperti Brunei, Malaysia, dan Singapura. Novel AAC pun dijadikan karya sastra perbandingan di salah satu perguruan tinggi di Malaysia.

Dalam pekan lalu, penulis ini berkunjung ke Lampung, untuk hadir dalam diskusi mengkaji novelnya Ayat-Ayat Cinta, didampingi Ahmadun Yosi Herfanda, Redaktur Sastra Republika. Kunjungan pertama kali ini menyambangi IAIN Raden Intan Bandar Lampung, Toko Buku Gramedia, dan Ponpes Al-Iman Islam, Way Jepara, Lampung Timur.

Di sela-sela tiga kunjungan itu, wartawan Lampung Post Dwi Wahyu Handayani, sempat mewawancarainya. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana awal Anda menulis?

Awalnya saya lebih sering menulis puisi dan naskah drama ketika bersekolah di Madrasah Aliah Solo. Mulai menulis untuk komersial berawal ketika kuliah di Universitas Al Azhar, Kairo, hingga S-2.

Beasiswa yang saya dapatkan terbatas. Dalam kondisi itu saya harus tetap survive demi terus bisa tolabul 'ilmi. Saya banyak menulis puisi dan cerpen. Juga menerjemahkan naskah dari bahasa Arab ke Indonesia, saat itu 1 halaman dihargai 1 dolar.

Bagaimana proses menulis novel AAC?

Konsentrasi, energi dan semangatnya benar-benar tercurah, sehingga kelar dalam waktu sebulan. Semangat menulis AAC, terdorong keinginan membuktikan bahwa saat kondisi tidak berdaya tetap dapat berkarya. Saya menulis novel ini ketika berada pada waktu kejenuhan, kala dokter memvonis harus diam di rumah karena kaki kanan patah akibat kecelakaan.

Tahun 2003, dalam perjalanan Solo-Yogyakarta untuk menunaikan tugas mengajar di MAN 1 Yogyakarta, saya mengalami kecelakaan di Mlati--Sleman. Dokter menyatakan kaki kanan patah, akhirnya harus dirawat selama 9 hari di rumah sakit. Dokter menyarankan selama 10 bulan, kaki kanan tersebut tidak boleh menjadi tumpuan sehingga tidak boleh bepergian. Satu dua bulan saya bertarung dengan rasa sakit. Tiga bulan saya merasa bosan. Terbetiklah motivasi untuk menulis novel.

Setelah selesai, print out-nya saya kopi sebanyak tujuh salinan. Saya kirimkan ke beberapa sastrawan, di antaranya Ahmadun Yosi Herfanda, Ahmad Tohari, Helvy Tiana Rosa, Faudzil Adzim, Joni Ariadinata, Anna R. Nawaning, dan Hamizar "Bazarvio" Ridwan. Mereka merespons bagus dengan penuh perhatian dan sayang. Respons itu, akhirnya menjadi petikan tulisan di cover belakang novel. Bahkan, Ahmadun yang kebetulan redaktur sastra Republika, menawarkan naskah itu dimuat secara bersambung. Jadilah novel dengan tokoh utama Fahri tersebut dikisahkan di harian tersebut selama 159 hari.

Kondisi tidak berdaya justru membuat motivasi berkarya. Seberapa hebat motivasi itu Anda rasakan saat itu?

Kondisi karena kecelakaan itu, seolah membuat batas hidup dan mati sangat tipis. Banyak kecelakaan seperti itu, mengakibatkan nyawa bablas. Tetapi, saya diberi tambahan umur. Saya justru merasa belum berbuat sesuatu. Niatan, karya saya ini kelak menjadi saksi di akhirat bahwa saya sudah mengajak orang berbuat baik.

Dari mana inspirasi novel itu sehingga bisa membius banyak orang?

Inspirasi AAC itu berasal dari ayat Alquran Surat Al-Zuhruf Ayat (67). Dalam surat tersebut, Allah swt. berfirman bahwa orang-orang yang saling mencintai satu sama lain pada hari kiamat akan bermusuhan, kecuali orang-orang yang bertakwa. Saya pikir jatuh cinta dan saling mencintai tetap akan bermusuhan juga pada hari kiamat, kecuali orang yang bertakwa.

Jadi, hanya cinta yang bertakwa yang tidak mengakibatkan orang bermusuhan. Itu yang kemudian menjadi renungan saya. Saya pengin juga menulis novel tentang cinta, tetapi yang sesuai dengan ajaran Islam, yang menurut saya benar.

Karya saya adalah perpaduan antara sastra dan pesantren. Rujukan saya adalah karya para ulama dahulu. Pedoman menulis saya adalah Alquran. Dengan Alquran, insya Allah orang akan selamat dan sukses.

Bagaimana kiat Anda untuk penulis muda lain agar bisa menghasilkan karya sefenomenal novel AAC?

Pertama, rajin membaca karya sastra. Kedua, terus berlatih menulis. Saya sejak sekolah di madrasah aliah dahulu, kerap menulis apa pun yang saya rasakan di buku harian. Tiga tahun di Aliah, saya punya tiga buku dari catatan harian itu. Saya ungkapkan semua dalam catatan harian, termasuk ketika menaksir seorang cewek, tetapi tidak berani mengungkapkan, hanya dipendam.

Saya menulis seolah menulis surat kepadanya. Andai surat itu saya sampaikan kepadanya, pasti akan kelenger he...he...dengan hati membubung tinggi karena banyak kata-kata indah.

Dalam semua novel yang Anda tulis, selalu bertema cinta, mengapa?

Siapa yang tidak ingin dicintai...tidak ingin mencintai? Siapa?! Saya justru ingin dakwah dengan cinta. Cinta itu universal, semua orang pasti merasakan. Itu jawabannya.

Selain, novel Anda ingin menulis yang lain?

Insya Allah, ke depan ini masih fokus menulis sastra berupa novel dan cerpen. Baru kemudian mungkin juga buku-buku ilmiah.

Bagaimana tanggapan terhadap film AAC?

Saya belum puas. Jadi pada film selanjutnya, ingin lebih baik lagi. Skenario film tersebut berbeda dengan ide cerita yang ditulis dalam novel. Tetapi, tetaplah kita harus menghargai karya film AAC. Menteri Pariwisata Jero Wacik Djalal pun berucap kalau di Belanda ada film Fitna, di Indonesia Allah mentakdirkan ada film AAC.

Film AAC kok mengesankan lebih menonjolkan poligami. Padahal dalam novelnya tidak?

Saya tidak terlibat pembuatan film itu. Jadi kalau bertanya mengapa film lebih memperpanjang poligami, tanyakan kepada sutradara filmnya. Dalam novel, saya lebih menggambarkan sosok Fahri yang tegar menghadapi cobaan hidup. Juga, bagaimana semangat belajarnya yang tinggi, hingga ia mendapat beasiswa untuk kuliah di Al Azhar, Mesir. Itu yang tidak tergambar dalam film.

Tanggapan Anda sendiri tentang poligami?

Poligami dalam pandangan Islam sebenarnya sudah jelas. Dalam hal ini ada ruhsoh atau keringanan yang mengartikan poligami sebagai solusi, tetapi dilaksanakan dengan syarat, yang telah diungkapkan jumrul ulama. Dalam surat An-Nisa, ayat ketiga diungkapkan "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim bilamana kamu mengawininya, kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: Dua, tiga, atau empat...." Tetapi, sekali lagi solusi bukan tujuan. Saya pun menyatakan istri saya tetap satu.

Dalam An-Nisa: 129, "Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung."

Lalu, An Nisa: 3 "Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja...."

Bahkan ungkapan Ibnu Kudaimah, wanita boleh mensyaratkan agar suaminya tidak melakukan poligami. Saya tidak ingin ekstrem memopulerkan poligami, tetapi juga tidak secara ekstrem menolak poligami.

Menolak poligami...berarti juga tolak ayat-ayat Alquran, yang sama saja nilainya dengan menolak Alquran. Jelasnya, harus menempatkan ini secara adil. Kenapa saya katakan solusi?

Saya mempunyai istri yang sangat dicintai dan mencintai saya. Tetapi, ini semoga tidak terjadi (sembari menghela napas). Suatu ketika istri sakit yang membuat tidak bisa melaksanakan kewajiban. Sementara itu, saya normal yang butuh istri untuk memenuhi juga. Pilihannya, apakah cerai, zalim engga? Kedua, mencari perempuan lain berarti zina, ketiga saya merusak diri sendiri. Anda ingin hal itu?

Lalu terakhir mencari wanita untuk dinikahi. Kalau perlu istri yang mencarikan, itulah mulianya sebagai istri. Jadi, mana yang lebih manusiawi? Beginilah poligami, bukan tujuan. Tetapi, pemahaman seorang habib ini bisa keliru juga.

Novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB), rencananya juga difilmkan, harapan Anda?

Harapan saya film ini tidak kalah heboh dari AAC. Novel KCB ini terdiri dari dua jilid yang merupakan novel best seller yang diterbitkan Penerbit Republika. Saya harap alur persis dengan novel.

Oleh sebab itu, saya akan banyak terlibat penggarapan, mendampingi sutradara senior Khairul Umam, baik proses audisi para pemainnya sehingga bisa mendapatkan aktor dan aktris yang karakternya mendekati tokoh di novel. Siapa tahu aktor dan aktrisnya ada yang dari Lampung (berkelakar).

Dalam film KCB lebih menonjolkan semangat keberanian, tetapi bukan berarti romantisme tidak ada. Film mengisahkan seorang pemuda bernama Azam, yang penuh keberanian menghadapi hidup. Ia harus belajar keras hingga akhirnya berhasil kuliah di Al Azhar, tetapi ia pun tetap harus berjualan bakso,untuk membiayai hidup adik-adiknya. n M-1

Penulis pun Bisa Jadi Miliarder

ADA ungkapan menarik dari Ahmadun Yosi Herfanda, redaktur sastra Republika, yang mendampingi Kang Abik pada bedah buku Ayat-Ayat Cinta (AAC), di Gramedia, Jumat (4-4), yang sebelumnya digelar di Kampus IAIN Raden Intan Bandar Lampung. Ahmadun yang juga sastrawan, mengatakan penulis novel AAC dapat membuktikan bahwa menjadi penulis di Indonesia itu bisa kaya atau menjadi miliader.

"Namun, dengan syarat harus ditekuni dengan profesional dan totalitas," ujar Ahmadun yang terkenal lewat puisinya Sembahyang Rerumputan. Dia mengatakan dari kondisi ketidakberdayaan, justru motivasi besar untuk menulis. "Dari balik jeruji, Pramudya Ananta Toer pun menghasilkan novel yang bagus, Bumi Manusia. Jadi kuncinya bagaimana konsentrasi benar-benar tercurah untuk menulis novel," jelas dia.

Prie G.S., budayawan, pengamat sastra, dalam situsnya menuliskan selama 21 bulan mengorbit, sejak Desember 2004 hingga Agustus 2006, novel terjual rata-rata sebanyak 7.000 lebih eksemplar per bulan. Dengan perhitungan lazim royalti seorang penulis di Indonesia, yakni 10 persen dari harga banderol, angka yang dihasilkan AAC sangat luar biasa. Jika harga novel setebal 410 halaman ini sebesar Rp43.500, penulisnya memperoleh royalti Rp4.350 per buku. Jika buku terjual sebanyak 150 ribu eksemplar, hasilnya mencapai Rp652,5 juta.

Sementara itu, ketika ditanya berapa novel sudah laris. Kang Abik, alumnus Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir, sebuah universitas Islam terkemuka di dunia ini, tidak dapat menyebutkan angka pastinya. Ia hanya memperkirakan novel yang diterbitkan Republika pertama kali pada Desember 2004, telah terjual sekitar 500 ribu novel. "Dengan hadirnya film AAC, jika sudah ada 3,5 juta penonton, mungkin sudah separonya membaca novel ini," ujar dia kepada Lampung Post.

Larisnya novel pun menjadi daya tarik bagi rumah produksi untuk memfilmkan kisah dengan tokoh utama Fahri tersebut. Film yang beredar perdana 28 Februari 2008 besutan sutradara Hanung Bramantyo itu, hingga kini sudah disaksikan 3,5 juta pasang mata. Sukses film AAC, kembali mengilhami pembuatan film kedua dari novel Kang Abik, Ketika Cinta Bertasbih (KCB). Novel KCB terdiri dari dua jilid, yang merupakan novel best seller, diterbitkan oleh Penerbit Republika. Rencananya, setelah novel ini akan hadir novel Dari Sujud ke Sujud. M-1


Biodata


Nama : Habiburrahman El Shirazy
Tempat tanggal lahir: Semarang, 30 September 1976
Alamat : Jl Mutiara 18 Kelurahan Bugel Kecamatan Sidorejo Salatiga, Jawa Tengah
Ayah : Saerozy
Ibu : Siti Rodhiyah
Istri : Muyasarotun Saidah (27)
Anak : Muhammad Neil Author (2) dan Muhammad Ziaul Kautsar (6 bulan)

Pendidikan:
1. Alumnus Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak, Jawa Tengah.
2. S-1 Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir
3. S-2 The Institute for Islamic Studies in Kairo, Mesir

Pekerjaan
1. Founder dan Pengasuh Utama Pesantren Karya dan Wirausaha Basmala Indonesia di Semarang, Jawa Tengah
2. Pengajar MAN 1 Yogyakarta
3. Pembicara di forum nasional dan internasional, sebagai dai, novelis dan penyair, seperti di Kairo, Kuala Lumpur, Hong Kong, dan sebagainya

Penghargaan
1. Pena Award 2005
2. The Most Favorite Book and Writer 2005
3. IBF Award 2006

Karya
1. Ketika Cinta Berbuah Surga (kumpulan kisah teladan)
2. Di Atas Sajadah Cinta (kumpulan kisah teladan, 2004)
3. Pudarnya Pesona Cleopatra (Novelet, 2004)
4. Ayat-Ayat Cinta (Novel, 2004)
5. Ketika Cinta Bertasbih I
6. Dalam Mihrab Cinta (novelet, 2007)
7. Ketika Cinta Bertasbih II
8. Nyanyian Cinta
9. Ketika Derita Mengabadikan Cinta
10.Langit Makkah Berwarna Merah (dalam proses)
11.Bidadari Bermata Bening (dalam proses)
12.Bulan Madu di Yerusalem (dalam proses)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 13 April 2008

No comments: