WALAU hampir 55 tahun berkiprah di panggung kesusastraan dan kebudayaan Indonesia, Taufiq Ismail mengaku sebagai pengagum Chairil Anwar, penyair Angkatan 45.
Taufiq Ismail (Kompas Images)
”Saya tidak mengenal langsung Chairil Anwar kecuali dari sejumlah orang yang dekat dengannya, seperti Gadis Rasyid, Dian Tamaela, dan HB Jassin. Sejak SMA, saya membaca semua puisinya berulang-ulang,” kata Taufiq ketika menjadi pembicara di Habibie Center, Jakarta, Selasa (15/4).
Saking kagumnya, pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1937, ini sampai suka meniru. Tetapi, yang dia tiru adalah intensitas Chairil Anwar.
”Saya menulis puisi tidak dengan memakai kata-kata yang pernah digunakan Chairil Anwar,” tandas Taufiq dalam acara bertema ”Mengusung Semangat Kebangsaan dengan Puisi-puisi Chairil Anwar” itu.
Menurut dia, dari 74 puisi yang ditulis Chairil Anwar dalam masa hidupnya yang pendek (26 Juli 1922-28 April 1949), enam di antaranya sangat kuat dengan semangat kebangsaan, seperti Diponegoro, Kerawang-Bekasi, dan Persetujuan dengan Bung Karno.
Ketika didaulat membaca puisi, ia tampil dengan puisi yang paling dia sukai, Senja di Pelabuhan Kecil.
”Inilah puisi percintaan yang dibuat paling indah dengan bahasa Indonesia,” ujarnya. (NAL)
Sumber: Kompas, Jumat, 18 April 2008
No comments:
Post a Comment