-- Sihar Ramses Simatupang
Jakarta - Gelombang laut susun bersusun/ Emas perak berlapis suasa Dengan Festival Pantun Serumpun/ Kita pererat Persaudaraan Bangsa Indah budi karena bahasa/ Indah laku karena pekerti Pantun julang marwah bangsa/ Tanah melayu majukan negeri.
Lagu berlanggam Melayu terdengar melantun pembukaan Festival Pantun Serumpun (Se-Asia Tenggara) (25-29/4). Di tengah terik matahari siang di depan Galeri Cipta II pelataran Taman Ismail Marzuki Jakarta, Jumat (25/4), seusai para peserta mendaftar, Festival Pantun Melayu yang dikoordinatori Sekretariat Yayasan Panggung Melayu dengan koordinator Asrizal Nur ini pun dibuka.
Di sinilah Delegasi Peraduan Pantun, dari Banjarmasin (Kalimantan Selatan), Banyuasin (Sumatera Selatan), Bengkalis (Riau), Brunei Darussalam, Deli Sergei (Sumatera Utara), DKI Jakarta, Kabupaten Pontianak (Kalbar), Kota Pontianak (Kalbar), Lingga (Kepulauan Riau), Medan (Sumatera Utara) dan Samarinda (Kalimantan Selatan) berkumpul.
Suasana berbalas pantun, yang dimulai sejak siang terik memang belum begitu terasa. Di antara tatapan penonton yang duduk di kursi di bawah tenda itu, para peserta yang bergantian ke atas panggung mulai mengajukan pantun dan menunggu balas dengan suara vokal yang bersemangat. Sesekali lantunan segar, celotehan yang tetap bergaya pantun dilontarkan baik oleh peserta dan seorang MC yang memoderatori acara berbalas pantun itu.
“Tumbuh berumpun si batang tebu, tempat bersarang si ular lidi. Berbalas pantun berhenti dulu, jika menang kami kembali,” ujar tiga lelaki peserta dari Bengkalis pada peserta lawannya, yang spontan mengundang respons penonton karena penyataan yang penuh percaya diri itu.
Peserta lain pun menyahuti peserta yang terdiri dari perempuan: “Sudah terang lagi bersulang, anak nelayan menangkap ikan. Cik Ayu sayang janganlah gaduh, balasan sayang kami berikan...”
Ibnu Salman, delegasi dari Deli Serdang, mengatakan bahwa penyelenggaraan Festival Pantun Serumpun yang selain berupa peraduan pantun juga menggulirkan acara Pencatatan Rekor Berpantun Terlama, Cerdas Cermat Pantun, Eksibisi Pantun, Kajian Pantun, Kedai Pantun, hingga Launching Buku Negeri Pantun dan Opera Negeri Pantun ini penting untuk mempererat silaturahmi dan membesarkan budaya Melayu.
“Agar tak hilang ditelan waktu supaya tak lekang ditelan zaman,” ujar Ibnu yang mengaku antusias dengan acara ini.
Beda Langgam
Ibnu mengakui ada perbedaan langgam, dialek, peribahasa dan kosakata. Namun, menurutnya mereka tetap bisa saling menyambung selama dia orang Melayu, sehingga orang yang betul-betul Melayu pasti tahu dan mengerti. “Makanya, dibilang Melayu serumpun,” tambah Ibnu.
Dari Deli Serdang Bedagai, ada tiga peserta dan seorang ofisial. Sejak pukul 10 setiap peserta sudah mengikuti technical meeting.
“Persiapan kami biasa saja karena sudah tradisi kami untuk menggunakan pantun. Kami antusias, karena itu dari jauh pun kami tetap hadir, sekalipun mengeluarkan biaya besar yang ditanggung Pemda. Untuk acara ini, kami bersedia meluangkan waktu meninggalkan pekerjaan di sana,” ujar Ibnu yang menjabat Kepala Sekolah di sebuah Sekolah Dasar di Serdang Bedagai.
Peraduan Pantun yang berlangsung selama dua hari, Jumat dan Sabtu (25-26/4) itu menurutnya hanya mereka persiapkan spontan.
“Kami hanya persiapkan sampiran sedangkan kalau isi pantunnya tetap situasional, isi itu telah kita sesuaikan dengan sampiran yang kita punya,” paparnya.
Syahril Tambesi dari kontingen Medan mengatakan bahwa motivasinya mengikuti peraduan pantun ini adalah untuk mempertahankan budaya.
“Kami berharap generasi muda mempelajari bagaimana pantun, agar jangan sempat hilang. Kami dari Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia merasa terpanggil untuk hadiri pantun ini. Dan berharap berkesinambungan tak hanya di daerah saja, tak hanya antara lain sampai Kalbar, Riau tapi juga bertambah bahkan dari Negara Brunei Darussalam menyambut baik kegiatan ini,” paparnya.
Perbedaan bahasa ada kriterianya sehingga setiap peserta dapat mengerti secara umum. Selain Syahril, peserta dari Malaysia, Siti Fairus binti Mohd Rawi, bersama dua kawannya yang juga mahasiswi dari Aswara (Akademi Seni Budaya dan Warisan Kebangsaan) diberangkatkan Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia untuk mengikuti peraduan pantun ini.
“Ini pertama kalinya saya mengikuti. Saya memang tak pernah mendengarnya secara langsung. Kalau bahasa yang digunakan, karena serumpun, kami paham. Karena bila ada yang masih kurang paham, di tempat kami diajarkan juga Pengantar Kesusasteraan Melayu. Walau tadi ada juga seperti peserta dari Bengkalis, beberapa kata kami sempat pikirkan,” ujar Siti Fairus.
Soal gurindam, yang dia tahu adalah gurindam 16 dan 17 dengan langgam bunyinya. “Kami juga belajar pola penggunaan rima a-b-a-b dalam bunyi pantunnya,” ujarnya. n
Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 26 April 2008
No comments:
Post a Comment