RAPAT Koordinasi Nasional Riset dan Teknologi merupakan kegiatan rutin yang digelar Kementerian Negara Riset dan Teknologi sejak 1980-an. Berbagai rumusan pun telah dihasilkan dari rapat akbar yang mempertemukan para penentu kebijakan bidang iptek ini.
Rumusan tersebut, yang melibatkan semua unsur di tingkat nasional itu, penting artinya karena akan menjadi masukan bagi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) serta untuk menyusun rencana pembangunan dan anggaran bagi sektor iptek. Rakornas Ristek tahun 2008 di Palembang ini pun merupakan momentum penting karena hasilnya, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 bidang iptek, akan ditawarkan kepada kandidat presiden untuk periode pemerintahan mendatang.
Tantangan yang dihadapi dalam penyusunan RPJMN pada periode mendatang, menurut Sekretaris Menteri Negara Riset dan Teknologi Benyamin Lakitan, adalah membuat rumusan yang dapat menjawab permasalahan riil. ”Selama ini riset sudah banyak dilakukan pada enam bidang fokus iptek. Tetapi kurang pada riset yang menjawab permasalahan nyata para pengguna, dalam hal ini industri dan pelaku usaha,” ujarnya.
Enam fokus iptek itu adalah pangan, energi, kesehatan, transportasi, teknologi informasi, dan teknologi pertahanan.
Hal itu sebenarnya merupakan persoalan klise yang belum pernah terpecahkan hingga kini. Pada Rakornas Ristek tahun 1994, misalnya, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas kala itu, Ginanjar Kartasasmita, melihat tak ada keterkaitan antara kegiatan penelitian dan masyarakat.
Belum berubah
Kondisi saat ini pun belum berubah. Benyamin melihat, jumlah hasil riset yang diadopsi pengguna, yaitu industri dan petani misalnya, masih belum signifikan. Kesalahannya, menurut dia, karena saat mendesain kegiatan riset tidak didahului dengan upaya maksimal untuk mengidentifikasi permasalahan nyata. ”Itu hampir terjadi di semua bidang. Ke depan langkah tersebut harus mendapat penekanan,” tegasnya.
Yang terjadi selama ini setiap pihak, yaitu komponen ABG (Akademisi, Pebisnis, dan Pemerintah), hanya berkutat pada tugas dan kewajiban masing-masing, setelah itu berharap yang lain menyesuaikan.
Tidak ada koordinasi atau keterkaitan antara kegiatan dan hasil riset di lembaga penelitian nondepartemen ristek dengan sektor terkait lainnya di hilir dikemukakan Nur Kifli, Kepala Bagian Perencanaan dan Kerjasama Departemen Pekerjaan Umum. Ia mengharapkan, melalui Forum Komunikasi Kelitbangan di Departemen, Ristek dapat mengomunikasikan hasil yang telah dicapai supaya terjadi estafet hasil penelitian dan mencegah terjadi tumpang tindih kegiatan riset.
Riset yang dilakukan setiap komponen, menurut Ketua Lembaga Penelitian Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah, Arifuddin Bidin, perlu pembagian yang jelas. Perguruan tinggi hendaknya bermain pada riset dasar, sedangkan industri yang mengembangkan dengan melihat kelayakan pasarnya.
Menurut Benyamin, pengembangan iptek pada masa mendatang, peran industri harus dikedepankan. ”Naluri bisnis pihak swasta atau industri bermanfaat untuk mengidentifikasi masalah nyata di lapangan,” ujarnya.
Masalah lain yang selama ini terjadi dalam menerapkan hasil riset adalah mengesampingkan aspek manusia dan sosialnya.
”Padahal, unsur ini penting dan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan karena menyangkut perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat,” kata Neni Sintawardani, Kepala Biro Kerjasama dan Pemasyarakatan Iptek LIPI. Ia mengambil contoh, untuk mengatasi krisis energi dan air, yang harus diubah adalah perilaku masyarakat agar hemat dan efisien.
Benyamin mengakui solusi yang dibutuhkan untuk permasalahan masyarakat tidak selalu solusi teknologi, kadang yang diperlukan hanya kebijakan publik atau edukasi publik. Masalah komunikasi adalah kuncinya. (YUN)
Sumber: Kompas, Senin, 21 April 2008
No comments:
Post a Comment