... Pokja Stem Cell Komisi Bioetika Nasional mengusulkan penggunaan kata ’Sel Punca’ sebagai padanan kata bagi ’Stem Cell’…. ’Sel Induk’, atau yang mirip dengan itu, telah banyak dipakai terlebih dulu, utamanya dalam bidang ilmu kebidanan.”
(Prof Dr Umar Anggara Jenie, dalam surat kepada Menneg Ristek Kusmayanto Kadiman, 14 Januari 2008)
DALAM khazanah ilmu pengetahuan, khususnya biologi, salah satu topik yang banyak diperbincangkan dalam tahun-tahun terakhir adalah stem cell. Bahasan ini sekilas akan mengulang riwayatnya dan berikutnya juga akan menyebut terjemahan istilah yang makin sering diberitakan tersebut.
Selama ini stem cell dimaknai sebagai sel yang secara umum berada pada tahap amat dini dan punya kemampuan untuk menjadi sel tipe khusus lain. Misalnya saja, satu stem cell bisa menjadi sel hati, sel kulit, sel saraf, dan sebagainya.
Pada umumnya dikenal tiga tipe stem cell yang penting, yakni stem cell embrionik (janin), stem cell dewasa, dan stem cell tali pusat.
Sel jenis tertentu ini disebut dengan nama stem cell karena meminjam deskripsi kata stem. Sebagaimana diuraikan dalam kamus, stem berarti bagian tanaman utama yang menanjak (going-up). Serupa dengan itu, ada sel-sel utama yang tumbuh seiring dengan waktu, yaitu bagian tumbuh utama dari mana bagian tumbuh yang lain bisa menghasilkan cabang. Richard Conan-Davis dalam situs Clearly Explained.com (28/5/05) punya ilustrasi menarik tentang penjelasan stem cell ini (”Why are stem cells called ’stem cells’?”).
Minat meneliti stem cell tentu tidak bisa dilepaskan dari perkembangan biologi sel, yang pertumbuhannya didorong oleh penemuan mikroskop pada tahun 1800-an, sama seperti astronomi yang perkembangannya dipacu oleh penemuan teleskop pada awal tahun 1600-an (Stem Cells Foundation, UK).
Dengan mikroskop, propagasi sel, demikian pula perbedaan-perbedaannya, disaksikan untuk pertama kalinya, dan sel dikenali sebagai blok pembangun kehidupan, yang mampu membangkitkan sel-sel lain dan merupakan kunci untuk memahami perkembangan manusia.
Pada awal tahun 1900-an peneliti Eropa menyadari bahwa berbagai tipe sel darah, yakni sel darah putih, darah merah, dan platelet, semua datang dari satu stem cell khusus. Namun, baru tahun 1863 penjelasan kuantitatif pertama mengenai aktivitas pembaruan diri (self-renewing) sel sumsum tulang tikus yang dicangkokkan bisa didokumentasikan oleh peneliti Kanada, Ernest A McCulloch dan James E Till.
Semenjak itulah berkembang riset mengenai stem cell dewasa pada binatang dan pada manusia. Dan cangkok sumsum tulang—yang sebenarnya merupakan pencangkokan stem cell dewasa—telah digunakan dalam pasien yang menerima radiasi dan kemoterapi sejak tahun 1950-an.
Adapun riset mengenai stem cell manusia sendiri dipacu oleh perkembangan bioteknologi pada dekade 1980-an dan 1990-an, yang antara lain ditandai dengan ditemukannya teknik pengenalan (targeting) dan pengubahan (altering) material genetik serta metode untuk menumbuhkan sel-sel manusia di laboratorium.
Kini setidaknya dalam setahun muncul sekitar 2.000 makalah ilmiah tentang stem cell. Kalau riset stem cell embrionik masih harus tunduk pada aturan uji klinik, stem cell dewasa sudah banyak digunakan dalam pengobatan berbagai macam penyakit, seperti leukemia, penanggulangan Sindroma Hunter, dan penyakit jantung.
Terjemahan
Dalam perkembangan selanjutnya, peneliti Indonesia pun banyak yang terpanggil untuk ambil bagian dalam riset stem cell. Namun—seperti halnya pada tulisan ini—pertanyaan muncul, apakah kita tidak punya terjemahan yang klop untuk istilah stem cell ini?
Terpanggil untuk mencari terjemahan tersebut, Sekretaris Komisi Bioetika Nasional (KBN) Amru Hydari Nazif mengirimkan surat kepada pimpinan Pusat Bahasa bertanggal 8 Maret 2007, dan dijawab oleh Dr Sugiyono, Kepala Bidang Pengembangan Pusat Bahasa dalam surat tanggal 21 Maret 2007.
Ketika memberi info melalui SMS kepada penulis awal tahun ini, Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menneg Ristek) Kusmayanto Kadiman merujuk apa yang disampaikan oleh Ketua KBN yang juga Ketua LIPI Prof Umar Anggara Jenie.
Dalam surat bertanggal 14 Januari 2008 kepada Menneg Ristek yang ditembuskan kepada penulis, Prof Umar Jenie menyampaikan bahwa pihaknya telah berkonsultasi dan mendapatkan masukan dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Sekadar referensi diberikan pula definisi stem cell yang diberikan oleh New Encyclopaedia Britannica, Edisi Ke-15, Vol 11, tahun 2005.
Terhadap pertanyaan KBN, Pusat Bahasa mengusulkan dua pilihan untuk pengganti stem cell, yakni ”sel punca” dan ”sel induk”. Sel punca sendiri diusulkan dengan merujuk ke kata punca, yang memiliki arti ”pengetahuan pangkal” (asal mula, lantaran); ”sumber” (berita, penghidupan, dan sebagainya) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke-3, 2005, hal 907).
Dari kedua pilihan yang diajukan, Kelompok Kerja Stem Cell KBN mengusulkan ”sel punca” sebagai pengganti istilah stem cell. Sebagai alasannya, ”sel induk”, atau yang mirip dengan kata itu, telah banyak dipakai sebelumnya, khususnya dalam bidang ilmu kebidanan.
Ilmu dan bahasa
Dari stem cell menjadi sel punca, kita melihat adanya fenomena menarik, yakni dinamisasi bahasa yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Berdasarkan pengalaman ini, sebenarnya juga telah terjadi sebelumnya, Pusat Bahasa jelas juga perlu bersikap antisipatif menghadapi lonjakan pengetahuan di bidang sains dan teknologi.
Beruntung stem cell segera diangkat sebagai satu perkembangan penting oleh KBN, tetapi bagaimana dengan biofuel dari bidang energi atau phising dari jagat internet, atau sebelumnya hard disk dari dunia teknologi informasi?
Kita berkepentingan sama besarnya, bahwa sains maju di Tanah Air, demikian pula bahasa Indonesia. (Nin)
Sumber: Kompas, Rabu, 9 April 2008
No comments:
Post a Comment