SEBAGAI dasar negara, Pancasila merupakan rujukan nilai bagi warga negara dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai dalam Pancasila, antara lain menghargai kebebasan hidup beragama serta menjunjung tinggi persatuan, selayaknya tidak perlu ditawar-tawar lagi perannya sebagai panduan dalam hidup masyarakat.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, didampingi Ny Ani Yudhoyono, berbincang dengan salah seorang anggota paduan suara SMA Angkasa 2, Juwita Vivera (kiri), seusai upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Jumat (1/10). Hadir pula Wakil Presiden Boediono dan Ny Herawati Boediono serta para pemimpin lembaga negara, menteri Kabinet Indonesia Bersatu, dan sejumlah duta besar negara sahabat. (KOMPAS/ALIF ICHWAN)
Di tengah kondisi bangsa seperti sekarang, yang ditandai oleh konflik antarkelompok dan pelanggaran kebebasan hidup beragama, pertanyaan mengenai arti Pancasila dalam hidup warga negara pun muncul. Benarkah Pancasila telah dijadikan acuan nilai oleh semua kelompok di dalam masyarakat Indonesia? Apa makna Pancasila bagi warga negara sekarang? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu kian relevan untuk diajukan pada tanggal 1 Oktober, tanggal yang disepakati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Gito Susanggoro (35), warga Bintaro, Banten, yang bekerja di Surabaya, menyebut Pancasila sebagai dasar filosofi negara. Ia sepakat bahwa Pancasila merupakan sumber dari nilai-nilai bersama yang harus diterapkan oleh semua warga negara jika ingin Indonesia tetap berdiri.
Namun, ia melihat, hal yang paling penting saat ini ialah bagaimana nilai-nilai Pancasila diwujudkan, diaplikasikan, dalam hidup sehari-hari. Aplikasi nilai-nilai Pancasila, menurut Gito, tidak bisa tidak, sangat bergantung kepada pejabat pemerintahan.
”Masyarakat kita masih bersifat paternalistis. Mereka mengikuti apa yang dilakukan pemimpin. Kalau pemimpin bertindak sesuai Pancasila, tentu rakyat akan mengikuti,” kata karyawan perusahaan konstruksi sipil itu.
Ia pun lantas menggugat, bagaimana mungkin Pancasila akan diamalkan oleh rakyat jika masih banyak pejabat negara yang melakukan korupsi, sebuah tindakan yang pada prinsipnya sama dengan mencuri.
Gito juga melihat, aplikasi nilai Pancasila sangat ditentukan oleh ketegasan aparat penegak hukum. ”Jika ada suatu kelompok menyerang kelompok lain, ya, ditindak tegas saja,” ujarnya.
Beberapa orang lainnya mengatakan, Pancasila itu baik dan harus dilaksanakan. Akan tetapi, mereka tidak lagi hafal sila-sila dalam Pancasila dan tidak tahu maksud Hari Kesaktian Pancasila. Hal ini disampaikan Zulfikar (26), pedagang sate padang di Pasar Palmerah, Jakarta, dan Wahyo, pengemudi taksi Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Sudah final
Pan Mohammad Faiz, pegawai negeri sipil di Mahkamah Konstitusi, mengatakan, sebagai ideologi, Pancasila sudah final dan tidak bisa diganggu gugat. ”Tetapi dalam implementasinya tidak jalan, bahkan menjelang peringatan Kesaktian Pancasila, justru banyak peristiwa yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Kerusuhan, pertikaian, serta kesalahpahaman agama dan suku,” katanya.
Sri Tofani, ibu rumah tangga di Jakarta Timur, berpendapat bahwa terlalu sedikit muatan nilai-nilai Pancasila diajarkan di sekolah. Ditanya soal Pancasila, ibu dua anak ini menyatakan prihatin sekaligus heran mengapa akhir-akhir ini begitu banyak kekerasan terjadi.
Ia juga khawatir dengan fenomena sedikitnya murid sekolah yang mengenal lagu-lagu daerah. ”Dulu waktu sekolah (SD dan SMP), kami masih hafal lagu-lagu wajib nasional, siapa pengarangnya. Sekarang sepertinya sudah berkurang. Mungkin karena sekarang era idol-idol,” kata Sri Tofani.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra mengatakan, Pancasila yang mengajarkan toleransi, inklusivisme, dan persatuan dirongrong oleh politisi dan kelompok anti-Pancasila sejak negara ini didirikan. Azyumardi juga mengatakan, dalam pertemuan dengan Duta Besar Inggris untuk Indonesia Martin Hatfull, Martin menerangkan, kaum Muslimin Inggris mengagumi gagasan Pancasila di sebuah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia.
”Kita tidak memilih membentuk negara agama. Namun, gagasan Ketuhanan yang Maha Esa mendapat tempat paling mulia dalam landasan bernegara Pancasila,” ujar Azyumardi.
John Pang, eksekutif dari kelompok usaha CIMB Malaysia, mengaku kagum dengan adanya Pancasila di Indonesia.
”Bahkan, kabarnya Pancasila menjadi inspirasi dibuatnya Rukun Negara (falsafah dasar) Malaysia,” kata Pang, asal Kuala Lumpur, yang sering datang ke Jakarta. (ato/ana/ong)
Sumber: Kompas, Sabtu, 2 Oktober 2010
No comments:
Post a Comment