Friday, October 02, 2009

Warisan Budaya, Modal di Era "Heritage"

[JAKARTA] Adanya pergeseran era dunia dari abad informasi yang saat ini tengah berlangsung menuju abad kebudayaan, telah menciptakan tren baru ekonomi, yaitu ekonomi heritage. Munculnya tren ekonomi heritage ini mendorong hampir semua negara termasuk Indonesia, berlomba-lomba menggali kembali kekayaan warisan budaya bangsanya, baik yang terlihat maupun yang kasatmata. Sebab, semua itu menjadi keunggulan dalam menghadapi persaingan global.

Sapta Nirwandar (sp/charles ulag)

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) DR Sapta Nirwandar, saat ditemui Kamis (1/10) siang di Gedung Sapta Pesona Jakarta. Karena itu, dia mengaku bangga dengan masuknya batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia nonbenda (intangible cultural heritage). Ini artinya, batik menjadi warisan ketiga Indonesia, yang terdaftar dalam Intangible Heritage of Humanity UNESCO, setelah wayang dan keris.

"Bangsa Indonesia kaya akan warisan budaya, untuk ini kita terus gali. Warisan budaya ini menjadi modal keunggulan dalam menghadapi abad kebudayaan mendatang," kata Sapta lagi.

Menurut dia, warisan batik ini harus dapat berkembang menjadi industri, sehingga batik Indonesia akan lebih dicintai dan dikenal hingga ke mancanegara. Salah satunya, dengan menjadikan batik sebagai official dress dari seluruh pegawai negeri sipil. "Jika seluruh orang Indonesia pakai batik, pasti industri ini akan tumbuh dan berkembang menjadi besar. Dan dengan jadinya batik sebagai warisan dunia, orang luar akan mencari tahu dan belajar tentang batik," ujarnya.

Sebelumnya, pihak Depbudpar menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) tahun 2010 mendatang akan dinaikkan menjadi 7 juta orang, dari target tahun 2009 yang sebesar 6,5 juta orang. Bahkan, pariwisata Indonesia tahun ini tumbuh sekitar 2,56 persen, sehingga target yang ditetapkan sebesar 6,5 juta wisman optimistis akan terlampaui. "Indonesia merupakan satu dari sebagian kecil negara di kawasan Asia Pasifik, yang sektor pariwisatanya tumbuh positif seperti halnya Malaysia dan Korea. Sedangkan, negara lainnya tumbuh negatif," katanya.

Untuk mendukung target kunjungan wisman tersebut, Depbudpar bersama pelaku bisnis dan stakeholder pariwisata lainnya, akan lebih giat melakukan pemasaran ke pasar utama, seperti Malaysia, Singapura, Jepang, Australia, Korea Selatan, Timur Tengah, Tiongkok, dan Eropa. Berkaitan dengan itu, Depbudpar mendukung kegiatan pameran dan pasar wisata Indonesia Tourism and Travel Fair (ITTF) yang akan berlangsung 2-4 Oktober 2009 di Jakarta Convention Centre, Jakarta.

Industri Pariwisata

Penyelenggaraan ITTF yang kedua kalinya ini, diprakarsai oleh empat asosiasi industri pariwisata terbesar di Indonesia yakni Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Association of Indonesia Tour and Travel (ASITA), Indonesia Congress and Convention Association (INCCA), dan Indonesia Air Carriers Association (INACA). Menurut Ben Sukma, Ketua Organizing committee ITTF 2009, hingga 1 Oktober semua stan sudah terisi, terdiri dari 80 instansi, 35 industri pariwisata, 95 perusahaan kerajinan dan enam media partner. Sedangkan untuk buyers (pembeli), pihaknya menetapkan target 80 buyers dari mancanegara.

"Kami menargetkan jumlah transaksi minimal sebesar US$ 20 juta," kata Ben di hadapan Sapta. Target itu sama dengan pencapaian tahun 2008. Sapta berharap, penyelenggaraan ITTF 2009 ini akan membawa pengaruh signifikan terhadap kunjungan wisman sesuai dengan target. [W-10]

Sumber: Suara Pembaruan, Jumat, 2 Oktober 2009

No comments: