Sunday, October 11, 2009

Penyutradaraan Versi Buku

-- Sjifa Amori

Desain bukan sekadar unsur komplemen yang menunjang pencitraan buku, tapi juga mampu memberikan “isi” sebagai buku yang utuh.

VIDEO klip bukan cuma pendukung lagu agar lebih dikenal dan diterima, tapi menjadi bagian penting dalam unsur musiknya dan bahkan bisa menjelma menjadi bentuk seni baru-video-art-yang bisa saja berdiri terpisah dari musiknya. Meski begitu, ia tetap harus bisa menjembatani idealisme sang sutradara dan musisinya sendiri.

Pendapat itu dikemukakan oleh sutardara video klip Jay Subiyakto dalam sebuah perbincangan denmgan Jurnal Nasional. Untuk buku, tugas sutradara ini diamanatkan kepada desainer buku. Inilah dasar pemikiran Desainer Grafis Hermawan Tanzil dalam memandang perannya dalam proses desain buku. Hermawan kemudian mengemukakan sebuah kutipan dalam presentasinya pada Seminar serta Diskusi Panel menjelang pembukaan Pameran Desain Buku Belanda Terbaik di Erasmus Huis, Kuningan, Jakarta, Rabu (6/10).

“Reading was only part of the thrill that a book represented. I got a dizzy pleasure from the weight and feel of a new book in my hand, a sensual delight from the smell and crispness of the pages. I loved the smoothness and bright colors of their jackets. For me, a stacked, unread pyramid of books was one of the sexiest architectural designs there was, because what I loved most about books was their promise, the anticipation of what lay between the covers, waiting to be found.” (Debra Ginsberg/Blind Submission)

Pernyataan ini sejalan dengan prinsip desain buku yang diyakini oleh Hermawan. Menurut laki-laki lulusan Fine Arts dari California College of The Arts, desain tidak sesederhana lay out dalam kerangka komposisi, tapi juga koreografi seutuhnya. Desain buku berperan sebagai karya seni yang memiliki pemikiran strategis, supaya bukunya memiliki identitas, karakter, positioning. Untuk ini perlu riset dan pendekatan yang tepat.

“Ibarat film-maker, dalam mendesain buku, saya sedang bertugas sebagai seorang sutradara yang juga mengurus bagaimana dan siapa ilustratornya atau fotografernya. Sementara isi diibaratkan naskah atau skenario. Bisa dibilang desainer buku punya kendali total terhadap karyanya dengan tetap memperhitungkan konten dan struktur buku supaya jiwa buku itu bisa tampil di permukaan. Terlihat indah, terasa bagus, dan tetap bisa mengedukasi orang,” kata Hermawan.

Prinsip serupa sudah lama berlaku dalam desain buku di negara seperti Belanda yang bahkan sudah menjadikan desainer buku sebagai pilihan profesi khusus. Positioning desain buku di negara ini disejajarkan dengan penulis dan penerbitnya sendiri sehingga ketiganya mutlak mesti bekerja sama demi menghasilkan karya buku yang bagus dan baik.

“Saya tidak begitu tahu mengapa banyak buku Belanda yang terkenal di dunia, tapi menurut saya ada lima yang mungkin bisa jadi alasan. Pertama adalah karena penerbit di Belanda mengetahui desain yang memiliki nilai USP (Unit, Sales, Price), karena di Belanda semua orang bisa menjadi penerbit, karena penerbit Belanda sangat menghargai desain dan menganggap desainer buku sebagai partner, dan bagi orang Belanda, desain buku adalah sebuah seni,” kata Henk Kraima, Ketua Yayasan Desain Buku Belanda sekaligus Direktur Yayasan Propaganda Kolektif Buku Belanda, dalam seminar serta diskusi panel menjelang pembukaan pameran.

Demi menghargai kerja keras pihak-pihak yang memproduksi buku bermutu ini, diadakan kompetisi tahunan Desain Buku Belanda Terbaik. Dalam kompetisi ini, yang diutamakan dewan juri adalah buku secara keseluruhan, dan bukan desainnya saja. Setiap buku yang dibuat dengan baik, merupakan perpaduan antara isi, dan bentuk; hasil dari sebuah kerja sama antara pemesanan (biasanya sebuah penerbitan), desainer, dan industri grafis.

“Setiap tahun, para penerbit, desainer, dan pengelolaan percetakan Belanda mengajukan 400 buku (dari sekitar 1.500 buku yang terbit setahun) untuk dinilai juri. Buku terpilih akan dipamerkan di Museum Umum Kota Amsterdam dan di beberapa tempat lainnya di dalam dan luar negeri, termasuk di Indonesia,” kata Direktur Erasmus Huis, Paul Peters, pada kata pengantarnya dalam pameran ini.

Dewan juri, dalam katalog pameran, juga mengungkapkan proses pemilihan yang mendeskripsikan mengenai standar buku yang dinilai. Bukan sekedar buku yang didesain baik dengan penggunaan bahan dan penyajian umum yang juga baik serta serasi dengan isi, tapi buku yang punya kualitas luar biasa. Buku yang isinya memperoleh keuntungan ekstra dari desain dan produksinya. Buku yang bentuknya telah menyumbang sesuatu kepada isinya. Bahkan dewan juri telah mengadopsi tesis “adalah bentuk yang mengubah materi menjadi isi.”

“Makanya tak cukup hanya membaca, apalagi melihat judul, bagi seorang desainer buku. Perlu memahami juga, berdiskusi dan menyamakan visi dengan penulis. Misalnya desainer untuk sebuah buku filosofi arsitektur, dia harus mengetahui perihal arsitektur yang dituliskan dalam buku itu sendiri. Mesti memahami filosofinya dan berkerja sama dengan arsiteknya dalam mendesain buku agar bisa menampilkan dengan sesuai dan menarik apa yang menjadi ruh buku arsitektur tersebut,” kata Hermawan.

Dalam pamerannya sendiri, diperlihatkan Buku Desain Terbaik pemenang tahun 2008 yang menampilkan hasil laporan juri dan keterangan tentang bahan serta teknik yang digunakan. Kemudian dipajang juga Buku Desain Terbaik Belanda pemenang penghargaan internasional Leipzig (Jerman) tahun 2003-2008, Sampul Buku Terbaik, pemenang tahun 2001-2008, dan Karya buku dari desainer Joost Grootens (pemenang dari penghargaan emas di Leipzig tahun 2008).

Buku-buku pemenang kompetisi desain internasional diletakkan dalam lemari kaca dengan memperlihatkan keunikannya masing-masing. Yang mencolok adalah buku bergambar tubuh kucing belang abu-abu tanpa kepala. Uniknya, jika gambar kucing hanya dua dimensi di atas bidang hard cover, maka pada bagian ekornya terbuat dari material bulu seperti ujung pembatas yang menjuntai ke bawah buku seperti–mungkin juga berfungsi sebagai pembatas buku. Buku berjudul Het Grote Boek van De Poezenkrant dengan P. Schreuders sebagai pengarang sekaligus desainer ini mendapat penghargaan Sampul Buku Terindah 2004.

Ada pula buku yang pada sisi-sisi kertasnya bergerigi seolah sengaja dirobek agar terlihat tak rata. Warna kertas dan teks, serta tampilan gambar dalam buku ini memiliki daya tarik spesial yang membuat orang akan datang dan membolak-balik setiap halaman untuk menyerap lebih lanjut, baik untuk mengetahui tentang isi atau sekadar memuaskan rasa ingin tahu mata mengenai sesuatu yang enak dilihat.

Buku berjudul Boven in een groene linde zat een moddervette haan yang menjadi satu-satunya buku anak yang dapat penghargaan Desain Buku Belanda Terbaik juga menarik. Dalam ulasan dewan juri, dikatakan bahwa buku ini mencolok mata karena format yang besar dan memanjang, dan sampul muka yang memperlihatkan Tipografi dapat berkombinasi dengan ilustrasi secara baik : Beberapa sajak memiliki lebar kolom yang terdiri dari 2 hingga 4 kata saja. Gambar-gambar ditampilkan secara sepenuhnya dengan format ini karena kecukupan ruang. Judul-judul fabel berukuran besar dan berwarna ditebarkan dengan riang di atas halaman dan tanpa masalah kadang memotong gambar, bahkan juga memotong kolom teks. Karena itu tipografinya nyaris menjadi bagian intergral dari gambar ekspresif karya Sieb Posthuma.

Judul buku anak Boven in een groene linde zat een moddervette haan sebenarnya sangat unik dan lucu, artinya yaitu ”Di atas sebuah pohon jeruk nipis hijau, hinggap seekor ayam tambun.” Sementara gambarnya memperlihatkan serigala berbalut mantel mewah dan tongkat yang sedang bergaya bak tuan tanah.

Sayangnya, sulit memahami keutuhan bentuk yang menyatu antara desain dan konten buku-buku yang dipajang dalam Pameran Desain Buku Belanda Terbaik malam itu, karena menggunakan bahasa Belanda. Penilaian atas buku oleh pengunjung hanya bisa ditebak dari sampul yang belum bisa secara total merepresentasikannya sebagai buku yang utuh dari segi bentuk dan isi.

Meski begitu, penampilan buku-buku ini secara visual patut diacungi jempol. Bukan hanya sampul, tapi bagian paling detail, seperti ruang, tipografi, komposisi, warna, dan banyak lagi unsur estetika dan artistik visual lainnya sangat bagus dan mencengangkan. Ini pun tidak dapat dilepaskan dari tujuan buku itu sendiri, yaitu agar penyajian desain sesuai dengan kategori dan target pembacanya sehingga pesan dan manfaat buku dalam mengedukasi bisa tersampaikan.

Sumber: Jurnal Nasional, Minggu, 11 Oktober 2009

No comments: