Thursday, October 15, 2009

Komite Nobel Angkat Bicara soal Obama

SEORANG juri Hadiah Nobel Perdamaian 2009 berucap penuh keterkejutan. ”Presiden Barack Obama tidak terlihat cukup gembira saat dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian,” kata Inger-Marie Ytterhorn, yang sudah sembilan tahun menjadi anggota Komite Nobel.

Ketua Komite Nobel Norwegia Thorbjorn Jagland memegang foto Presiden AS Barack Obama di Oslo, Norwegia, Jumat (9/10), seusai pengumuman Obama sebagai peraih Nobel Perdamaian 2009. (AP PHOTO/JON-MICHAEL JOSEFSEN, SCANPIX)

Penganugerahan Hadiah Nobel Perdamaian bagi Obama memang mengundang perdebatan. Penghargaan prestisius itu dinilai terlalu cepat diberikan kepadanya.

Menjawab kritik tentang hal itu, beberapa juri dalam Komite Nobel berbicara, Selasa (13/10), membela keputusan mereka. Pembelaan di hadapan publik semacam itu tidak lazim terjadi karena proses pemilihan penerima Hadiah Nobel sangat rahasia dan tidak dibuka di depan umum.

Kepada orang-orang yang mengatakan Hadiah Nobel terlalu dini bagi pemerintahan Obama yang baru seumur jagung, Ketua Komite Nobel Thorbjorn Jagland mengatakan tidak setuju. ”Kami tidak setuju. Ia mendapatkan penghargaan atas apa yang telah dilakukannya,” kata Jagland melalui telepon kepada kantor berita Associated Press dari Strasbourg, Perancis.

Jagland menyebut upaya Obama menjembatani perpecahan antara dunia Muslim dan Barat serta mencabut rencana era mantan Presiden George W Bush untuk menempatkan sistem pertahanan rudal di Eropa. ”Semua hal itu berkontribusi pada—saya tidak katakan dunia yang lebih aman—dunia dengan lebih sedikit ketegangan,” ujar Jagland.

Ia mengatakan, komite telah mengikuti panduan yang disusun Alfred Nobel. ”Alfred Nobel menuliskan bahwa penghargaan itu harus diberikan kepada orang yang berkontribusi paling banyak bagi pengembangan perdamaian pada tahun-tahun awal. Siapa yang bisa melakukannya lebih daripada Barack Obama,” katanya.

Bumerang

Ytterhorn mengatakan, kontroversi tentang Obama bukan hal yang tidak diantisipasi. ”Kapan pun kami menganugerahkan Hadiah Nobel Perdamaian, normalnya ada debat besar tentang itu,” katanya.

Kendati demikian, dia mengakui ada risiko bahwa penghargaan itu akan menjadi bumerang bagi Obama karena akan meningkatkan ekspektasi kepada Obama lebih tinggi lagi sekaligus memberi amunisi bagi para pengkritiknya.

”Saya melihat wajahnya di televisi saat mengonfirmasi akan menerima Hadiah Nobel Perdamaian dan datang ke Norwegia. Dia terlihat tidak gembira. Obama sudah memiliki banyak persoalan di dalam negeri dan tampaknya semakin bertambah,” kata Ytterhorn.

Aagot Valle, politisi sayap kiri Norwegia yang bergabung dalam Komite Nobel tahun ini, juga menepis anggapan bahwa Obama tidak layak mendapat penghargaan itu.

Pemilihan penerima Hadiah Nobel Perdamaian sering dilingkupi perdebatan alot, di antaranya Hadiah Nobel Perdamaian 1994 bagi pemimpin Palestina, Yasser Arafat, dan pemimpin Israel, Shimon Peres dan Yitzhak Rabin, atas upaya perdamaian di Timur Tengah.

Hadiah Nobel Perdamaian bagi Menteri Luar Negeri AS (waktu itu) Henry Kissinger dan juru runding Vietnam Utara, Le Duc Tho, atas kesepakatan gencatan senjata tahun 1973 juga menuai kritik karena Perang Vietnam tetap berlanjut dua tahun setelahnya. (ap/fro)

Sumber: Kompas, Kamis, 15 Oktober 2009

No comments: