Wednesday, October 28, 2009

Refleksi Sumpah Pemuda: Kepemimpinan yang Kuat Dorong Kemandirian Bangsa

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kepemimpinan yang kuat amat efektif mendorong kemandirian bangsa menghadapi gelombang globalisasi dewasa ini.

"Hanya dengan kepemimpinan yang kuat dan percaya diri kita bisa berdikari. Tanpa itu, bangsa kita akan semakin terpuruk di bawah negara-negara maju," kata akademisi Unila Ariska Warganegara.

Ariska menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara dalam diskusi kebangsaan bertajuk Merajut Kembali Keindonesiaan Kita di Kantor Redaksi Lampung Post, Selasa (27-10). Diskusi yang digelar Bidang Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Tanjungkarang itu juga menampilkan dua pembicara lain, yakni dosen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Marselina Djayasinga dan Pemimpin Redaksi Lampung Post Djadjat Sudradjat. Peserta yang hadir antara lain dari kalangan pergerakan mahasiswa dan unsur rohaniwan.

Djadjat Sudradjat mengatakan kepercayaan diri harus dibangun untuk menumbuhkan sikap mandiri. Dengan kata lain, Djadjat mengatakan kemandirian itu sesungguhnya adalah kepercayaan diri. "Negara yang berfungsi menggerakkan dengan kepemimpinannya. Karena itu saya setuju, kebudayaan lebih dahulu mandiri karena akan diikuti dengan kemajuan ekonomi," kata Djadjat.

Selanjutnya Djadjat mengatakan kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam itu menjadi modal untuk mendorong kemajuan. Kebudayaan itu juga ditopang dengan sejarah bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar. Kebudayaan dan ingatan sejarah itu, menurut Djadjat, akan membangun jiwa dan kemudian merefleksikan kemanusiaan. "Kalau Indonesia tidak bisa menjadi rumah bersama, maka Indonesia telah mengingkari sejarahnya sendiri. Tidak ada satu pun pulau di Indonesia yang hanya dihuni oleh satu etnik saja. Semuanya serba erbuka. Ada pendatangnya. Karena itu sangat penting membangkitkan nilai-nilai masa lalu untuk membangun keindonesiaan," ujar Djadjat.

Dalam hal itu, Djadjat mengatakan negara menjadi motivator. Namun, sepenuhnya peran negara itu tidak bisa dilakukan. Karena itu, terkait kenyamanan Indonesia sebagai rumah bersama, Djadjat mengatakan bisa dilihat dari perlakuan terhadap kaum minoritas. "Kenyamanan dari suatu negara diukur dari perlakuan terhadap minoritas. Tetapi di Indonesia, jangankan minoritas. Mayoritas saja tetap dapat diskriminasi," ujarnya.

Sementara itu, Marselina mengatakan sikap kemandirian bisa dilihat dari tiga sisi. Yaitu kemandirian pribadi, kemandirian daerah, dan kemandirian bangsa. Khusus kemandirian daerah dan bangsa, menurut Marselina, ditentukan oleh kualitas pendidikan. "Globalisasi tidak bisa ditolak. Globalisasi tidak bisa dihindari. Globalisasi harus dihadapi dengan sikap kemandirian. Namun, adanya pengangguran bisa mengakibatkan rusaknya kemandirian bangsa," kata Marselina. n KIS/U-1

Sumber: Lampung Post, Rabu, 28 Oktober 2009

No comments: