Saturday, October 10, 2009

Nobel untuk Obama, Dipuji dan Dikritik

[OSLO] Pemberian Nobel Perdamaian bagi Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mengundang pujian dan kritik dari berbagai kalangan, yang menganggap penghargaan itu terlalu dini karena belum ada hasil konkret di bawah kepemimpinannya.

Presiden AS Barack Obama berbicara kepada pers mengenai Hadiah Nobel Perdamaian di Gedung Putih, Washington, AS, Jumat (9/10). (AP/Charles Dharapak)

Yayasan Nelson Mandela (The Nelson Mandela Foundation) menyambut penghargaan itu. Mandela dan Presiden Afrika Selatan FW DeKlerk pada 1993 bersama-sama menerima Nobel Perdamaian atas upaya mereka mengakhiri aparteid dan meletakkan dasar bagi demokrasi bagi negerinya.

"Kami percaya penghargaan ini akan memperkuat komitmen Obama, sebagai pemimpin negara paling berkuasa di dunia untuk terus mengupayakan perdamaian dan penghapusan kemiskinan," demikian pernyataan Yayasan Nelson Mandela, Jumat (9/10).

Uskup Agung Afrika Selatan Desmond Tutu yang mendapat Nobel Perdamaian 1984 menilai, penghargaan itu pengakuan atas upaya Obama untuk menjangkau Dunia Islam setelah permusuhan bertahun-tahun. "Ini penghargaan untuk janji Obama yang menyuarakan pesan harapan."

Direktur Jenderal Badan energi Atom Internasional Mohamed ElBaradei di Wina menilai, Obama sudah memperlihatkan kepemimpinan-nya yang cakap dalam nonproliferasi nuklir. "Ia menunjukkan komitmen teguh bagi diplomasi, saling menghar-gai, dan dialog sebagai cara terbaik dalam menyelesaikan konflik."

Obama sendiri mengaku, terkejut dan merasa tersanjung atas penghargaan itu. "Sejujurnya, saya merasa tidak pantas masuk ke dalam rombongan figur pembawa perubahan yang telah menerima penghargaan ini," ujar Obama yang akan menyumbangkan hadiah sebesar US$ 1,4 juta uang tunai ke lembaga sosial.

Penghargaan itu juga mengundang kritik. Memang, Nobel tidak hanya untuk sebuah hasil konkret, tetapi juga proses, di mana upaya ini masih pada tahap awal. Namun, Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki menyebut komite terlalu terburu-buru.

"Waktu yang tepat adalah bila pasukan asing meninggalkan Irak dan Afghanistan, serta ketika orang membela hak-hak orang tertindas di Palestina."

PM Palestina Ismail Haniyeh membenarkan, Obama berbicara soal hubungan lebih baik dengan Dunia Islam, tetapi belum bergerak di tingkat aksi. "Kami butuh tindakan, bukan janji," ujarnya.

Penghapusan Nuklir

Komite Nobel menyebutkan, penghargaan diberikan atas upaya Obama yang luar biasa untuk memperkuat diplomasi internasional dan kerja sama antarbangsa, terutama dalam menjangkau Dunia Islam dan mencegah penyebaran senjata nuklir.

Ketua Komite Nobel Thorbjoern Jagland mengatakan, Obama menjadi sosok kunci untuk membuat prakarsa penting dalam perlucutan senjata nuklir di PBB dan menyiapkan agenda baru bagi relasi Timur-Barat dengan Islam. Terlihat dari Komite memegang seruan Obama bahwa, "kini waktunya bagi kita semua untuk mengemban tanggung jawab dalam respons global untuk mengatasi tantangan global."

Ia menggalakkan diplomasi yang dibangun dari konsep, bahwa mereka yang memimpin harus mendasari pada nilai-nilai dan sikap yang dianut oleh mayoritas penduduk dunia.

Komite memberikan penekanan khusus terhadap visi dan jerih payah Obama untuk menciptakan dunia tanpa senjata nuklir. "Sangat jarang orang, seperti Obama menarik perhatian dunia. Ia memberikan harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi rakyatnya," demikian pernyataan komite.

"Sebagai presiden, Obama menciptakan iklim baru dalam politik internasional. Diplomasi internasional kembali meraih posisi sentral, dengan penekanan pada peran yang bisa dimainkan PBB dan lembaga-lembaga internasional lain," tukas komite.

Obama merupakan presiden ketiga AS yang meraih Nobel Perdamaian. Theodore Roosevelt meraih penghargaan itu pada 1906 dan Woodrow Wilson mendapatkannya pada 1919. Mantan Presiden Jimmy Carter menerima Nobel Perdamaian pada 2002, sedangkan mantan Wakil Presiden Al Gore menerimanya bersama dengan Panel PBB untuk Perubahan Iklim.

Alfred Nobel menetapkan dalam wasiatnya, bahwa hadiah Nobel harus diberikan kepada orang yang berkontribusi paling besar atau paling baik untuk persaudaraan antarbangsa dan penghapusan atau pengurangan senjata, mewujudkan, dan menyebarluaskan perdamaian.

Hadiah Nobel diberikan oleh institusi Swedia, tetapi khusus untuk Nobel Perdamaian harus diberikan oleh komite beranggotakan lima orang yang dipilih oleh Parlemen Norwegia. Saat Nobel wafat, Swedia dan Norwegia masih berada dalam satu kerajaan. [AP/AFP/Y-2]

Sumber: Suara Pembaruan, Sabtu, 10 Oktober 2009

No comments: