Friday, October 23, 2009

Kebudayaan Harus Setara dengan Pariwisata

[JAKARTA] Tugas dan tanggung jawab Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Mendbudpar) Kabinet Indonesia Bersatu II terpilih tidaklah ringan. Banyak pekerjaan rumah menanti. Aspek-aspek yang belum tersentuh, salah satunya adalah kebudayaan, harus ditelisik lebih dalam. Dengan demikian, kekayaan budaya Indonesia dapat diangkat ke khalayak umum, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.


Slamet Rahardjo dan Arswendo Atmowiloto


Ada sebuah pepatah yang menyebutkan, bangsa yang hebat adalah bangsa yang mampu membangun kebudayaaan. Untuk itu, tidak ada salahnya jika pemerintah tidak hanya fokus pada ekonomi, tapi juga kebudayaan. Jika dua hal tersebut dipasangkan seiring sejalan, pencanangan program Visit Indonesia 2009 akan terlaksana dengan baik.

"Menbudpar terpilih harus tepat dalam mengambil kebijakan. Kebudayaan harus diperhatikan. Membuka dialog dengan mereka yang ahli di bidang kebudayaan dan pariwisata akan sangat membantu kinerja. Akan lebih baik lagi jika proses dialog seperti itu sering dilakukan," kata penulis sekaligus budayawan, Arswendo Atmowiloto kepada SP, Rabu (21/10).

Arswendo menambahkan, kebudayaan juga diperhatikan, maka kasus pengambil alihan atau klaim kebudayaan Indonesia oleh negara lain dapat diminimalisasi. Dituturkan pula, perlunya memperbaiki industri perfilman Tanah Air. Selama ini, film dalam negeri memang tidak berhenti berproses.

"Yang masih menjadi permasalahan di industri perfilman kita adalah proses finishing film. Sampai saat ini, finishing film masih dilakukan di luar negeri. Alangkah baiknya, kita mampu berbenah, sehingga mampu melakukan finishing sendiri," ujar Arswendo.

Senada dengan Arswendo, aktor senior yang juga aktif dalam dunia teater, Slamet Rahardjo menuturkan, ke depan, Menbudpar Kabinet Indonesia Bersatu II terpilih, sebaiknya memberikan porsi yang setara antara pariwisata dan kebudayaan. Sebab, yang terjadi saat ini, pariwisata dan kebudayaan masih berjalan timpang.

"Kebudayaan yang dimaksud bukan hanya segala hal mengenai seni dan budaya. Akan tetapi, kebudayaan yang musti diperhatikan oleh bangsa ini adalah kebudayaan yang memiliki arti luas, yang juga mencakup segala hal, termasuk kondisi geografis dan satu hal yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, yakni kebinnekatunggal ikaan," papar saudara kandung dari penata musik dan politikus Indonesia, Eros Djarot ini.

Tren Positif


Menyinggung mengenai geliat perfilman nasional yang mulai menunjukkan tren positif, Slamet Rahardjo memaparkan, keberhasilan tersebut tidak lepas dari usaha yang luar biasa dari sineas-sineas muda bangsa ini. Mereka tumbuh sendiri, tak lepas dari "kegilaan" mereka terhadap dunia film.

"Tidak ada salahnya jika UU Perfilman ditinjau kembali. Meskipun lebih bagus dariapada UU No 8, tetapi walau sudah disahkan, masih banyak hal-hal yang sampai dengan saat ini diperdebatkan. Pasal yang terdapat dalam UU Perfilman, membatasi kebebasan berkreasi para pelaku film," tandas Slamet Rahardjo. [ISW/N-5]

Sumber: Suara Pembaruan, Jumat, 23 Oktober 2009

No comments: