[JAKARTA] Kondisi bangsa Indonesia, apalagi setelah diguncang oleh krisis keuangan global, aksi teror, serta "perampokan" seni budaya yang dilakukan negeri jiran Malaysia, memang sedang berada dalam situasi yang tidak tenteram.
Repro- Lukisan "Selalu Hidup" karya Putu Sutawijaya.
Bukan hanya dunia seni rupa, seluruh aspek tentu saja terguncang oleh serentetan kejadian tersebut. Kejadian demi kejadian itu sempat menimbulkan perbincangan antarseniman kontemporer papan atas Indonesia di alam maya (lewat facebook,Red). "Apakah kita harus tiarap atas kejadian itu..." demikian tulis seorang seniman ternama yang bermukim di Yogyakarta, Putu Sutawijaya.
Pembicaraan pun berkepanjangan. Mereka yang membacanya, baik para seniman, pemerhati seni rupa, wartawan, maupun mahasiswa, secara gencar menanggapi komentar tersebut.
Mengenai hal itu, dosen seni rupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Subarkah Hadisarjana saat ditemui SP di Jakarta, Rabu (2/9) petang, menjelaskan, seniman itu tidak mengenal kondisi untuk berkarya, baik saat bangsanya sedang dalam kondisi pasang maupun surut.
"Saya yakin 'iman' berkesenian mereka tidak akan goyah dengan berbagai kondisi. Menurut saya, saat ini adalah saat bagi mereka sedang menunggu. Ya, menunggu dengan penuh optimisme bakal adanya penyegaran kembali bagi dunia seni rupa Indonesia," kata Subarkah.
Kondisi bangsa seperti saat ini, menurut dia, justru menjadi pelajaran berharga untuk memberikan kekuatan baru bagi mereka dalam berkarya. "Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tidak akan ada seniman yang 'tiarap'. Apalagi seniman-seniman yang sudah memiliki karakter dalam berkarya dan karyanya sudah diakui dunia internasional," ujarnya.
Contohnya adalah Putu Sutawijaya. Dia merupakan salah satu pelukis era kontemporer yang sudah memiliki karakter kuat dalam berkarya. Bahkan, karakter Putu dengan goresan yang abstrakisme dan ekspresionisme-abstrak dengan ikon-ikon budaya Bali ini, sudah diterima oleh pencinta seni rupa di Asia.
Tanpa Busana
Tengok saja setiap sapuan kuas Putu di atas kanvas. Di sana, selalu ditemukan sejumlah tubuh manusia tanpa busana, tanpa identitas, serta tak jelas jenis kelaminnya, menekuk, berjingkrak, berjalan, atau melayang. Setiap tubuh yang dibuatnya memberikan gambaran manusia yang bebas.
Pada jagad seni rupa Indonesia, kita mengenal seniman-seniman yang piawai memainkan kuasnya dalam membentuk kontur tubuh-tubuh indah dan penuh gairah seperti yang dilakukan Basoeki Abdullah dengan gaya naturalisnya. Sementara lukisan Putu sendiri justru jauh dari keindahan tubuh meskipun figur manusia tetap menjadi objek utama.
Putu justru mengekspresikan tubuh manusia sebagai tubuh yang terluka, tanpa wajah, dan anonim.
Putu Sutawijaya merupakan wakil dari sekian banyak seniman kontemporer Indonesia yang sudah memiliki karakter kuat, sebagaimana para pendahulunya (pelukis-pelukis era modern) seperti Basoeki Abdullah, Mochtar Apin, Rusli, Affandi, dan lain-lain.
Berkaitan dengan itu, untuk kembali mendongkrak pasar seni rupa Indonesia sekaligus mempertebal aspirasi para pencinta seni rupa di Tanah Air, Treasures akan menggelar pameran 200 lebih karya seni para seniman bangsa, baik era modern maupun kontemporer, di Masterpiece Building, Tanah Abang IV No. 23-25, Jakarta Pusat, hari Jumat (4/9) dan Sabtu (5/9). Setelah dipamerkan, ratusan karya itu kemudian dilelang pada hari Minggu (6/9) di tempat yang sama. [F-4]
Sumber: Suara Pembaruan, Kamis, 3 September 2009
No comments:
Post a Comment