-- Luki Aulia
DISKUSI dan perdebatan sejarah asal usul manusia modern terus berlanjut. Kali ini ada studi baru yang meyakini pernah terjadi persilangan antara manusia purba seperti Homo neanderthalensis dengan nenek moyang manusia modern ribuan tahun yang lalu.
Semula manusia purba Neanderthal dianggap sudah punah. Namun, hasil studi penelitian yang terbaru justru membuktikan sebaliknya, deoxyribonucleic acid (DNA) Neanderthal masih ada dalam diri manusia modern seperti kita saat ini. Artinya, pernah ada persilangan antara manusia modern dan Neanderthal (hidup sekitar 130.000 atau 30.000 tahun yang lalu) atau bisa juga dengan kelompok lain, seperti Homo heidelbergensis.
Hasil penelitian yang dipresentasikan tanggal 17 April 2010 pada pertemuan tahunan American Association of Physical Anthropologists di Albuquerque, New Mexico, itu menunjukkan analisis genetis 1.983 orang dari 99 wilayah yang ada di daratan Afrika, Eropa, Asia, Oseania, dan Amerika. Di dalam gen setiap manusia modern yang diteliti ditemukan ”sisa-sisa” DNA Neanderthal yang kemudian mengindikasikan pernah terjadi dua kali persilangan antara spesies yang sudah punah, antara lain, seperti Neanderthal dan nenek moyang manusia modern.
Dengan menggunakan prakiraan tingkat mutasi genetik dan data dari fosil-fosil yang sudah ditemukan sebelumnya, anggota tim peneliti, Sarah Joyce, memperkirakan, persilangan antara dua spesies manusia itu terjadi sekitar 60.000 tahun yang lalu di sebelah timur Mediterania dan sekitar 45.000 tahun yang lalu di sebelah timur Asia.
Persilangan terjadi tepatnya setelah Homo sapiens untuk pertama kalinya meninggalkan Afrika. Kesimpulan ini diperoleh setelah peneliti tidak menemukan bukti-bukti persilangan pada manusia modern Afrika.
Bermigrasi
Anggota tim peneliti, Jeffrey Long, menyimpulkan, populasi hasil persilangan pertama antara Neanderthal dan manusia modern itu kemudian bermigrasi ke Eropa, Asia, dan Amerika Utara.
Sementara hasil persilangan yang kedua bermigrasi ke Asia dan wilayah timur Asia, seperti Australia, Selandia Baru, Papua Niugini, dan Oseania.
Hipotesis ini memperkuat hasil studi tim peneliti yang dipimpin Svante Pääbo di Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman, yang menemukan fosil satu ruas jari di wilayah Siberia (Kompas, 3 April 2010).
Tim Pääbo menelusuri gen spesies manusia purba yang pernah hidup di Pegunungan Altai, dekat jalur perdagangan kuno Asia di Siberia selatan.
Sampai saat ini tim Pääbo belum bisa memastikan jenis manusia purba pemilik jari itu, apakah Neanderthal atau Homo erectus (bermigrasi ke Oseania 1,8 juta tahun lalu) atau spesies manusia lain yang belum diketahui.
Fosil jari itu untuk sementara diduga milik spesies manusia purba yang pernah hidup di dalam Goa Denisova sekitar 30.000-48.000 tahun yang lalu. Lokasi goa itu diyakini berdekatan dengan wilayah tempat manusia modern dan Neanderthal hidup berdampingan.
Kemiripan
Kalangan antropolog sejak lama berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi ketika kedua spesies itu bertemu pada masa ketika manusia modern tengah bermigrasi dari Afrika dan masuk ke wilayah Neanderthal di Eurasia.
Apakah terjadi persilangan di antara keduanya atau apakah manusia modern begitu saja menggantikan posisi saudara sepupu mereka itu (Neanderthal). Begitu kira-kira pertanyaan yang selalu muncul.
”Hasil studi terbaru ini membuktikan Neanderthal belum sepenuhnya punah. Masih ada sedikit sisa Neanderthal pada diri semua manusia,” kata Long, antropolog genetik di University of New Mexico.
Selama ini ilmuwan meyakini manusia modern mulai muncul di Afrika sekitar 200.000 dan 100.000 tahun lalu. Nenek moyang kita—manusia modern— meninggalkan Afrika 60.000 tahun yang lalu dan bermigrasi ke segala penjuru dunia sekaligus menggantikan spesies manusia lain yang telah meninggalkan Afrika sebelumnya termasuk Neanderthal.
Kemudian, sekitar 25.000 tahun yang lalu, Neanderthal menghilang dan punah dari daratan Eropa karena diduga terjadi perubahan iklim yang drastis dan kesulitan mencari sumber-sumber makanan. Namun, ada juga Neanderthal yang bisa bertahan hidup karena melakukan persilangan dengan manusia modern. Hasil studi terbaru ini ternyata bukan yang pertama kalinya.
Sebelumnya, Erik Trinkaus dari Washington University di St. Louis, AS, telah memiliki dugaan yang sama setelah membandingkan fosil tulang Neanderthal dan manusia modern.
Temuan studi terbaru itu, kata Trinkaus, cocok dengan hasil temuannya.
”Setidaknya di daratan Eropa, populasi Neanderthal dan manusia modern memang bercampur,” ujarnya.
Manusia modern awal dan Neanderthal adalah dua cabang dari pohon keluarga manusia yang dibedakan dari pola anatominya. Meskipun manusia modern dan Neanderthal adalah dua spesies yang berbeda. Trinkaus yakin keduanya masih bisa melakukan persilangan dan menghasilkan keturunan.
Namun, kalangan antropolog sampai saat ini belum dapat memastikan seberapa lama sebenarnya manusia modern awal dan Neanderthal hidup bersama-sama, berdampingan.
Yang juga masih menjadi misteri adalah mengapa spesies Neanderthal bisa punah sementara manusia modern, seperti kita, bisa bertahan hidup sampai saat ini. Misteri antropologis ini membutuhkan jawaban.
Sumber: Kompas, Sabtu, 1 Mei 2010
No comments:
Post a Comment