Saturday, May 01, 2010

Genjot Budaya Baca dan Tulis

"Budaya membaca dan menulis bahasa Indonesia harus ditekankan kepada peserta didik oleh guru dengan pengajaran pemahaman yang baik.

[JAKARTA] Kelemahan siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia antara lain disebabkan rendahnya budaya baca dan tulis. Selain itu pemahaman siswa terhadap sastra Indonesia juga sangat kurang. Karena itu, melalui metode pembelajaran Bahasa Indonesia, budaya baca dan tulis siswa harus digenjot.

Demikian rangkuman pendapat sejumlah pengamat dan guru Bahasa Indonesia yang dihubungi SP, Jumat dan Sabtu (1/5), berkaitan dengan anjloknya nilai Bahasa Indonesia pada Ujian Nasional 2010 secara nasional.

Supriyono, Ketua Serikat Guru Jakarta, mengungkapkan, kelemahan siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia antara lain disebabkan rendahnya budaya baca dan tulis. Metode pembelajaran Bahasa Indonesia harus ditekankan pada praktik bahasa, yakni membaca dan menulis. Ia mencontohkan seharusnya siswa lebih banyak diajar mengarang atau menulis cerita, puisi atau pidato sehingga anak-anak terbiasa menulis dengan tata bahasa yang baik.

“Ketersediaan laboratorium bahasa juga menjadi penting untuk membantu pemahaman dan menyimak bahasa Indonesia. Guru harus memiliki kompetensi sebagai pengajar bahasa Indonesia dan memiliki latar belakang akademik bahasa Indonesia,” katanya.

Sedangkan menurut anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Mungin Edi Wibowo, pemahaman sastra juga harus dimaksimalkan. ”Proses belajar mengajar guru dan siswa menyangkut tata bahasa dan pemahaman sastra Indonesia masih kurang.

Di sisi lain, kualitas guru juga rendah. Guru yang mengajar terkadang bukan berasal dari lulusan Bahasa Indonesia,” ujar Edi Wibowo. Dia menekankan, budaya membaca dan menulis bahasa Indonesia harus ditekankan kepada peserta didik oleh guru dengan pengajaran pemahaman yang baik. Buku pelajaran yang digunakan juga harus sesuai dengan Permendiknas yang disajikan dengan bahasa dan penyajian yang baik.

Dominasi penggunaan bahasa Inggris dan bahasa pergaulan di kalangan pelajar Indonesia menjadi faktor kurangnya pemahaman etika dan tata bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tak lagi dipandang sebagai ilmu melainkan hanya sebagai alat berkomunikasi lisan.Akibatnya ketika kemampuan berbahasa Indonesia dibawa ke dunia pendidikan atau ilmiah, siswa tidak memiliki kompetensi untuk melakukan analisa dan konstruksi kalimat sesuai dengan tata bahasa Indonesia yang baik.

Hal itu diutarakan oleh mantan Kepala Pusat Bahasa, Dendy Sugono di Jakarta, Jumat (30/4). ”Bahasa Inggris sesuatu yang baru bagi para pelajar namun penggunaannya sekarang malah mengalahkan bahasa Indonesia. Bahasa nasional dijajah oleh bahasa asing,” ujarnya.

Menurutnya, para pelajar kurang tertarik dan menganggap enteng bahasa Indonesia karena sejak kecil mereka telah berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Akibatnya anak menganggap ujian Bahasa Indonesia mudah dan tidak perlu belajar. [D-11]

Sumber: Suara Pembaruan, Sabtu, 1 Mei 2010

No comments: