Jakarta, Kompas - Musisi Innisisri meninggal dunia dalam usia 57 tahun, Rabu (30/9) siang di Depok, Jawa Barat, karena sakit. Innisisri yang akrab disapa Sri rencananya dimakamkan di Bengkel Teater Rendra, Cipayung, Citayam, Depok, Jawa Barat, Kamis ini.
Innisisri (ET)
Sri menjadi seniman ketiga yang dimakamkan di Bengkel Teater setelah seniman Mbah Surip dan pendiri Bengkel Teater, WS Rendra, sejak awal Agustus lalu.
Keputusan memakamkan Sri di Bengkel Teater diambil para seniman Bengkel Teater, Rabu malam. ”Tapi, kami menunggu terlebih dahulu keluarga Sri dari Semarang,” ujar Edi Haryono, anggota senior Bengkel Teater yang juga sahabat Sri.
Sahabat Sri lainnya, Prita Indrarini, menceritakan, Sri jatuh sakit sejak 14 Desember 2008. Tanggal 29 Desember, Sri dirawat di rumah sakit hingga 4 Januari 2009. Kemudian, ia pulang ke rumahnya di Kecamatan Sukmajaya, Depok.
”Karena tidak berkeluarga dan tinggal sendirian, akhirnya Sri dibawa ke rumah saya di Perumahan Depok Mulya I untuk dirawat,” kata Prita.
Prita menceritakan, menurut diagnosis dokter, Sri menderita semacam bisul pada usus besarnya. Akibatnya, ia tidak bisa makan dan buang air besar. Rabu sekitar pukul 14.00, kondisi Sri yang sebelumnya cukup baik tiba-tiba memburuk. Ia pingsan dua kali dan akhirnya meninggal dunia sebelum sempat dibawa ke rumah sakit.
Penghubung
Edi Haryono mengatakan, Sri adalah musisi perkusi yang hebat dan sangat berbakat. Dia berangkat dari gamelan. Setelah itu, dia berkenalan dengan drum dan musik Barat lainnya.
”Musiknya itu dimulai dari ketukan dan ritme. Dari situ ia bisa menciptakan melodi-melodi. Itulah kehebatan Sri,” kata Edi yang berteman dengan Sri sejak tahun 1970-an.
Sri, kata Edi, pernah bergabung dengan kelompok musik Kampungan dari tahun 1976 hingga 1980. Kemudian, dia bergabung dengan Sirkus Barock, Swami, dan Kantata Takwa bersama Sawung Jabo.
Menurut etnomusikolog Rizaldi Siagian, dalam lanskap musik nasional, posisi Sri cukup penting. Dia adalah penghubung antara musisi tradisional dan modern. Dia bekerja sama dengan musisi-musisi Banyuwangi dan membentuk grup Kahanan pada tahun 1980-an. ”Ini memberikan sumbangan sangat positif bagi perkembangan musik nasional,” ujar Rizaldi yang pernah bekerja sama dengan Sri dalam pementasan Megalitikum Kuantum tahun 2005.
Di mata Rizaldi, yang penting dari Sri adalah gerakan bermusiknya yang berusaha menyatukan musisi tradisional dan modern. ”Ia meleburkan diri dengan musisi tradisional dan mengembangkan musik bersama,” tutur Rizaldi. (BSW)
Sumber: Kompas, Kamis, 1 Oktober 2009
No comments:
Post a Comment