Saturday, October 03, 2009

Merayakan (Warisan Budaya) Batik

-- Christian Heru Cahyo Saputro*

ADA peristiwa dan prestise budaya yang menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal 2 September 2009 Batik ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Sedangkan acara pengukuhannya berlangsung di Prancis, 2 Oktober 2009. Batik menyusul masuk daftar warisan budaya dunia (world culture heritage) seperti wayang dan keris yang terlebih dahulu diakui eksistensinya oleh UNESCO.

Setelah melalui perjuangan panjang dan tak pernah lelah dalam mempromosikan, akhirnya batik diakui dunia dan ditetapkan di Prancis. Agar batik terus bergeliat, tak kurang Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu dan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari ikut jadi model memeragakan batik dalam event Gelar Batik Nusantara belum lama ini.

Memang batik merupakan salah satu ikon warisan budaya intangible Indonesia patut dijaga eksistensinya. Jangan sampai kita terusik dan kebakaran jenggot kalau negeri jiran Malaysia mengklaim menjadi salah satu karya budayanya, seperti lagu Rasa Sayange, reog dan tari pendet.

Kata batik yang melekat pada helai kain ini, kini jadi salah satu tetenger atau ikon warisan budaya intangible Indonesia yang cukup tersohor di mancanegara. Batik konon katanya berasal dari kata ambatik, yang berarti kain dengan noktah kecil. Kata batik juga mengusung makna menghamba pada titik.

Tetapi kini eksistensinya terancam karena gelontoran batik produksi dari negeri tirai bambu. Bagaimana pemerintah menjaga eksistensi batik Indonesia agar tetap lestari dan mampu bersaing di pasar global.

Belakangan produk batik China yang masuk ke pasar Indonesia secara illegal menjadi wacana yang cukup ramai. Padahal batik China sudah eksis di Indonesia sejak ratusan tahun lalu. Bedanya kalau produk lama hasil karya etnis Hoakiau (China) yang menetap di Indonesia.

Sedangkan yang produk baru diselundupkan dari China. Kalau batik China kuno banyak mendapat apresiasi, tetapi produk baru justru dicaci dan dibenci. Pasalnya, batik pendatang haram asal China ini jelas mengancam keberadaan industri batik Indonesia.

Atas nama nasionalisme dan proteksi pemerintah berusaha membendung masuknya kain batik cap (printing) dari negeri China ke sentra-sentra pasar-batik dan tekstil di negara kita. Bisa dibayangkan, kalau kejadiannya seperti dunia niaga agrobisnis, ketika sentra bawang merah Brebes dibanjiri bawang merah dari China dengan harga obral. Yang mengakibat para petani bawang Brebes terancam keberadaan "periuk nasi"-nya.

Hal ini juga yang dikhawatirkan pemerintah kalau batik China sampai menyesaki sentra pasar batik dan tekstil di Indonesia. Otomatis pasar batik akan terganggu dan muaranya bakal mengimbas pada industri (perajin, penekun) batik di sentra batik Trusmi Cirebon, Pekalongan, Solo, Yogya, dan daerah lainnya bisa terancam gulung tikar.

Optimisme

Karya batik Indonesia baik yang berupa batik tulis, cap, dan kombinasi cap, canthing dengan motif klasik yang memiliki makna filosofi dan motif kontemporer yang mengikuti perkembangan zaman diyakini mampu bersaing dalam persaingan global.

Kekhawatiran membanjirnya batik China ke pasar Indonesia memang perlu diantisipasi pemerintah. Tetapi para "pemain" batik Indonesia tetap optimistis, kalau pasar batik Indonesia masih bisa leading. Pasalnya, menurut beberapa pengamat dan user, baik dari dalam dan luar negeri, batik Indonesia tetap punya "kualitas" beda. Apalagi yang digelontorkan China ke Indonesia hanyalah batik cap, yang market share-nya masyarakat kelas bawah.

Menurut Anna Kursova, peserta WHCCE asal Rusia, saat melihat proses pembuatan batik di Museum Batik Danar Hadi, Solo, batik Indonesia elegan dan cantik. Dr. Chua Soo Pong asal Singapura juga mengatakan meski Singapura telah mematenkan batik, batik Solo lebih menarik.

Director China Opera Institute Singapura mengatakan batik Solo tidak pasaran. Batik Solo high class dan elegan. Sementara Batik Malaysia baik motif maupun warna pasaran tak eksklusif, kata Soo Poong, saat belanja di rumah batik Danar Hadi, Solo, Jawa Tengah.

Sementara itu, Hai Yen, warga Singapura, dia merasa lebih cantik kalau mengenakan batik. Bahkan banyak warga Singapura yang juga menjadikan batik sebagai busana resmi lantaran mereka tak memiliki busana resmi, karena mereka tak punya pakaian nasional asal Singapura.

Faktor lain, yang membuat batik Indonesia berani bersaing, karena banyak nilai yang terkandung di dalam batik Indonesia, tidak hanya terlihat pada keindahan penampilan, kecantikan, kerumitan pola, dan keserasian warna.

Selain itu, batik Indonesia juga menghadirkan keindahan rohani dan filosofi yang terkandung dalam pola ragam hias dan ornamen. Konon keindahan rohaniah inilah yang tidak dimiliki seni batik yang dibuat dari negara lain.

Membangun Kesadaran

Banyak jalan menuju Roma, banyak langkah untuk memasyarakatkan batik. Salah satu langkahnya menanamkan kesadaran rasa memiliki rasa handarbeni--atau sense of belonging--pada bangsa kita bahwa batik adalah sebuah warisan budaya yang harus diuri-uri, ditumbuhkembangkan, dan dilestarikan.

Mungkin contoh kongkretnya pada gelaran World Heritage Cities Conference & Expo (WHCCE) di Solo ditaja Lomba Membatik untuk anak-anak yang mengusung tema Solo Membatik Dunia. Salah satu tujuan mulianya adalah memberi pengetahuan pada anak-anak bahwa membatik itu tidak di-print atau dicap, tapi dicanting, muaranya mereka punya pengetahuan bisa membedakan batik tulis berkualitas dengan batik printing.

Peristiwa-peristiwa budaya yang mengusung batik sebagai ikon seperti Smaradaha Batik Semarang Ing Lawang Sewu, Solo Batik Carnival dan Jogya Carvinal, The Java Heritage Expo di Semarang yang digelar Paguyuban Batik Bokor Kencono adalah contoh-contoh lainnya.

Selain itu, menjadikan sentra-sentra industri batik, seperti Kampung Laweyan, Kampung Kauman, Kliwonan (Sragen), Wiradesa (Pekalongan), Trusmi (Cirebon), dan daerah lainnya menjadi desa wisata yang bisa mendongkrak penjualan para penekun.

Promosi

Rasa kebanggaan memiliki batik senantiasa terus ditumbuhkembangkan. Kini batik sudah naik kelas, kalau dulu pakai batik dianggap ndeso atau kampungan. Kini justru menjadi kebanggaan, bahkan kini batik sudah menjadi salah satu dresscode tak hanya pada gelaran resmi pemerintah, tetapi juga para selebriti.

Langkah Wapres Yusuf Kalla mengimbau para pejabat negara mengganti pakaian resmi safari dengan batik adalah salah satu langkah jitu yang patut mendapat acungan jempol. Trik mendaulat para tamu kenegaraan dengan dresscode batik adalah salah satu langkah promosi yang efektif dan strategis.

Bayangkan salah satu miliader dunia bos Mircrosof Bill Gates ketika berkunjung ke Indonesia berhasil dilobi untuk mengenakan batik sebagai pakaian kebesarannya. Langkah ini jelas membuat batik Indonesia makin dikenal.

Sedangkan rasa kebanggaan juga ditumbuhkan pada masyarakat Indonesia. Kini di sebagian kota di Indonesia pada hari-hari tertentu pelajar dan pegawai pemerintah diwajibkan memakai batik. Ini merupakan salah satu langkah bijak dan peranserta dalam merayakan dan mempertahankan eksistensi batik jadi warisan budaya dunia.

* Christian Heru Cahyo Saputro, Penghayat Kearifan Lokal dan Peneliti Folklor pada Sekelek Institute Publihsing House, tinggal di Lampung.

Sumber: Lampung Post, Sabtu, 3 Oktober 2009

No comments: