Monday, August 03, 2009

Mendiknas Harus Bervisi Kebangsaan

[JAKARTA] Kandidat menteri pendidikan nasional (mendiknas) dalam pemerintahan Susilo Bambang Yu- dhoyono jilid kedua, haruslah berani melakukan reformasi kebijakan pendidikan secara radikal. Sebab, kebijakan pendidikan nasional saat ini, telah melenceng dari esensinya dan tidak bervisi kebangsaan.

Ahmad Rizali (SP/Abimanyu)

Demikian rangkuman pendapat dari Ketua Dewan Pembina The Centre for the Betterment of Education (CBE) Ahmad Rizali dan pengamat pendidikan Darmaningtyas, di Jakarta, Kamis (30/7) menanggapi munculnya beberapa kandidat mendiknas pengganti Bambang Sudibyo. Keduanya menyatakan, kandidat mendiknas harus mempunyai grand design antara lain melakukan reformasi birokrasi.

Selain itu, perlu meletakkan kembali pendidikan kepada esensinya. "Birokrasi di Depdiknas berbelit. Misalnya saja, untuk memperoleh atau mengetahui cetak biru pendidikan nasional seperti apa, masyarakat sulit untuk mengaksesnya," katanya.

Selain itu, katanya, pendidikan sudah salah kaprah. "Pendidikan sudah dijadikan komoditas. Misalnya, adanya peraturan presiden tentang diperbolehkannya investasi asing masuk ke pendidikan," katanya.

Ciri Khas

Terkait isu calon mendiknas berasal dari salah satu partai keagamaan, Rizali menuturkan, sebaiknya presiden terpilih mempertimbangkan untuk tidak menempatkan calon mendiknas dari partai tertentu. "Budaya dan karakter pendidikan nasional lambat laun bisa tercerabut. Apalagi sekolah-sekolah yang sudah memiliki ciri khas tertentu seperti sekolah Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama, maupun sekolah Kristen dan Katolik," katanya.

Rizali mendorong agar calon mendiknas adalah orang yang steril dari parpol. "Lebih baik begitu, sehingga, kebijakan yang dibuat bebas dari kepentingan kelompok dan tidak terjadi diskriminasi," katanya.

Dia menambahkan, calon mendiknas juga harus berani melakukan perubahan pendidikan ke arah yang lebih baik. "Tentunya bervisi kebangsaan," ucapnya.

Dia menyebut nama calon yang layak dipertimbangkan untuk menjabat posisi mendiknas yakni Menteri Komunikasi dan Informasi Muhammad Nuh. "Dia egaliter, orang Muhammadiyah dan basisnya di NU. Berani membuat terobosan yang non diskriminatif dan kebangsaan," katanya.

Senada dengan itu, pengamat pendidikan Darmaningtyas berpendapat, kandidat mendiknas adalah orang yang punya keberanian menghapuskan kastanisasi dalam pendidikan, misalnya menghapuskan konsep SSN (sekolah standar nasional), RSBI (Rintisan sekolah bertaraf Internasional), SBI (sekolah bertaraf internasional).

"Aturan dan kebijakan ini bertentangan dengan UUD 1943 Pasal 31 Ayat 3. Di sana dikatakan bahwa pemerintah menciptakan satu sistem pendidikan nasional. Dengan kastanisasi tersebut, berarti pemerintah menciptakan sistem pendidikan nasional lebih dari satu," katanya.

Selain itu, lanjutnya, Kandidat mendiknas adalah orang yang mau mengembalikan semua PTN menjadi PT milik publik, sehingga dapat diakses oleh semua warga yang lolos tes, bukan seperti PT BHMN yang lebih memfasilitasi kelompok mampu saja. Akibatnya, mereka yang tidak mampu makin termarginalisasikan.

Dia menambahkan, mendiknas periode mendatang adalah orang yang mampu mengembalikan roh pendidikan nasional, sehingga pendidikan nasional tidak bercorak seperti pendidikan keagamaan. "Pendidikan harus bervisi kebangsaan," katanya.

Darmaningtyas juga menegaskan, pendidikan bukan sebagai gerbong untuk menggolkan kepentingan dan tujuan suatu kelompok, namun untuk kepentingan nasional. Dia menegaskan, pendidikan jangan dijadikan kendaraan untuk kepentingan kelompok tapi semata-mata untuk kependidikan nasional. [W-12/M-17]

Sumber: Suara Pembaruan, Senin, 1 Agustus 2009

No comments: