Monday, August 31, 2009

Lain Dulu, Lain Sekarang...

PAKAIANNYA tidak menunjukkan bahwa dia seorang menteri. Malah, ia memakai kemeja yang paling banyak bertisikan....”

Demikian George McTurnan Kahin, seorang pakar Asia Tenggara asal Amerika, menggambarkan kekagumannya pada kesederhanaan Moh Natsir, Menteri Penerangan pada masa Presiden Soekarno.

Dr Johanes Leimena, yang pernah ditunjuk Soekarno sebagai Wakil Menteri Utama II, juga tidak kalah sederhana. Untuk resepsi resmi, dia bahkan harus meminjam jas dan dasi dari rekannya.

”Jas itu tidak pas betul, tetapi saya hanya perlu mengenakannya beberapa jam saja sekali pakai,” (Sukarno, An Autobiography; as told to Cindy Adams, New York, 1965, p. 239).

Namun, lain dulu, lain sekarang. Laporan Komisi Pemberantasan Korupsi akhir tahun 2008 malah menunjukkan kekayaan sejumlah menteri melejit miliaran rupiah.

Mantan ajudan Soekarno, Sidarto Danusubroto, sebagai saksi hidup juga merasakan kegundahan itu. ”Menteri-menteri zaman Soekarno itu melarat, tapi idealis,” ucapnya.

Meskipun waktu itu sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, juga tidak mau ”menggadaikannya”.

Ketika ditanya menteri-menteri belakangan ini, Sidarto sempat terdiam. ”Tidak bisa ngomong. Terlalu banyak dusta di antara kita,” ujarnya tertawa.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Bali, I Wayan Sudirta, juga punya pandangan senada. Setelah mempelajari risalah-risalah pembentukan kabinet, dia merasa figur menteri pada masa lalu, selain sederhana, juga pemimpin yang berkarakter. Dia mencontohkan Dr Soepomo (Menteri Kehakiman) atau Mohammad Yamin (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) yang memiliki konsep kenegaraan yang kuat.

Sudirta berharap Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono pun benar-benar memerhatikan karakter para calon menteri, selain sisi keahlian.

Pemimpin berkarakter adalah berani buat terobosan demi kepentingan rakyat berisiko dicopot sekalipun.

”Sekarang mana ada yang berani seperti itu,” ucapnya.

Mudah-mudahan Pak Presiden tidak salah menelepon calon menterinya.... (Sutta Dharmasaputra)

Sumber: Kompas, Senin, 31 Agustus 2009

No comments: