Sunday, August 30, 2009

Jero Wacik: Pelanggaran Etika

PENAMPILAN Tari Pendet dalam tayangan iklan promosi pariwisata Malaysia mencelikkan mata banyak orang. Bukan sekali itu kekayaan seni budaya Indonesia dimanfaatkan Malaysia untuk kepentingannya. Bahkan, sudah banyak kekayaan budaya Indonesia yang dimanfaatkan negara lain untuk berbagai kepentingan mereka.

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik, dalam pertemuan dengan wartawan berkaitan dengan kasus Tari Pendet itu, Senin (24/8) lalu, mengemukakan persoalan saling klaim dengan Malaysia terjadi dua tahun belakangan ini. Dalam nota protes yang dilayangkan ke Pemerintah Malaysia, Menteri menyebutkan kasus pemanfaatan kekayaan budaya Indonesia lainnya, seperti batik, reog Ponorogo, Tari Indang Sungai Garinggiang (bukan Indang Bariang seperti diberitakan sebelumnya, Red), lagu Rasa Sayange, hingga angklung. Melalui nota protes itu Menteri minta Pemerintah Malaysia menghentikan penayangan iklan promosi pariwisata Malaysia di Discovery Channel itu.

Jika membuka situs web budaya-indonesia.org, daftar pemanfaatan kekayaan budaya Indonesia oleh pihak lain itu lebih panjang lagi. Dan, bukan hanya oleh Malaysia. Insiatif Budaya Kepulauan Indonesia (Indonesian Archipelago Culture Intiatives/IACI), menyebutkan, perorangan, perusahaan, perusahaan multinasional dari Amerika Serikat, Belanda, Jepang, Inggris, Prancis, tercatat pernah memanfaatkan kekayaan budaya Indonesia. Jenisnya pun bukan hanya produk seni budaya, namun mencakup juga resep warisan nenek moyang seperti tempe dan sambal bajak, hingga kekayaan hayati seperti rempah-rempah!

Dari 32 butir klaim negara lain atas budaya Indonesia, Malaysia tercatat paling banyak memanfaatkan kekayaan budaya Indonesia untuk promosi negaranya. Selain lagu Rasa Sayange yang berasal dari Maluku, IACI juga mencatat, pemanfaatan lagu lain, seperti Soleram, Jali-jali, injit-injit Semut, Kakatua, dan Anak Kambing Saya.

Kemiripan Budaya

Sebagai bangsa serumpun, diakui Menbudpar, tidak terbantahkan ada kemiripan budaya di masing-masing negara, terutama yang berakar dari budaya Melayu. Walaupun tidak ada perjanjian tertulis, Menbudpar mengatakan, ada kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia untuk saling memberitahu jika ada kaitan dengan pemanfaatan kekayaan budaya yang masih berada dalam grey area, seperti seni budaya Melayu.

"Memang tidak ada kesepakatan tertulis, namun ada notulensi. Kesepakatannya, saling memberitahu," kata Menbudpar.

Namun, Tari Pendet, ditegaskan Menteri, bukan kekayaan budaya Melayu. Ditarikan di mana pun, warga dunia mengenalnya sebagai kekayaan budaya Bali. Karena bukan kekayaan budaya di gray area, Menbudpar menyebutnya sebagai pelanggaran etika. [A-18]

Sumber: Suara Pembaruan, Minggu, 30 Agustus 2009

No comments: