Harus Minta Maaf atas Penggunaan Tari Pendet untuk Iklan
Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunggu niat baik Pemerintah Malaysia terkait penggunaan tari pendet yang tidak patut untuk promosi wisata Malaysia. Protes yang dilayangkan ke Malaysia dinilai tidak berlebihan karena Malaysia sudah berkali-kali melakukannya.
”Ini pelajaran yang sangat baik. Dan saya sekali lagi berharap niat baik Indonesia untuk menjaga hubungan baik ini juga dimiliki Malaysia untuk melakukan hal yang sama sehingga kerja sama yang baik di banyak bidang jangan terganggu dengan hal-hal seperti ini,” ujar Presiden pada jumpa pers di Kantor Presiden di Jakarta, Selasa (25/8).
Sebelum jumpa pers, Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi menerima laporan dan penjelasan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik dan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. Jero Wacik mengemukakan telah melayangkan protes dan mendapat jawaban yang belum memuaskan.
”Bagaimanapun, saya berharap Pemerintah Malaysia bisa menjaga sensitivitas rakyat Indonesia. Kejadian ini bukan yang pertama kali,” ujar Presiden.
Terhadap klaim budaya Indonesia oleh Malaysia sebelumnya, Presiden mengaku berinisiatif dan mendapat persetujuan Malaysia untuk membentuk eminent person group (EPG). Salah satu tujuan dibentuknya EPG adalah menangani masalah kedua negara, termasuk isu-isu tentang hak cipta, karya budaya, dan karya peradaban di antara kedua bangsa.
”Indonesia berharap Malaysia sungguh memberikan atensi, menjaga perasaan masyarakat Indonesia, memelihara hubungan baik, dan EPG bisa difungsikan untuk mencegah hal-hal begini. Ini harapan saya dengan semangat, sekali lagi, untuk menjaga dan memelihara hubungan baik,” ujar Presiden.
Secara terpisah, berbagai unjuk rasa terjadi di berbagai daerah memprotes tari pendet khas Bali sebagai iklan pariwisata Malaysia. Di Denpasar, Bali, sejumlah mahasiswa, akademisi, seniman, dan budayawan menggelar unjuk rasa menuntut permintaan maaf secara resmi dari Pemerintah Malaysia. ”Iklan tersebut melecehkan bangsa Indonesia,” kata Dayu, salah satu koordinator aksi. Sejumlah poster dan spanduk berisi kecaman terhadap Malaysia juga dibentangkan.
Gubernur Bali I Made Mangku Pastika menyatakan, seluruh dunia tahu bahwa tari pendet berasal dari Bali, bukan dari Malaysia. Sesuai jalurnya, Pemerintah Provinsi Bali telah mengirim surat kepada pemerintah pusat agar bersikap tegas dalam menangani persoalan ini.
Di Bandung, Komunitas Penari Jaipong Jawa Barat berharap kasus tari pendet membuat Pemerintah Indonesia memerhatikan eksistensi seni dan budaya daerah. ”Saat ini seni dan budaya daerah masih dijadikan sekadar alat promosi,” kata sesepuh Komunitas Penari Jaipong Jawa Barat, Mas Nanu Muda.
Di Yogyakarta, Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, untuk menghindari terjadinya klaim negara lain terhadap produk-produk kebudayaan nasional, Indonesia perlu segera mematenkan produk kebudayaan itu di lembaga paten dunia yang diakui secara internasional. Jika tidak, klaim oleh negara lain kemungkinan akan terus terjadi.
”Perlu mematenkan pada lembaga paten internasional di Austria. Kalau mematenkannya di Indonesia, ya paten itu hanya berlaku di Indonesia,” kata Sultan Hamengku Buwono X.
Mematenkan produk budaya, lanjut Sultan, memang tidak mudah karena penciptanya sering kali tidak diketahui. Meski demikian, paten produk kebudayaan tetap bisa dilakukan dengan mengatasnamakan pemerintah daerah. Ia mencontohkan, Pemerintah Provinsi DIY telah mematenkan 300 desain batik gaya Yogyakarta.(INU/BEN/CHE/RWN)
Sumber: Kompas, Rabu, 26 Agustus 2009
No comments:
Post a Comment