Jakarta, Kompas - Sejarawan dari Universitas Leiden, Belanda, Harry A Poeze, Selasa (25/8) di Jakarta, meluncurkan buku Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia, Jilid 2 (Penerbit Yayasan Obor Indonesia). Keberadaan Tan Malaka tidak saja dipaparkan detail melalui tulisan di buku tersebut, tetapi Harry juga menayangkan sejumlah dokumen penting berupa foto-foto dan film.
Pada foto-foto rapat raksasa di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monas), Jakarta, 19 September 1945, misalnya, Harry dengan jelimet ”menemukan” seseorang yang memakai helm dekat Bung Karno ketika berpidato. Bahkan pada salah satu foto, Soekarno dan orang itu berjalan berdampingan. Setelah membandingkan berbagai foto itu, Harry berkesimpulan bahwa lelaki berhelm tersebut adalah Tan Malaka. ”Lelaki itu lebih pendek dari Soekarno dan ukurannya di foto ternyata cocok karena tinggi Soekarno adalah 1,72 meter dan Tan Malaka 1,65 meter,” katanya.
Harry Poeze dalam penelitiannya, seperti diungkap pada buku tersebut, juga menemukan lokasi tewasnya Tan Malaka di Jawa Timur. Lokasi tempat Tan Malaka disergap dan kemudian ditembak adalah Dusun Tunggul, Desa Selopanggung, di kaki Gunung Wilis, Jawa Timur.
”Saya melakukan riset sejak mahasiswa, tahun 1970-an, ketika menyusun skripsi di jurusan sejarah” katanya.
Sejarawan dari Universitas Indonesia, Taufik Abdullah, mengatakan, Tan Malaka adalah tokoh pemikir bangsa yang dilupakan. Riwayat hidupnya tak banyak ditulis, tetapi oleh Harry, perjuangan Tan Malaka ditulis detail.
”Banyak yang menarik ditulis Harry dalam bukunya, yang tidak ada di buku-buku lain. Ada juga semacam bonus, penjelasan apa sebabnya Rustam Effendi, yang selama ini dikenal sebagai penyair, kembali ke Indonesia,” katanya.
Menurut Taufik, antiklimaks dari buku Harry adalah ditangkapnya Tan Malaka untuk kedua kalinya. Pihak yang menangkap Tan Malaka adalah Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan. (NAL)
Sumber: Kompas, Rabu, 26 Agustus 2009
No comments:
Post a Comment