[JAKARTA] Klaim Malaysia atas sejumlah kebudayaan asli Indonesia, terakhir Tari Pendet, sebenarnya tidak hanya terjadi baru-baru ini. Sebagai warga negara yang bersifat patriotik dan menjunjung tinggi kebudayaan bangsa, sudah selayaknya apabila sebagian besar masyarakat Indonesia geram akan hal ini. Namun, klaim Malaysia tersebut juga tidak serta-merta tanpa keterlibatan masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, yang cenderung berkiblat kebarat-baratan.
"Sudah seharusnya kita marah atas klaim Malaysia yang bertubi-tubi ini. Malaysia sudah kelewatan. Ke depannya, entah apa lagi milik Indonesia yang akan mereka klaim. Bisa jadi, Candi Borobudur adalah berikutnya. Jika benar adanya, kita akan tertawa terbahak-bahak atas kejadian itu," kata Remy Sylado, sastrawan Indonesia kepada SP, Rabu (26/8).
Namun demikian, masyarakat Indonesia, tutur Remy, harus pula mengintrospeksi diri masing-masing, kenapa hal ini bisa terjadi. Artinya, budaya mengklaim akan sesuatu yang bukan miliknya, juga telah menjadi sesuatu hal yang tidak asing dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Di sisi lain, Remy menjelaskan bahwa adanya hukum kebudayaan yang disebut akulturasi. Artinya, proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu, lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa mengakibatkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Komentar Presiden
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap, Pemerintah Malaysia menjaga sensitivitas rakyat Indonesia berkaitan dengan klaim Malaysia terhadap Tari Pendet dari Bali. Sebab, tarian itu sungguh-sungguh berasal dari Bali-Indonesia. Karena itu, dia menganggap protes Pemerintah Indonesia terhadap klaim Pemerintah Malaysia tidak berlebihan.
Hal itu ditegaskan Presiden Yudhoyono kepada wartawan di depan ruang kerjanya, di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (25/8) setelah menerima Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.
Menurut Presiden, beberapa tahun lalu, atas inisiatifnya, Indonesia dan Malaysia membentuk eminent person group yang khusus mengelola permasalahan, persengketaan antarkedua bangsa, termasuk isu-isu tentang hak cipta dan karya budaya, serta karya peradaban di antara kedua bangsa.
Sementara itu, kepada para menteri terkait, seperti Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, dan para gubernur, Presiden Yudhoyono meminta agar mempercepat inventarisasi kekayaan anak bangsa.
Masyarakat Bali tampaknya cukup gerah dengan Tari Pendet ciptaan seniman Bali yang diiklankan Malaysia dalam Visit Malaysia Year. Bentuk kegerahan tersebut bukan hanya disampaikan tokoh intelektual, seniman, dan budayawan serta pemerhati budaya dan seni lewat pernyataan di media massa, melainkan juga kalangan anak muda lewat aksi demo.
Elemen generasi muda dan mahasiswa pada Selasa (25/8), melakukan aksi demo menentang klaim Tari Pendet tersebut oleh Malaysia. Intinya, mereka mendesak supaya Malaysia harus minta maaf atas kejadian tersebut. Permintaan maaf tersebut harus dilakukan Malaysia bukan hanya lewat media nasional, melainkan pula media Internasional.
"Kami dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mendesak Pemerintah Malaysia untuk meminta maaf atas klaimnya terhadap Tari Pendet yang jelas-jelas diciptakan seniman Bali. Permintaan maaf harus disampaikan melalui media nasional dan internasional," ujar Ketua GMNI Denpasar Wayan Nampa ketika membacakan salah satu tuntutan GMNI dalam pernyataan sikap bersama Persatuan Alumni (PA) GMNI, GMNI Denpasar dan GMNI Bangli saat dengar pendapat dengan Komisi I DPRD Provinsi Bali di Denpasar, Selasa (25/8).
Juru Bicara Departemen Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, Rabu (26/8), mengatakan, surat nota protes resmi telah disampaikan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) RI kepada Menbudpar Malaysia, berkaitan dengan video klip promosi wisata Malaysia yang menampilkan berbagai seni budaya Indonesia.
Dikatakan Faizasyah, belum ada penjelasan formal dari Pemerintah Malaysia selain pernyataan dari rumah produksi. Pada video klip yang ditampilkan jaringan televisi kabel Discovery Channel, sejumlah seni budaya Indonesia seperti wayang, dan tari Pendet, ditampilkan sebagai budaya asli Malaysia.
"Tapi, dari pembicaraan kami dengan sejumlah pihak di Kementerian Kebudayaan Malaysia, mereka sendiri terkejut dengan insiden itu," kata Faizasyah. [ISW/B-14/A-21/137/F-4]
Sumber: Suara Pembaruan, Rabu, 26 Agustus 2009
No comments:
Post a Comment