Tuesday, August 25, 2009

Klaim Tari Pendet: Malaysia Melanggar Etika

[JAKARTA] Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik melayangkan nota protes kepada Pemerintah Malaysia, terkait klaim Malaysia atas Tari Pendet sebagai kekayaan budayanya dalam iklan yang ditayangkan Discovery Channel. Nota protes itu ditujukan kepada Menteri Pariwisata Malaysia dan Menbudpar meminta penayangan iklan itu dihentikan.

Menbudpar menyatakan hal itu dalam pertemuan pers di kantornya, Senin (24/8) sore. Dalam kesempatan itu Menbudpar juga mengemukakan telah memanggil Duta Besar Malaysia pada Senin siang. Wakil Duta Besar Malaysia Amran Mohammad Zein, hadir memenuhi pemanggilan itu pada Senin siang itu, menggantikan Duta Besar, yang sedang dalam proses penggantian dari pejabat lama ke pejabat baru.

Menbudpar mengatakan, walaupun tidak ada perjanjian tertulis, sudah ada kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia yang dibuat di Singapura, untuk saling memberitahu jika ada kaitan dengan pemanfaatan kekayaan budaya yang masih berada dalam gray area. Menbudpar mencontohkan kesenian Melayu, yang memang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, Malaysia, dan Singapura. "Prinsipnya, ada pemberitahuan. Karena walaupun tidak ada kesepakatan tertulis, ada notulensi," kata Menbudpar.

Tari Pendet, menurutnya, bukan kekayaan budaya Melayu. Ditarikan di mana pun, warga dunia akan mengenalnya sebagai kekayaan budaya Bali. "Artinya, itu bukan kekayaan budaya di gray area. Berarti, di sini ada pelanggaran etika," tegasnya.

Nota protes yang dikirimkan kepada Pemerintah Malaysia itu juga menguraikan kasus klaim budaya Indonesia selama dua tahun terakhir, termasuk klaim atas batik, Reog Ponorogo, Tari Indang Bariang, dan lagu Rasa Sayange. Walaupun "gebrakan" itu sudah memunculkan pengakuan berupa klarifikasi-klarifikasi dari pembuat iklan, Menbudpar sampai berita ini diturunkan, masih menunggu jawaban resmi dari Pemerintah Malaysia.

Introspeksi

Pada sisi lain, Menbudpar mengajak seluruh masyarakat untuk berintrospeksi diri. "Apakah kita sudah mengelola kekayaan budaya kita dengan baik?" katanya.

Menbudpar mengajak seluruh pelaku budaya untuk segera mendokumentasikan dan mendaftarkan hasil kreativitasnya sebagai kekayaan budaya. Sejak 2007, Menbudpar mengirim surat kepada gubernur di seluruh Indonesia, untuk mendata kekayaan budaya, terutama yang tidak diketahui lagi siapa penciptanya, untuk segera diregistrasi.

Depbudpar, hingga kini, seperti dikemukakan Dirjen Nilai Budaya, Seni, dan Film Tjetjep Suparman, mengaku sudah mendata sekitar 600 kekayaan budaya Indonesia. Menbudpar berjanji memberikan kemudahan bagi 1.000 pendaftar kekayaan budaya untuk mendaftarkan karyanya tanpa dipungut biaya.

Beberapa kekayaan budaya kategori masterpiece, seperti wayang dan keris, menurut Menbudpar, sudah didaftarkan ke UNESCO. "Yang masih menunggu persetujuan adalah batik, dan yang sedang dalam proses pendaftaran adalah angklung," kata Menbudpar.

Sementara itu, mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Prof Dr Made Bandem kepada SP, Senin (24/8) mengatakan, pemerintah harus tegas melaksanakan hukum dan UU Hak Cipta. Dalam hal ini pemerintah harus mendukung dan memberikan bantuan kepada seniman untuk membuat asosiasi hak cipta. Asosiasi ini akan membantu para seniman untuk mendaftarkan hak ciptanya untuk karya-karya seninya kepada Departemen Hukum dan HAM.

"Kalau mengandalkan para seniman saja untuk mendaftarkan hak cipta, tentu tidak bisa karena seniman biasanya sibuk berkarya, sehingga terkadang tidak sempat mendaftarkan karya-karyanya," ujar Made Bandem yang juga mantan Ketua Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar.

Pendapat senada juga disampaikan guru besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Wayan Dibia MA yang ditemui secara terpisah.

Tari Pendet menurut Bandem merupakan tarian penyambutan yang diciptakan tahun 1960 oleh Pak Rindi dan Ibu Ketut Reneng. Tari Pendet merupakan tari hasil karya seniman Bali, dan tidak mungkin diciptakan oleh seniman Malaysia. "Dalam penciptaan tari Pendet, ada filosofi Hindu yang kuat. Ada gerak tari yang menggambarkan persembahan kepada Tuhan secara agama Hindu," ujar Wakil Gubernur Bali, Anak Agung Puspayoga. [137/A-18]

Sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 25 Agustus 2009

No comments: