Yogyakarta, Kompas - Pura Pakualaman sebagai salah satu kerajaan di Jawa mencatat sejarah yang dituangkan dalam naskah kuno yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan. Namun, peminat naskah kuno minim karena pengetahuan masyarakat tentang Pura Pakualaman juga minim.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, yang juga abdi dalem Pura Pakualaman Pengelola Perpustakaan Pakualaman, Sri Ratna Saktimulya, mengungkapkan, baru 15 naskah kuno yang diremajakan untuk pelestarian. ”Kami masih terhambat keterbatasan sumber daya penerjemah. Naskah kuno biasanya berupa tembang dengan huruf dan bahasa Jawa,” ujar Ratna, Rabu (10/2).
Kepentingan pendidikan
Raja Pura Pakualamanan Paku Alam IX menyatakan, perpustakaan Pakualaman terbuka bagi kepentingan pendidikan.
Untuk pelestarian naskah, PA IX memerintahkan peremajaan naskah dengan ”mutrani” atau memindahkan naskah berhuruf Jawa ke kertas lain tanpa diubah sama sekali.
Pelestarian juga dilakukan dengan alih aksara dari huruf Jawa ke latin, penerjemahan, ataupun penyaduran.
Naskah kuno Pura Pakualaman unggul karena bersifat scriptorium. Tiap teks dari banyak naskah di perpustakaan saling berkaitan sehingga harus dipelajari secara menyeluruh.
Teks dengan huruf Jawa yang indah menjadi tampilan menarik karena dipadukan dengan gambar yang menggambarkan cerita.
Pura Pakualaman sengaja menyimpan beberapa naskah kuno lainnya di ruang pusaka karena dianggap keramat.
Beberapa naskah kuno keramat tersebut saat ini hanya bisa diakses oleh kerabat Pura Pakualaman, seperti Naskah Khyai Sarahdarma dan Khyai Jati Pusaka.
Naskah Khyai Jati Pusaka berupa tembang kawi yang berkisah tentang masa-masa Mangkurat serta perpecahan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sarat nilai
Dari naskah kuno tersebut, masyarakat bisa mengambil contoh, nilai, serta pelajaran tentang kebijaksanaan dalam kehidupan.
Beberapa ajaran dari naskah kuno tersebut juga mengedepankan penerapan cinta kasih serta keteguhan hati.
Naskah Babad Pakualaman, misalnya, berkisah tentang gempa bumi yang memorakporandakan sebagian wilayah Yogyakarta pada 10 Juni 1867.
Naskah kuno Pura Pakualaman tersebut sekarang dikelompokkan menjadi babad, Islam, piwulang, primbon, dan sastra.
Selain didominasi oleh naskah berhuruf Jawa, sebagian naskah kuno yang ada di Perpustakaan Pakualaman tersebut juga berhuruf Arab Pegon.
Naskah kuno tersebut sebenarnya merupakan koleksi pribadi dari dinasti Pakualaman. Naskah tersebut mulai dikumpulkan sejak masa pemerintahan Paku Alam I hingga Paku Alam VIII. (WKM)
Sumber: Kompas, Kamis, 11 Februari 2010
No comments:
Post a Comment