-- Asep Supriadi
LAHIRNYA Hari Bahasa Ibu Internasional awalnya merupakan pengakuan internasional terhadap adanya gerakan bahasa di Bangladesh pada 21 Februari 1952. Pada waktu itu, rakyat Bangladesh berunjuk rasa besar-besaran untuk mempertahankan bahasa Bangla agar tidak punah dari negaranya. Berdasarkan gerakan bahasa di Bangladesh itulah Badan Internasional UNESCO menetapkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional yang dimulai sejak 1999. Sejak saat itu, setiap tanggal 21 Februari, setiap negara memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional, termasuk di Indonesia.
Bahasa ibu dalam literatur sosiolinguistik makro kajian pemertahanan bahasa lazimnya tertuju pada bahasa ibu dalam konteks bilingual, yang dalam hal ini terdapat bahasa ibu (minor language) atau bahasa etnis berhadapan dengan bahasa utama (major language), seperti bahasa nasional. Jadi, bahasa ibu adalah bahasa daerah yang digunakan dalam suatu wilayah tertentu, misalnya wilayah Jawa Barat bahasa ibunya adalah bahasa Sunda.
Salah satu kaitannya dengan bahasa ibu ini adalah tentang penggunaan nama-nama orang yang berasal dari bahasa ibu (bahasa Sunda). Apakah arti nama-nama orang dari bahasa ibu itu bermakna baik atau tidak? Untuk mengetahui arti nama-nama orang itu baik atau tidaknya, kita bisa melacaknya dalam Kamus Bahasa Sunda Kuno Indonesia yang dibuat Elis Suryani N.S. dan Undang Ahmad Darsa (2003).
Biasanya, nama diberikan dengan merujuk kepada asal-usul, tujuan, harapan, bahkan hari dan bulan kelahiran. Pada sebuah nama juga terkandung pesan dan harapan orang tua terhadap anak yang diberi nama itu. Orang tua dalam memberi nama kepada anak tidak sembarangan. Pemberian nama anak biasanya disesuaikan dengan kondisi sosial budaya setempat. Nama itu harus mengandung makna yang sakral, baik, dan indah, sehingga kalau dipanggil nama itu enak didengarkan. Bagi orang Sunda, nama itu bukan sekadar indah atau merdu bila diucapkan, tetapi juga harus mengandung makna yang baik.Untuk mengetahui nama-nama orang dari bahasa Sunda bermakna baik atau tidaknya, bisa disimak dari kesepuluh contoh nama yang biasa digunakan orang Sunda seperti Adi, Ari, Jaya, Komala, Asih, Lolita, Aris, Iwa, Mala, dan Yoni.
Kesepuluh nama tersebut kemudian ditelusuri maknanya berdasarkan Kamus Sunda Kuno Indonesia. Adi maknanya setuju, permulaan, pertama, indah, keindahan, unggul, atas, besar, tertinggi, terutama, terbaik, ulung, presiden, dan pemimpin. Nama Ari bermakna henti, senang, teguh hati, dan tetap hati. Nama Jaya bermakna menang, jaya, kemenangan, pemenang, sangat unggul, dan pandai. Komala atau Kumala bermakna halus, lemah-lembut, lembut, lunak, dan batu permata. Asih bermakna cinta kasih, cinta, kasih, sayang, dan belas kasihan. Dari kelima nama tersebut, semuanya bermakna baik.
Selanjutnya, Lolita bermakna gemetar dan tamak. Aris bermakna lemah. Iwa bermakna iri hati. Mala bermakna kotor dan Yoni bermakna kemaluan perempuan. Kelima nama tersebut kalau diucapkan dan didengarkan memang terasa indah dan merdu, tetapi dari segi maknanya dalam Kamus Bahasa Sunda Kuno Indonesia memunyai arti yang tidak baik.
Dari kelima nama yang bermakna tidak baik itu, ada dua nama yang bisa diubah, yaitu Lolita dan Mala. Seperti nama Lolita, agar nama itu bermakna baik bisa ditambahkan awalan ingkar (awalan yang berarti tidak) di depan nama tersebut, menjadi Alolita dengan arti tidak gemetar atau tidak tamak. Bisa juga dengan kata Lalitya atau Lalita yang artinya cantik, indah, dan molek. Selanjutnya, Mala, agar nama itu bermakna baik bisa ditambahkan di depan kata mala itu kata nir (tidak), menjadi Nirmala yang artinya tidak kotor.
Sebagai orang Sunda, menggunakan nama-nama orang dari bahasa Sunda berarti ngamumule bahasa Sunda dan memperlihatkan jati diri sebagai orang Sunda.***
Asep Supriadi, Staf Teknis Balai Bahasa Bandung.
Sumber: Khazanah, Pikiran Rakyat, Minggu, 21 Februari 2010
No comments:
Post a Comment