Sunday, February 07, 2010

Ke Museum Nonton "Hantu"?

-- Dahono Fitrianto

MUSEUM katanya adalah etalase peradaban suatu bangsa. Tapi apa yang terjadi di Jakarta? Di museum orang berpacaran, arisan, temu fans, bahkan ada yang ingin melihat hantu bergentayangan. Wow!

Museum Bahari di Jakarta Utara suatu kali digunakan sebagai lokasi pengambilan gambar acara reality show Scarry Job. Pada acara televisi itu digambarkan museum penuh hantu gentayangan. Maka, Museum Bahari pun ramai dikunjungi orang, bukan karena koleksi sejarahnya, melainkan karena mereka ingin melihat sang hantu.

Salah satu titik yang paling diminati pengunjung adalah lukisan Laksamana Malahayati di lantai dua. Konon, katanya, bagian matanya bisa melirik. ”Dari biasanya cuma 30 pengunjung per hari, melonjak jadi 200 pengunjung per hari. Saya sampai capek mengantar tamu ke atas melihat lukisan itu. Akhirnya lukisan itu saya umpetin saja,” kata Sukma Wijaya (46), salah seorang penjaga Museum Bahari.

Peristiwa lain terjadi di Museum Bahari, hari Rabu (3/2). Saat itu sepasang remaja asyik pacaran di atas salah satu perahu kayu koleksi museum, yang seharusnya bahkan tak boleh disentuh. Begitu melihat petugas museum, mereka kocar-kacir berloncatan dari atas perahu bak bajak laut kalah perang. ”Sulit mengatur pengunjung agar tidak menyentuh koleksi yang dipamerkan,” kata Sukma.

Mari beralih ke Museum Nasional di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Hari Minggu (31/1) siang, serombongan anak muda berkaus merah memadati museum. Di kaus mereka tertulis kalimat ”seperti aku, seperti jiwaku”. Rombongan pencinta museum? Sahabat museum?

”Oh, kami memang bukan Sahabat Museum. Kami Sahabat Peterpan!” tutur seorang ibu , pemimpin rombongan serba merah tersebut.

Para sahabat ini rutin datang ke Museum Nasional untuk melihat patung Ariel dan kawan-kawan, yang saat ini tersimpan di lantai dasar Gedung Arca. Tahun 2008, sebagai bentuk penghargaan atas sukses mereka di dunia musik Indonesia, perusahaan rekaman Musica Studio membuatkan patung Peterpan yang dititipkan di Museum Nasional.

”Setiap bulan, Sahabat Peterpan wilayah Jabodetabek rutin bikin acara di Museum Nasional buat lihat patung Peterpan,” ungkap Udji, Koordinator Sahabat Peterpan Jabodetabek.

Apakah ada agenda lain di museum selain melihat patung Peterpan? ”Ya, bagi yang belum pernah ke sini sempat keliling-keliling sebentar. Tetapi itu tidak kami acarakan khusus,” tutur Udji.

Sahabat museum

Begitulah nasib museum. Ia dikunjungi, tapi tidak dipelajari. Museum Transportasi di kompleks Taman Mini Indonesia Indah, milik Kementerian Perhubungan, bisa dikunjungi ribuan orang pada hari libur. Namun, tidak semua datang untuk menikmati koleksi sarana transportasi bersejarah di dalamnya.

”Banyak yang hanya memanfaatkan lingkungan museum untuk kumpul-kumpul di hari libur, misalnya untuk arisan atau foto-foto pre-wedding,” tutur Kepala Seksi Penyajian dan Edukasi Museum Transportasi Suningsih.

Menurut Suningsih, saat para pengunjung itu ditanya, apakah sudah melihat koleksi museum di dalamnya, sebagian besar menjawab belum pernah dan tidak tahu ada apa di museum itu. Sebagian pengelola museum masih memaklumi perilaku masyarakat tersebut dan melihat itu dari sudut pandang positif.

”Menurut saya, itu bukan berarti mereka menyepelekan arti museum,” tutur Hamim, salah seorang pemandu di Museum Tekstil di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Museum, yang memanfaatkan rumah antik bekas milik orang Perancis itu, memang sering dipakai untuk berbagai kegiatan yang tidak berkaitan dengan permuseuman, mulai dari foto pre-wedding sampai resepsi pernikahan dan pesta ulang tahun. ”Secara tidak langsung, acara seperti itu bisa menjadi promosi bagi museum,” kata Hamim.

Kalaupun ada pengunjung yang benar-benar datang untuk melihat koleksi museum, biasanya adalah rombongan karyawisata anak sekolah atau pegawai dari instansi tertentu. Ada pula Sahabat Museum, sebuah komunitas pemerhati museum. Sejak dibentuk pada tahun 2002, komunitas ini sudah 75 kali menggelar acara mengunjungi museum bersama dan tempat-tempat bersejarah lain. ”Tujuan kami memang mengenalkan museum dan tempat sejarah kepada masyarakat,” ungkap Ketua Sahabat Museum Ade Purnama.

Tidak mati

Sejarawan dari Universitas Indonesia, Anhar Gonggong, mengkritik pola pengelolaan museum yang menempatkan museum sebagai obyek wisata belaka. Para pengelola museum di Indonesia, lanjut Anhar, umumnya baru memahami museum sebagai kumpulan barang, lalu mengundang orang untuk menonton.

”Pengunjung pun datang ke museum (buat) lari-larian. Pejabat dan pengelola museum tak memberikan sosialisasi secara benar dan tepat, apa museum, apa tujuannya,” tandas Anhar.

Jadi wajar saja jika sebagian besar orang kemudian menganggap benda-benda di dalam museum sekadar sebagai benda mati dan tidak berkaitan dengan dinamika kekinian masyarakat. Padahal, lanjut Anhar, benda-benda di dalam museum itu akan ”bicara” saat kita mengajak mereka berbicara.

”Ketika Anda lihat anting-anting, misalnya, kita bisa membaca bagaimana kondisi kultural yang berkembang saat anting-anting itu dibuat,” tutur mantan Direktur Sejarah dan Museum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ini.

Museum pun menjadi tempat untuk mengembalikan imaji kebesaran masa lalu, sebagai inspirasi untuk membangun masa depan yang lebih baik. ”Waktu saya ke Paris, Belanda, saya datangi museum untuk sekadar mau berimajinasi, bagaimana orang Belanda dan Perancis membangun peradaban mereka di masa lampau. Mereka bisa mencapai kejayaan dalam situasi kekinian karena mereka punya masa lampau yang gemilang,” tandas Anhar.

(LUSIANA INDRIASARI/YULIA SAPTHIANI/ilham khoiri)

Sumber: Kompas, Minggu, 7 Februari 2010

No comments: