Saturday, February 27, 2010

Festival Teater Remaja 2010: Menonjolkan Kearifan Lokal dalam Kebudayaan Global

SETELAH tahun ditinggalkan begitu saja, festival teater remaja (FTR) yang sebelumnya rutin dilangsungkan setiap tahun kini dihidupkan kembali. Pemunculan kembali festival teater kali ini, yang menurut rencana akan digelar Nopember mendatang di Gedung Kesenian Jakarta, akan menampilkan beberapa perubahan baru. Perubahan tersebut didominasi dengan keinginan menonjolkan kearifan lokal dalam kebudayaan global. Agar misi yang dibawa Festival Teater Remaja 2010 dapat diterima semua pihak, panitia pusat mengawali persiapan festival teater itu dengan serangkaian kegiatan sosialisasi dengan melibatkan sejumlah seniman penggerak teater dari berbagai daerah, juga "empu" teater dari beberapa kota yang selama ini dikenal kerap menghasilkan kelompok kelompok teater berkelas.

Wisran Hadi, seorang perupa yang juga dikenal sebagai tokoh teater dari Padang, Sumbar misalnya, dihadirkan sebagai pembicara. Juga Benny Yohanes dari Bandung, Jabar, kemudian Jose Rizal Manua, Franky Raden serta Niniek L Karim dari Jakarta. Mereka semua itu telah dikenal memiliki pandangan yang cukup dalam tentang teater. Mereka sengaja dihadirkan oleh Direktorat Kesenian Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dalam rangka memberikan pemantapan kepada sejumlah seniman penggiat teater di daerah.

Pemantapan itu menurut Direktur Kesenian Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Sulistyo Tirtokusumo, perlu mengingat ada kecenderungan baru yang berkembang bagus dewasa ini, tetapi di Indonesia malah cenderung dilupakan. Perkembangan baru itu adalah makin diminatinya kearifan lokal dalam sejumlah pementasan teater di forum internasional. "Karena itu, setelah 6 tahun kita tidak menggelar Festival Teater Remaja, maka pemunculannya di tahun 2010 ini akan kita manfaatkan kearifan lokal itu sebagai muatan utama Festival Teater Remaja 2010," ujar Sulistyo.

Bagi Niniek L Karim, kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah di tanah air, memang bisa dijual ke mancanegara dalam bentuk teater. "Kearifan lokal itu bahkan bisa menjadi bagian dari kebanggaan Indonesia. Coba cermati ketika tahun lalu sebuah teater dari Makassar mementaskan Ilagaligo, sebuah legenda rakyat Bugis-Makassar di Brodway, Amerika Serikat. Respon penonton luar biasa memuaskan. Padahal penonton teater yang menonjolkan kearifan lokal dari "Timur" itu bukan saja para seniman teater dari kawasan Broadway Amerika Serikat, tapi juga para pakar seni kebudayaan, pendidik dan pemerhati seni budaya dari sejumlah negara maju.

Jadi, menurut Niniek L Karim yang juga dikenal sebagai aktris berkarakter, teater Indonesia sudah saatnya menonjolkan kearifan lokal. Seni budaya Indonesia sangat unik, karena didalamnya kaya dengan muatan-muatan lokal. Semua itu bisa ditonjolkan dalam pementasan teater dan jika dipentaskan di luar negeri, akan membuat penonton di mancenegara kagum.

Jose Rizal Manua sutradara Teater Tanah Air juga mendukung pernyataan Niniek L Karim. Seniman kelahiran Padang tahun 1954 ini mengaku beberapa tahun silam pernah dilibatkan oleh dramawan WS Rendra tampil dalam drama Bibbob di Broadway, Amerika Serikat. "Asal tahu saja, naskah Bibbob itu adalah permainan keseharian masyarakat Jawa. Dolanan. Tapi dikemas dalam tampilan teater, dan penonton bisa bertahan sampai tuntas menyaksikan Bibbob.

Jose Rizal Manua juga mengaku pernah menonton langsung Jeko Siompo, sebuah pertunjukan rakyat dari Papua yang tampil dalam gaya teatrikal di Amerika Serikat. Ternyata, meski menjual muatan lokal yang hidup di tengah rakyat Papua, pecinta teater di Amerika memgagumi tontonan itu. "Indonesia punya banyak macam daya tarik lain. Jadi bukan cuma punya Joko Siompo. Mudah-mudahan melalui FTR 2010 akan muncul lagi kelompok teater baru yang punya semangat menonjolkan kearifan lokal dalam kebudayaan global," jelas Jose Rizal.

Seniman Franky Raden yang 10 tahun terakhir menghabiskan waktunya mendalami ilmu musik di Amerika Serikat juga mengungkapkan takjubnya melihat penampilan sejumlah teater dari negara berkembang di Amerika.

Setelah menyimak satu persatu penampilan teater dari negara maju, Franky - Juri FTR 2010 - berkesempulan ternyata pakem teater modern yang masih menjadi kiblat pertumbuhan teater di Indonesia, di negara maju seperti Amerika Serikat dan Paris justru sudah diabaikan. Penampilan teater di luar negeri lebih banyak menonjolkan daya tarik alami atau keunggulan-keunggulan khas yang ada di daerahnya. "Beberapa teater dari Jepang sekarang kalau tampil di Broadway juga tidak lagi mengandalkan pakem-pakem teater modern, melainkan kembali ke alam tradisi mereka. Indonesia harus bisa memanfaatkan peluang itu," ujar Franky Raden.

Budayawan Wisran Hadi, kemudian mengajak semua seniman penggiat teater di Indonesia untuk memanfaatkan kearifan lokal yang ada di daerah sebagai sumber ide, gagasan untuk tampil di forum teater global. Kearifan lokal bisa ditemukan setidaknya dalam aktivitas keagamaan, upacara-upacara adat, cerita rakyat, legenda, mitologi, bahasa dan sastra, ragam kesenian khas dan permainan serta asesoris budaya.

Kearifan lokal seperti itu, kata Wisran Hadi, bisa disampaikan dengan ucapan (monolog atau dialog), tertulis maupun lisan, pidato-pidato, yang kesemuanya dikemas dalam bentuk pantun, pepatah-petitih, ungkapan, pemeo. Disamping itu penyampaiannya juga dapat dilakukan dengan gerak (gerak tubuh, prosesi dan tari-tarian), pada musik, pada beragam teater tradisi, pada properti (pakaian, peralatan dan bangunan) pada berbagai upacara adat dan keagamaan. Yang selalu jadi soal dalam berbagai aktivitas teater selama ini adalah minimnya finansial dan sarana untuk kegiatan dan perkembangan teater, juga kekurangmampuan penggiat dan pekerja teater memahami kearifan lokal sebagai suatu kekayaan budaya dan nilai-nilai yang ada dan terpelihara sampai sekarang.

Boleh jadi, kata Wisran lagi, kekurangmampuan itulah yang menjadi puncak kenapa teater menjadi tandus dan gersang, semakin lama semakin tak diminati baik oleh pekerjanya maupun penontonnya, seakan teater kehilangan daya dorong, api semangat untuk dikembangkan.

Padahal dengan memahami semua aspek dalam kearifan lokal, teater akan dapat menjadi sarana ampuh tidak hanya untuk kehidupan dunia teater semata, atau sebagai dokumentasi budaya saja, tetapi lebih dari itu bisa untuk pendidikan budaya, kepribadian dan jati diri bangsa dalam bingkai kesatuan kebangsaan.

Festival Teater Remaja 2010 nantinya akan memperebutkan gelar pemeran pria dan wanita terbaik, sutradara terbaik, aktris terbaik, musik terbaik, grub terbaik, naskah terbaik, poster terbaik, pertunjukan terbaik serta grup favorit terbaik.

Anda ingin ikut berpartisipasi dalam festival tersebut? (Ami Herman)

Sumber: Suara Karya, Sabtu, 27 Februari 2010

1 comment:

fachri ramadhanie said...

salam budaya!!
dmana bisa dapat petunjuk kegiatan (juklak)..

kawan-kawan dari kaltim