Saturday, August 22, 2009

Warisan Budaya: Angklung dan Batik Indonesia

Dilaporkan ke Unesco

Indonesia akan terus memperjuangkan seluruh potensi warisan budayanya untuk mendapat pengakuan dunia. Jika pengakuan sudah diperoleh, diharapkan tak akan ada lagi negara lain yang dengan begitu mudah memberi pengakuan sepihak atas potensi seni budaya Indonesia.

Malaysia dinilai telah mengakui beberapa warisan budaya Indonesia sebagai warisan budayanya. Selain Batik, yang dikenal sudah lama menjadi warisan budaya Indonesia, Malaysia juga dinilai mengakui keberadaan kesenian Reog dan beberapa tarian lain dari tanah Sumatera sebagai bagian dari seni budaya Malaysia.

Berkait dengan itu, Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film (NBSF) Depbudpar, Tjetjep Suparman, dalam Jumpa Pers Simposium dan Workshop Inventarisasi dalam Rangka Perlindungan Warisan Budaya Takbenda di Hotel Alila, Pecenongan, Jakarta, Rabu (19/8), menjelaskan, saat ini sedikitnya sudah dua bentuk warisan budaya Indonesia yang dilaporkan ke Unesco untuk mendapatkan pengakuan dunia. Kedua warisan budaya itu adalah Batik dan Angklung. Bahkan, Indonesia sudah bersiap pula melaporkan Keris sebagai bagian warisan budaya Tanah Air.

"Malaysia juga punya batik, dan sudah pula melaporkan ke Unesco untuk mendapat pengakuan dunia. Tapi batik Indonesia yang proses pembuatannya menggunakan canting, jelas merupakan warisan budaya Indonesia. Proses pembuatan batik menggunakan canting ini hanya ada di Indonesia," ujar Tjetjep Suparman.

Dalam kesempatan yang sama, Prof Arief Rahman, yang juga menjabat Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco, menambahkan, hingga kini masih banyak bentuk-bentuk warisan budaya Indonesia yang belum diinventarisasi, sehingga sulit diberi perlindungan hukum. Agar masyarakat paham bagaimana memberdayakan potensi warisan budaya yang ada di daerahnya. Pemerintah (Depbudpar dan badan terkait lainnya) menggelar Simposium dan Workshop Mengenai Inventarisasi Warisan Budaya Takbenda Indonesia.

Kegiatan tersebut, menurut Tjetjep Suparman diikuti 150 perserta yang mewakili 33 provinsi di Tanah Air. Para peserta datang dari kalangan perguruan tinggi, media massa, serta stakeholder bidang kebudayaan.

Sedangkan pembicaranya, yaitu Dr Mukhlis Paeni (LSF), Iman Sucipto Umar (Yayasan Kadin Indonesia), Sri Hastanto (ISI Surakarta), Mr Masanori Nagaoka (Unesco), Ms Zhang Min (RRC), Mr Shigeyuki Miyata (Jepang), Mr Seoang-Yong Park (Korea), dan sejumlah pejabat terkait dari Depbudpar. (Ami Herman)

Sumber: Suara Karya, Jumat, 21 Agustus 2009

1 comment:

Anonymous said...

yaaa..SETUJU!!!
kita memang harusterus memperjuangkan seluruh potensi arisan budaya kita agar jangan kecolongan lagi..

I LOVE INDONESIA