Friday, August 07, 2009

Rendra: Saya Sangat Bahagia

Jakarta, Kompas - Sebelum meninggal, WS Rendra sempat mengucapkan kata terakhir kepada istrinya, Ken Zuraida. ”’Saya sangat bahagia.’ Itu kata terakhir Mas Willy (panggilan Rendra),” ujar Ken seusai pemakaman Rendra di Bengkel Teater, Citayam, Depok, Jawa Barat, Jumat (7/8) siang.

Jenazah almarhum penyair WS Rendra diusung menuju masjid untuk dishalatkan sebelum dimakamkan di padepokan seni Bengkel Teater di Citayam, Depok, Jawa Barat, Jumat (7/8). Rendra meninggal Kamis malam pada usia 74 tahun akibat serangan jantung. (KOMPAS/LUCKY PRANSISKA)

Kata-kata itu diucapkan Rendra sekitar pukul 20.00. Setelah itu, menurut Ken, tangan Rendra terasa dingin dan gemetar. Padahal, sebelumnya, Rendra sangat ceria dan bercerita banyak di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Depok, tempat penyair itu dirawat.

”Ia bercerita satu jam lebih, seperti tak bisa dihentikan. Itulah kata-kata terakhirnya, ia sangat bahagia,” kata Ken sambil sesenggukan.

Sastrawan Danarto yang sempat menengok Rendra saat dirawat di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, juga menangkap semangat hidup Rendra yang kuat. ”Saya bawakan dia buah kesukaannya, stroberi dan anggur. Ia berkata, dua kali didatangi almarhum Mbak Narti (Sunarti, istri Rendra). Ia bilang, ’Kelihatannya ajal sudah dekat.’”

Warga mengantar

Ribuan orang mengantar kepergian Rendra yang dimakamkan di kompleks Bengkel Teater Rendra di Cipayung-Citayam, Depok, Jumat siang.

Mereka berdatangan sejak mendengar kabar Rendra meninggal di RS Mitra Keluarga, Depok (bukan Kelapa Gading, seperti ditulis Kompas, 7/8), Kamis sekitar pukul 22.10. Jenazah Rendra sempat disemayamkan di rumah anak perempuannya, Clara Shinta, di Perumahan Pesona Khayangan, Depok.

Jenazah Rendra, Jumat pagi, disemayamkan di Rumah Lampung, di kompleks Bengkel Teater. Budayawan Emha Ainun Nadjib memimpin doa dan penghormatan menjelang pemakaman. Di sekitar Rumah Lampung warga berjejalan mendengarkan doa dan kesaksian para sahabat Rendra, seperti penyair Sutardji Calzoum Bachri, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, dan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif.

Setelah shalat Jumat sekitar pukul 14.30, jenazah Rendra dikebumikan di areal bagian belakang kawasan Bengkel Teater. Makam Rendra berjarak sekitar 10 meter dari makam Mbah Surip yang dikebumikan tiga hari sebelumnya atas izin Rendra. Pemakaman berlangsung hingga sore, sekitar pukul 16.00.

Sementara itu, untuk mengantar kepergian Rendra, jemaah di Banda Aceh mengadakan shalat gaib di Masjid Baiturrahman. ”Semua masjid di Banda Aceh diimbau agar melaksanakan shalat gaib untuk Mas Willy,” kata penggiat seni Arie Batubara dari Banda Aceh.

Hadir dalam prosesi pemakaman antara lain pengacara Todung Mulya Lubis, Adnan Buyung Nasution, wartawan senior Rosihan Anwar, Ahmad Syafii Maarif, Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir, politisi Eros Djarot, seniman Slamet Rahardjo Djarot, sejarawan Taufik Abdullah, peneliti dan pengamat sastra Daniel Dhakidae, penyair dan aktor Ikranegara, penyair Putu Wijaya, dan aktris Jajang C Noer.

Hadir pula calon wakil presiden terpilih Boediono yang datang dengan mobil Alphard dengan pengawalan ketat. Ia tiba pukul 12.10 untuk melaksanakan shalat Jumat di Masjid Jami’ Nurul Yakin di pinggir jalan raya Citayam, sekitar 100 meter dari rumah duka.

Banyaknya tamu membuat ruas jalan Citayam-Cipayung macet selama beberapa jam. Beberapa peziarah harus berjalan kaki sekitar 500 meter dalam suasana panas terik menuju lokasi pemakaman.

Pahlawan

Banyak orang merasa kehilangan sosok yang karyanya merupakan kesaksian atas nasib rakyat itu.

”Ia vokal, katakan apa yang terasa dengan puisi. Ia mewakili masyarakat yang paling siuman tentang moral, tanggung jawab, dan bangsa kita yang karut-marut. Ia tak rela melihat bangsa ini semakin meluncur terus…,” kata Ahmad Syafii Maarif.

”Rendra sebenarnya pahlawan. Sayang, pemerintah kurang menghargainya. Semestinya suara Rendra harus didengar kita semua,” tambah Maarif.

Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa mengungkapkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Rendra.

”Bapak Presiden mengucapkan belasungkawa yang dalam atas kepergian budayawan besar kita itu,” kata Hatta.

Aktor dan sutradara Slamet Rahardjo mengatakan, karya Rendra tak akan pernah mati. Slamet menyebut Rendra sebagai budayawan besar yang kritis dalam mengeluarkan pendapat.

”Saya kenal dia pertama kali tahun 1969, waktu itu baru pulang dari Amerika. Yang paling saya kagumi dari Willy, karyanya menggambarkan betapa ia menagih pemerintah terhadap janji-janji proklamasi yang tak kunjung mendapatkan jawaban,” katanya.

Sastrawan peraih SEA Write Award 2008 dari Raja Thailand, Hamsad Rangkuti, menilai Rendra sebagai budayawan dengan pemikiran yang kritis, tajam, dan menohok. ”Dalam peta seni kontemporer Indonesia, khususnya sastra dan teater, WS Rendra adalah salah satu nama terkemuka. Karyanya akan abadi untuk bangsa ini,” kata Hamsad.

Yang juga merasa kehilangan adalah kubu calon presiden dan wakil presiden Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto. Anggota tim sukses dan Sekjen PDI-P Pramono Anung mengatakan, kepergian Rendra adalah kehilangan besar karena budayawan ini mengajarkan kebinekaan dan kebangsaan dengan tidak berteori.

Saat Megawati-Prabowo mendeklarasikan pencalonannya di Tempat Pembuangan Sampah Bantar Gebang pada 24 Mei 2009, Rendra membacakan puisi karya Chairil Anwar, Kerawang Bekasi.

Bagi Sutardji Calzoum Bachri, Rendra adalah penyair besar dengan karya besar. Banyak seniman punya karya besar, tetapi tidak punya kepribadian besar. Rendra mempertautkan orang besar dengan karya besar. Ia seniman yang punya integritas.

Ketika Rendra meninggal, Sutardji yang bergelar ”Presiden Penyair Indonesia” merasa kehilangan sosok orang yang tingkah polahnya bisa menjadi teladan. ”Tetapi saya tidak bersedih atas meninggalnya Rendra karena ia sebenarnya tidak pernah pergi. Seniman besar tak pernah pergi. Karyanya selalu besar. Inilah orang besar di antara kita,” kata Sutardji. (CAN/IAM/NAL/NMP/SUT/XAR/DAY)

Sumber: Kompas, Jumat, 7 Agustus 2009

No comments: