-- Sihar Ramses Simatupang/Dina Sasti Damayanti
Jakarta - Figur kepenyairan Rendra tak lepas dari konsistensi dia untuk mengkritik dari luar lingkar kekuasaan. Kendati sejarah terus berubah, Rendra tetap berbicara lewat karya sastra dan naskah teaternya.
Budayawan Martin Aleida, kepada SH, Sabtu (8/8) mengatakan, Rendra adalah seorang sastrawan yang konsisten melakukan perlawanan terhadap kemapanan.
Dia tak pernah membela kekuasaan. Rendra tetap dalam semangat konstelasi itu. “Dia memberi alternatif. Ada semangat koreksi terhadap kekuasaan, menuntut perubahan, karena itulah esensi sastra,” ujarnya.
Jadi, kalau dilihat belakangan ini ada dinamika pada penyair Rendra oleh aktivis radikal, penyair ini tetap jelas dalam sikapnya dan tak harus mati konyol karena yang masih ada yang harus dia perjuangkan secara konseptual. “Kenyataan politik budaya seperti itu, aktivis radikal mesti realistis. Kekuasaan politik tak harus berupa kekerasan. Ada perjuangan yang sublim. Buktinya, Rendra tak terkooptasi oleh kekuasaan. Dia tetap figur yang bebas,” papar Martin.
Bagi Martin, Rendra juga kreator sekaligus penulis yang lewat puisinya kerap memunculkan kata-kata yang tak arkais dan formal, tapi kata-kata itu hidup. Lewat puisi, masyarakat dapat membaca dan mengerti puisinya.
Menurut Martin lagi, seingatnya, Pram pun memuji dia yang melawan kekuasaan yang otoriter dan tak demokratis. Pribadinya yang nonpartisan di tengah fenomena politik kebudayaan di masa lalu adalah bentuk kemandirian dirinya.
Martin menyebutkan seniman lain yang punya fenomena seperti itu, misalnya Affandi. Seniman yang menjadi anggota parlemen di tahun 1950-an ini pernah melukis tentang ayam yang bertarung, dan ia menonjol dengan kemandirian pada karyanya, yang kemudian menjadi ikon karya dari sang maestro lukis ini.
Presiden Berduka Cita
Di bagian lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan turut berduka cita atas meninggalnya WS Rendra, Kamis (6/8) malam. Pernyataan duka ini disampaikan melalui Mensesneg Hatta Rajasa.
“Bapak Presiden mengucapkan belasungkawa yang dalam atas kepergian budayawan besar kita, dan beliau mengirimkan belasungkawa tersebut langsung ke rumah duka,” ungkap Hatta saat ditemui di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (7/8).
Secara pribadi, Hatta mengenal sosok Rendra ketika masih menjadi aktivis mahasiswa. Saat itu, penyair yang dijuluki si Burung Merak itu naik pentas bersama Bengkel Teater di Kampus ITB, Bandung. “Waktu itu luar biasa. Sampai kami pun hampir-hampir digerebek pada waktu zaman itu. Jadi kita kehilangan,” sahut Hatta mengenang kejadian pada 1970-an itu.
Hatta menilai Rendra sebagai seniman yang sangat kritis pada zaman yang tidak banyak orang mengkritik pemerintah, saking takutnya pada waktu itu. “Tapi Rendra melalui karya-karya budayanya melakukan kritik yang luar biasa,” cetus Hatta sambil menyebut salah satu karya Rendra, Burung Kondor.
Ditanya soal kemungkinan Rendra dianugerahi gelar pahlawan nasional, Hatta mengaku dirinya tidak bisa berkomentar soal itu. Namun, seingatnya Rendra sudah pernah mendapat penghargaan bintang budaya. n
Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 08 Agustus 2009
No comments:
Post a Comment