Sunday, August 09, 2009

[Oase Budaya] Rendra di Tengah Film Nasional

-- Luhung Sapto Nugroho

RENDRA tak hanya budayawan dan penyair maestro milik bangsa ini. Rendra kita catat juga sebagai aktor yang memberi warna terhadap perkembangan film nasional. Di ujung usianya, ia masih sempat menunjukkan kepiawaiannya berakting dalam film Lari dari Blora, garapan Akhlis Suryapati Zuhri. Sebelumnya, almarhum masih sempat menyaksikan film Kantata Takwa, garapan Eros Djarot, yang memakan waktu sangat lama, karena sempat teronggok.

Dramawan pendiri dan pemimpin Bengkel Teater, yang berjaya dengan Hamlet, Oedipus Rex, Panembahan Rekso, Sekda, Kasidah Barzanji, dan beberapa karya lainnya, itu memang aktor serba bisa. Dari lingkungan binaannya, lahir para sutradara yang juga memberi warna atas perkembangan perfilman nasional. Paling tidak, kita catat almarhum Arifin C. Noer, Chairul Umam, Putu Wijaya, dan lain-lain.

Gebrakan Rendra di dalam jagad perfilman nasional, menonjol ketika menjadi pemeran utama dalam Yang Muda Yang Bercinta, garapan almarhum Sjumandjaya. Rendra tampil dengan sosoknya sebagai penyair. Hingga akhirnya tayang di berbagai bioskop dengan tajuk Yang Muda Yang Bercinta, film ini sempat mengalami berbagai revisi. Mulai dari treatment, skenario, dan akhirnya judul.

Penampilan Rendra yang memukau, tampak dalam film Al Kautsar garapan sutradara Chairul Umam, dengan skenario karya almarhum Asrul Sani. Di film ini, Rendra sebagai salah seorang sosok pembaru, hadir dan menghidupkan berbagai gagasan pembaruan dalam praktik aplikasi pengetahuan dan tradisi religius masyarakat. Lewat permainannya yang memukau, film ini berhasil menawarkan beragam motivasi dan inovasi minda masyarakat dalam menerapkan prinsip-prinsip asasi ajaran agama (Islam) dalam realitas kehidupan sosial masyarakat.

Sebagai aktor, Rendra memang tak berhenti hanya menawarkan berbagai teori dan empirisme tentang berbagai aspek dramaturgi. Almarhum, melalui dirinya sendiri, bahkan berhasil menawarkan pilihan-pilihan seni peran yang berdimensi. Karena pada dasarnya, memainkan peran sebagai aktor dalam film maupun pentas teater, tak berhenti hanya sekadar berakting. Tetapi, mendialogkan secara harmonis dan simetris gagasan-gagasan laku kehidupan, kemudian melakukan proses transformasi di dalamnya.

Amat Berjasa

RENDRA melalui pikiran, laku, dan kemumpuniannya sebagai aktor, menempatkan seni peran sebagai jiwa sekaligus nafas keseluruhan karya teater dan film. Bahkan dalam salah satu program talkshow religius (garapan Lies Hady) yang mengekspresikan empirisme spiritualnya tentang ibadah haji, Rendra mengusik hal paling esensial. Yaitu, penerimaan hidup berbasis kebajikan sebagai pilihan spiritual.

Budayawan, penyair, dramawan, dan sastrawan kelahiran 7 November, yang memukau setiap kali tampil di hadapan publik, itu mendidik banyak aktor bukan menjadi pemain film atau teater. Melainkan utuh sebagai aktor. Almarhum mentransformasikan berbagai metode pelatihan seni peran yang menyeluruh. Total.

Bila kita menyatakan, bangsa ini kehilangan seorang maestro di bidang kebudayaan. Tentu, pernyataan itu sekaligus mengandung makna: bangsa ini juga kehilangan seorang maestro di bidang film. Karenanya, kita boleh menyatakan, bangsa ini sungguh kehilangan sosok amat penting dalam perkembangan film nasional.

Rendra telah memberikan kontribusi amat besar terhadap perkembangan perfilman nasional, sebagaimana ia memberikan kontribusi besar sebagai pujangga, dan budayawan. Termasuk manuskrip yang sedang diselesaikannya tentang perkembangan sejarah pemikiran dan peradaban bangsa-bangsa. Di sisi lain, kita boleh mencatat, Rendra merupakan contoh konkret bagaimana aktor yang sesungguhnya. Aktor yang keberadaannya memberi nilai lebih atas film yang diperankannya.

Meski tak sempat mengantarkannya ke pemakaman, saya sungguh berduka dengan kepergiannya. Semoga, beliau kembali kepada Sang Maha Sutradara sebagai kepulangan husnul khatimah. Selamat jalan, Rendra. Kami akan mengenang seluruh kebesaranmu..

Sumber: Jurnal Nasional, Minggu, 9 Agustus 2009

No comments: