Tuesday, August 12, 2008

Situs Trowulan: Menelusuri Kebesaran Majapahit

-- Ingki Rinaldi

SITUS Trowulan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, yang menyimpan sejarah Kerajaan Majapahit, sudah dikenal dalam komunitas dunia ilmiah sejak awal abad ke-20. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengungkapkan seluruh aspek kebesaran Kerajaan Majapahit.

Seorang peneliti membersihkan bagian bangunan berupa kanal air peninggalan Kerajaan Majapahit di situs Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (6/8). Selain kanal air, ditemukan pula sumur dan sejumlah artefak, seperti pecahan tembikar, logam, dan batu bata dalam ukuran berbeda-beda. (KOMPAS/INGKI RINALDI)

Meski demikian, belum ada hasil penelitian yang bisa menunjukkan letak persisnya lokasi kedaton (puri) Wilwatikta Kerajaan Majapahit. Hingga kini, Trowulan yang secara administratif adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Mojokerto dikenal luas sebagai kemungkinan ibu kota Kerajaan Majapahit.

Itulah yang kemudian melandasi Penelitian Arkeologi Terpadu Indonesia (PATI) I, yang tahapannya sudah dimulai sejak Juni 2008 dan akan diakhiri penulisan dan publikasi laporan pada November 2008.

Inilah penelitian pertama di Indonesia yang dilakukan bersama oleh 20 dosen dan 80 mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Hasanuddin (Unhas), dan Universitas Udayana (Unud) Bali.

Fokus penelitian tersebut terentang dalam wilayah seluas kira-kira 1 kilometer x 1 kilometer yang meliputi Blok Kedaton, Sentonorejo, dan Nglinguk. Tim peneliti menentukan wilayah yang diduga sebagai ibu kota Kerajaan Majapahit dan jantung situs Trowulan itu berdasarkan jalur-jalur kanal kuno yang saling berpotongan.

Dalam foto udara yang dirilis Bakosurtanal pada tahun 1970-an, terlihat jelas citra kanal-kanal kuno itu membagi situs Majapahit dalam beberapa wilayah berbentuk persegi panjang.

Pada wilayah itulah terdapat blok persegi yang meliputi Blok Kedaton. Juga peninggalan Candi Kedaton, Lantai Segi Enam, dan deretan batu besar (16 umpak) yang sudah digali. Selain itu, terdapat pula Sumur Upas yang dipergunakan masyarakat. Data itulah yang dipakai sebagai bagian penguat hipotesis bahwa di lokasi seluas 1 kilometer persegi itulah terdapat Kedaton Majapahit.

Batas-batas tembok

Hingga berakhirnya ekskavasi, ada 36 kotak galian yang sudah dibuka dan satu kotak galian percobaan. Menurut Koordinator Ekskavasi dan Survei PATI I Cecep Eka Permana, dari sejumlah hasil temuan hingga penggalian hari terakhir, hipotesis bahwa lokasi Kedaton Majapahit ada di sekitar lokasi ekskavasi semakin kuat. ”Sekitar 80 persen kemungkinannya,” ujar Cecep.

Temuan-temuan yang dihasilkan selama ekskavasi itu berupa batas-batas tembok yang berada pada kedalaman antara satu meter hingga tiga meter di bawah permukaan tanah. Temuan bangunan yang diduga sebagai batas-batas tembok kedaton itu cukup menggembirakan karena paling tidak sesuai dengan uraian dalam Nagarakrtagama yang di antaranya menyebutkan kedaton dikelilingi dan disekat-sekat oleh tembok pembatas.

Dalam penggalian tersebut, temuan yang menjadi catatan kuat adalah bukti adanya batu bata besar dalam dua ukuran yang berbeda. Pertama, batu bata ukuran 34 cm x 77 cm x 7 cm dan 31 cm x 18 cm x 8 cm.

Struktur batu bata secara masif itu, menurut Cecep, tidak ditemukan di sejumlah blok lain pada situs Trowulan. ”Universitas Indonesia setiap tahun juga melakukan penggalian, tetapi kami tidak pernah menemukan struktur batu bata yang konsentrasinya seperti kali ini,” ujar Cecep yang juga dosen pada Departemen Arkeologi UI itu.

Tim peneliti gabungan juga telah menemukan sumur, kanal air, pecahan tembikar, pecahan keramik, pecahan logam, dan tulang belulang hewan yang melengkapi temuan. Namun, hingga saat ini belum dapat dilakukan analisis lebih jauh soal perkiraan umur barang-barang temuan itu, termasuk menentukan jenis logam apa yang sudah ditemukan.

Penanggung Jawab PATI I Irma M Johan, yang juga Ketua Departemen Arkeologi UI, menyebutkan, hingga saat ini yang dirasakan kerap jadi kendala adalah upaya untuk menentukan umur peninggalan barang-barang hasil penggalian. Pasalnya, analisis untuk menentukan umur barang-barang peninggalan dengan menggunakan teknik analisis bekas-bekas karbon yang ditinggalkan masih harus dilakukan di luar negeri.

”Kalau hanya analisis pollen (serbuk sari tanaman) bisa dilakukan di Indonesia, tetapi kalau karbon masih harus ke luar negeri,” ujar Irma. Persoalan itu makin besar karena biaya yang dibutuhkan untuk melakukan analisis di luar negeri secara otomatis akan membengkak.

Bantuan Hashim

Penelitian itu terlaksana dengan bantuan Yayasan Keluarga Hashim Djojohadikusumo (YKHD). Direncanakan, pada tahun depan PATI II akan kembali dilakukan sekalipun belum dapat dipastikan apakah lokasinya akan kembali berada di situs Trowulan ataukah di situs-situs peninggalan sejarah lainnya.

Irma M Johan menyebutkan, pada awalnya ego dan perasaan unggul dari sejumlah individu yang berasal dari empat universitas itu memang muncul. Tarik-menarik terutama terjadi dalam penentuan metode apa yang hendak digunakan dalam proses penelitian itu.

Terutama metode yang akan digunakan dalam proses ekskavasi atau penggalian arkeologis yang menjadi jantung kegiatan penelitian itu. Akhirnya diputuskan menggali dengan sistem grid yang membagi wilayah penggalian menjadi kotak-kotak berukuran 1,5 meter x 1,5 meter dengan kedalaman penggalian yang bervariasi. “Kami juga akhirnya sepakat untuk memakai metode penggalian lot ketimbang spit, atau layer,” kata Cecep.

Direktur PATI I Niken Wirasanti menjelaskan, selain ditujukan untuk mengungkapkan lokasi persis kedaton situs Trowulan, penelitian bersama itu juga dimaksudkan untuk menyamakan metode dan standar kompetensi arkeolog. ”Banyak manfaatnya bagi kami. Ini sangat bagus untuk standardisasi,” sebut I Nyoman Wardi, Ketua Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Unud.

Ketua Jurusan Arkeologi Unhas, Makassar, Anwar Thosibo mengutarakan pengungkapan lokasi kedaton situs Trowulan bermanfaat untuk menemukan sampai seberapa jauh kaitan antara Majapahit dan kerajaan lainnya di Indonesia.

Niken menambahkan, hasil penelitian nantinya akan didokumentasikan di Pusat Informasi Majapahit, Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Niken menyebutkan, relatif tumpang tindihnya informasi selama ini perihal lokasi kedaton di situs Trowulan akan coba diurai dalam penelitian tersebut.

Ancaman serius

Namun, upaya penelitian untuk mengungkapkan kekayaan dan kejayaan budaya Kerajaan Majapahit itu harus berhadapan dengan ancaman dari tuntutan ekonomis masyarakat sekitar. Ancaman itu berupa industri pembuatan batu bata yang banyak dilakukan masyarakat di sekitar lokasi situs Trowulan.

Tidak kurang 6,2 hektar lahan di situs Trowulan yang menjadi pusat peninggalan arkeologi Kerajaan Majapahit harus rusak setiap tahun akibat penggalian tanah sebagai bahan baku pembuatan batu bata. Luas lahan yang mengalami kerusakan dimungkinkan semakin bertambah mengingat maraknya pembuatan batu bata di kawasan itu.

Jika tidak ada upaya serius dari berbagai pihak, niscaya kemegahan peninggalan sejarah Kerajaan Majapahit akan benar-benar hilang tanpa pernah ditemukan.

”Masyarakat di sekitar sini pun sepertinya tidak terlalu peduli dengan peninggalan sejarah yang sangat berharga ini. Kami pernah melakukan penggalian di lokasi yang bersebelahan dengan orang yang melakukan penggalian tanah untuk dibuat batu bata, ya jelas kami kalah cepat,” ucap Cecep.

Sumber: Kompas, Selasa, 12 Agustus 2008

2 comments:

jerry said...

Salam kenal dariku, pemerhati Majapahit


http://majapahit1478.blogspot.com

jerry said...

Salam kenal ..., klo tidak keberatan silahkan datang dan follow blog aku di http://majapahit1478.blogspot.com