Monday, August 11, 2008

KBI: Selamatkan Budaya dari Mekanisme Pasar

[JAKARTA] Pergeseran budaya pada suatu bangsa, khususnya bangsa Indonesia, dari waktu ke waktu, selalu ada. Pergeseran itu tentu berdampak dan menjadi permasalahan budaya di dalam tubuh bangsa Indonesia. Jika permasalahan itu dibiarkan tak terkendali, akan berpeluang melemahkan bangsa, baik dari segi martabat maupun daya saingnya.

Untuk memperluas kesadaran masyarakat Indonesia akan adanya sejumlah permasalahan budaya di dalam tubuh bangsa Indonesia, dibentuklah Komunitas Budaya Indonesia (KBI) oleh tujuh orang yang terdiri dari budayawan dan pengusaha. Ketujuh orang tersebut adalah Aburizal Bakrie, Azyumardi Azra, Edi Sedyawati, Putu Wijaya, Sapto Raharjo, Sugihartatmo, dan Taufik Abdullah.

"KBI lahir untuk mengembangkan wacana kebudayaan. KBI melihat bahwa penanganan kebudayaan suatu bangsa, khususnya bangsa Indonesia yang berdaulat, perlu dibingkai dalam suatu pola asuh yang sehat dan mempunyai arah konseptual yang jelas," kata Edi Sedyawati kepada SP sebelum acara seminar bertajuk "Globalisasi dan Kebudayaan: Tinjauan Khusus atas Permasalahan Industri Budaya" digelar di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, baru-baru ini.

Edi menambahkan, di zaman sekarang ini, banyak orang atau pelaku budaya cenderung membawa budaya itu untuk mengikuti perintah pasar atau semata-mata hanya memperhitungkan nilai komersialnya saja. Dia menegaskan, budaya itu bukan hanya hiburan, yang di zaman sekarang ini justru hiburan yang melemahkan arti budaya. Budaya juga harus punya bobot untuk menguatkan karakter isinya.

Dia mencontohkan menjamurnya sinteron di televisi. Meskipun menghibur, isi dari sinetron-sinetron itu ternyata tidak mendidik dan dangkal. "Kalau ada orang yang mengatakan apa yang dilakukan itu mengikuti selera pasar, menurut saya itu merupakan penipuan. Mengapa? Karena pasar bisa dibentuk," ujar dia.

Untuk lebih berperan aktif dalam "menyelamatkan" nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, KBI akan melakukan intervensi melalui sejumlah kegiatan, seperti seminar, lokakarya, penelitian, penerbitan, dan penyajian kesenian. Banyak juga isu pokok yang akan digarap KBI dalam melakukan kegiatan- kegiatannya, seperti hubungan antarbudaya, industri budaya, jejaring data budaya, seni tradisi, perubahan budaya, dan orientasi budaya kawula muda Indonesia.

Permasalahan Aktual

Pada awal peluncuran KBI oleh Menko Kesra, Aburizal Bakrie, Rabu itu juga, KBI langsung menyelenggarakan seminar untuk membahas salah satu permasalahan budaya yang aktual dewasa ini, yaitu "Globalisasi dan Kebudayaan: Tinjauan Khusus atas Permasalahan Industri Budaya". Aspek-aspek permasalahan yang dijadikan fokus seminar adalah industri budaya/industri kreatif dan kontribusinya dalam penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, pemihakan budaya dan penciptaan selera: tinjauan atas substansi industri budaya, serta permasalahan hak kekayaan intelektual dalam kompleks kegiatan industri budaya.

Dari rencana menghadirkan enam pembicara dalam seminar itu, ekonom Rizal Mallarangeng tidak hadir. Sang produser film Chand Parwez pun tidak hadir, hanya saja dia diwakili Edison Nainggolan untuk membacakan makalah berjudul "Industri Film: Industri Kreatif Yang Mandiri". Pembicara lain adalah Achmad Zen Umar Purba (pakar hukum), James F Sundah (musisi), Sapto Raharjo (musisi), dan Timbul Haryono (budayawan).

Zen Umar Purba tampil melalui makalahnya berjudul "Permasalahan HKI dalam Konteks Kegiatan Industri Budaya". Sedangkan James F Sundah mengupas mengenai "Persimpangan Budaya di Zaman 'Edan', yang merupakan akronim dari elektronik, digital, angka, dan nyontek/niru.

Sapto Raharjo mengupas "Teknologi dan Industri Budaya Apa yang Ada di Benak Orang Muda?" Terakhir, Timbul Haryono mengangkat topik "Industri Budaya di dalam Erpa Global: Permasalahan Manajemen Tradisional Seni dan Manajemen Seni Tradisional". [F-4]

Sumber: Suara Pembaruan, Senin, 11 Agustus 2008

No comments: