Sunday, August 10, 2008

Esai: Menggagas Esensi Sastra

-- Mohammad Takdir Ilahi*

PERBINCANGAN seputar sastra menjadi topik yang menarik untuk dieksposisikan ke permukaan. Sastra dalam lingkungan masyarakat sudah dikenal dan meluas. Bahkan, di pondok pesantren pun sastra menjadi bagian yang tak terpisahkan dan inheren dalam kehidupan santri.

Secara substansial, sastra adalah hasil karya dan karsa manusia yang dimulai dari inspirasi jiwa dan imajinasi yang tinggi.Dari sinilah akan terbentuk sebuah karya sastra yang fenomenal dan menakjubkan. Karya sastra dalam proses pembentukannya lebih menitikberatkan pada satu perspektif yang indah dengan melalui khayalan dan imajinasi.

Artinya, sastra tidak sampai kepada logika berpikir secara realistis, tetapi lebih banyak kepada hal-hal yang bersifat fatamorgana dan halusinasi. Dalam membentuk karya sastra,dibutuhkan adanya internalisasi dalam membayangkan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan pancaindra.Artinya, kita lebih banyak terjun ke alam bebas, mengobservasi dan melakukan intervelasi dalam menemukan makna hidup yang sebenarnya.

Referensi aspek-aspek karya dalam sastra merupakan inklinasi unsur formal yang kemudian dikonfigurasikan melalui legitimasi naratif dengan eksposisi sistem wacana dan citra bahasa sehingga seolah-olah menjiwai totalitas hasil karya sastra.Sastra bisa masuk pada pemahaman interdisipliner dan tidak hanya sastra belaka. Tetapi, lebih kepada aspek sosialteoritis, psikologi, sejarah, dan juga kebudayaan.

Karena itu,sastra sangat penting dikonfigurasikan dan dikonstruksikan secara imajinatif,tetapi kerangka imajinatif tidak lepas dari kerangka empirisnya.Dalam hal ini,karya sastra tidak semata-mata memiliki relevansi pada gejala individual, tetapi juga melalui gejala sosial.

Karya sastra memang bukan merupakan keseluruhan objektivitas kehidupan. Ia adalah bentuk karya yang mengedepankan aspek imajinatif dari pada aspek objektif.Bahkan,Plato, seorang Filsuf Yunani,dalam bukunya Ion dan Republika melukiskan mekanisme antara seni dan sastra semata-mata merupakan tiruan (mimesis) yang ada dalam dunia ide.Jadi, karya sastra tidak lebih dari tiruan secara hierarkis yang berada di bawah kenyataan (realitas).

Perkembangan Sastra

Dalam kehidupan masyarakat,sastra telah menjadi bagian integral dan esensial dalam memanifestasi kehidupan. Manifestasi itu kemudian dijadikan barometer untuk mengonsiskan sastra sebagai wujud dan realisasi memajukan sastra Indonesia.

Perkembangan sastra di sini telah mampu menunjukkan taringnya dan membuktikan ketenarannya sebagai bagian dari ilmu pengetahuan. Melihat realitas perkembangan sastra yang sudah sangat meluas di kalangan masyarakat, saya kira perlu ada intensifikasi sastra ke arah yang lebih progresif.Hal ini untuk menjadikan sastra sebagai kultur masyarakat Indonesia secara integral. Upaya untuk mengonsiskan sastra dalam kehidupan masyarakat merupakan sebuah keniscayaan.

Salah satunya dengan banyak mengadakan seminar-seminar kesusastraan dan kebudayaan. Dengan seminar itu diharapkan banyak orang yang tertarik untuk menekuni bidang sastra, terutama bagi kawula muda yang talentanya masih perlu diasah secara total. Sastra pada hakikatnya merupakan hasil kerja keras manusia dalam menemukan ekspirensi yang lebih komprehensif.

Dengan karya sastra, manusia akan mampu mengembangkan kreativitasnya secara total sehingga hasil karya sastra kita bisa lebih produktif dan imajinatif. Sastra sering juga dipahami melalui dominasi metode dan teori strukturalisme semiotik dengan berbagai implikasinya. Hasil yang dikonstruksikan dari karya sastra sangat mengagumkan karena penuh dengan berbagai keindahan.

Terlepas dari penggunaan metode dan teori semiotik yang sangat utuh di atas, ada asumsi yang mengatakan bahwa sastra memiliki ciri khas yang pada akhirnya menjadi landasan menarik.Salah satu hal yang menjadi ciri khas itu adalah linguistik strukturalisme. Culler (1976: 21) berasumsi bahwa strukturalisme dengan landasan linguistik akan tetap relevan apabila digunakan untuk mengeksposisikan gejala-gejala yang bersifat sosiokultural. Aspek-aspek sosiokultural tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dari terbentuknya karya sastra.

Esensi Sastra: Antara Kreatif dengan Imajinatif

Pada dasarnya, sastra akan membuat kita termotivasi untuk membangun imajinasi dan inspirasi. Dalam dunia sastra, kita mengenal dua kerangka yang terkait dengan polarisasi fungsi penulis dengan para pembaca, khususnya dalam pemahaman karya menurut kerangka yang ada.

Menurut saya, dunia sastra tidak hanya identik dengan dunia “gila”. Yang lebih substansial adalah bagaimana kita bisa menghasilkan karya fenomenal bagi para pembaca.Karya fenomenal tersebut nantinya akan menjadi inspirasi bagi mereka yang ingin menekuni bidang sastra. Untuk menghasilkan karya tersebut, seseorang harus memiliki kemampuan kreativitas dan imajinasi yang lebih mendalam.Keduanya merupakan landasan dalam menghasilkan karya sastra.

Dalam karya sastra, kita dituntut untuk menge k s p o s i s i k a n bahasa melalui tulisan yang indah. R e - lasi penulis dengan hasil karyanya (bahasa yang digunakan) pada akhirnya dapat menentukan sejauh mana kualitas imajinatif karya sastra kita. Maka, tak mengherankan ketika Roger Fowler, (1977: 80) mengungkapkan bahwa bahasa berfungsi untuk membatasi kemungkinan interpretasi teks bagi para pembaca. Bahasa bukanlah milik individu, melainkan untuk masyarakat.

Karena itu, dimensi imajinasi dalam karya sastra merupakan unsur yang paling esensial dalam struktur karya sastra. Sebaliknya, dalam karya sastra, yang harus dihindari adalah sesuatu yang bersifat ilmiah. (*)

* Mohammad Takdir Ilahi, Pemerhati Masalah Agama dan Budaya, bergiat di Annuqayah Institute Yogyakarta.

Sumber: Seputar Indonesia, Minggu, 10 August 2008

No comments: