[YOGYAKARTA] Untuk bisa keluar dari pusaran turbulensi nasional, bangsa Indonesia harus menumbuhkan sebuah kultur baru, yakni a culture of excellence di semua bidang kehidupan bangsa, baik di panggung negara, pentas ekonomi maupun arena pendidikan. Hal tersebut disampaikan Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam pidato kebudayaan saat menjamu peserta Konvensi Kampus V dan Temu Tahunan XI Forum Rektor di Pagelaran Kraton Yogyakarta, Senin (4/8) malam.
Sultan juga memberikan satu contoh, Korea Selatan yang pernah luluh lantak seusai perang dunia II, kini tampil gagah di serambi depan bangsa-bangsa maju, karena 'budaya'. "Budaya kerja keras, disiplin, hemat dan gemar menabung serta mengutamakan pendidikan. Itulah akar excellence," ucap Sultan.
Lebih lanjut dikatakan, lembaga pendidikan tinggi tidak bisa dipahami secara sederhana hanya sebagai tempat belajar mengajar dalam rangka transmisi pengetahuan. Lebih dari itu, dalam wacana filsafat pendidikan, pemahaman yang mendasar terhadap lembaga pendidikan diletakkan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Yakni sebagai tempat pembelajaran manusia dalam rangka memproduksi kebudayaan dan masyarakatnya.
Lewat pidato kebudayaan berjudul Membangun Sinergi Antar Perguruan Tinggi dalam Meningkatkan Daya Saing dan Mengangkat Martabat Bangsa, Sultan Hamengku Buwono X mengemukakan, praktik pedagogi merupakan kesempatan untuk mengerti bagaimana pengalaman budaya dan masyarakatnya dapat ditransformasikan dalam zaman kehidupan yang akan mereka alami.
Dengan demikian, pendidikan tak sekadar proses belajar-mengajar, bukan pula sekadar sekolah. Tetapi pendidikan lebih merupakan proses inkulturasi dan akulturasi, yaitu proses memperadabkan generasi. Pertemuan antarbudaya menjadi ancaman serius bagi peserta didik. Di luar tembok sekolah, persentuhan dengan budaya makin intens. [152]
Sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 5 Agustus 2008
No comments:
Post a Comment